Jumat, 23 Februari 2024

PERAN TOKOH RITUAL DUKUN PENJAGA HUTAN TERSISA DI PULAU BANGKA

NusaNTaRa.Com

byIrkaBPiranhA,       S  e  n  i  n,    1   9     F  e  b  r  u  a  r  i     2   0   2   4

Hutan di perbukitan yang merupakan titik ritual para dukun selama ratusan tahun
menjadi hutan tersisa di Pulau Bangka

DUKUN di masa lalu hampir ratusan tahun berperan penting menjaga kelestarian hutan di Pulau Bangka,   mereka juga  menyebarkan beragam pengetahuan dan kearifan terkait hutan.    Dalam kesatuan lanskap, bukit-bukit di Pulau Bangka berperan vital secara ekologi dan spiritual bagi para dukun dan masyarakat dan selama itu juga mereka menjadikan bukit sebagai titik ritual yang berdampak pada terjaganya hutan di sekitarnya,   “  Tugas dukun kampung itu berat, karena tanggung jawabnya tidak hanya mengurusi manusia, tapi juga makhluk hidup lain, hewan juga tumbuhan  ”,  Ujar SiDin Janum bin Lamat (58), Ketua Adat Suku Jerieng, Desa Pelangas, Kecamatan Simpang Teritip.

Janum bin Lamat adalah keturunan ketujuh batin gunung. Sebagai sosok pemimpin dalam sistem adat Suku Jerieng, batin berperan layaknya dukun kampung. Ia memiliki kemampuan mengobati sekaligus penghubung dan penjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan makhluk lain,     Dulu, ada sejumlah kelompok warga yang menganggap saya sesat. Beruntung masih ada tokoh masyarakat yang mendukung dan memberi penjelasan, sehingga masyarakat kembali bisa menerima posisi dukun di kampung ini  ”,   Lanjut SiDin Janum Lamat dengan Soppengernya (Jumawanya).

Suku Jerieng merupakan sub Suku Melayu tua yang tersebar di 13 desa di Kecamatan Simpang Teritip, dengan luas wilayahnya sekitar 62 ribu ha dengan bukit Penyabung  setinggi  300 m merupakan wilayah tertinggi sekaligus area sakral bagi Suku Jerieng,     Setiap tahun, pada bulan Muharram, kami melakukan ritual taber gunung di Bukit Penyabung.  Bukit ini dianggap sakral, tidak boleh diganggu  ”,   Ujar SiDin Janum Laji.   Iapun menjelaskan makna ritual itu bentuk syukur atas hasil alam dan doa kepada Yang Maha Esa agar dijauhkan dari segala penyakit dan bencana.

Sejumlah warga berjalan menyusuri hutan untuk menuju titik ritual
di puncak Bukit Penyabung

Ritual ini juga ajang silaturahmi bagi semua dukun kampung di Pulau Bangka hingga Pulau Belitung,     Hingga saat ini, ada sekitar 46 dukun tersebar di Pulau Bangka. Setiap kali ada ritual, mereka semua hadir, baik secara fisik maupun gaib  ”,  Cakap Besar Janum.    Ritual taber gunung di Bukit Penyabung sempat vakum sekitar 1991-1997 karena tidak ada generasi dukun kampung yang sanggup memimpin ritual sehingga ritual ini terhenti bertepatan masuknya perkebunan sawit yang menggerus hutan di sekitar Bukit Penyabung.

Sekitar 2016, ritual pernah digelar kembali oleh Lembaga Adat Melayu Jerieng,  tapi  tidak sesuai adat Jerieng,     Banyak bagian ritual berubah, seperti lokasi yang semula di bukit, dipindahkan ke rumah adat.   Sehingga tidak dianggap atau diakui para dukun kampong  ”,  Cakap si Janum Laji.   Agustus 2022  Janum melalui mimpi  diberi kepercayaan leluhur Suku Jerieng meneruskan ritual taber gunung, sesuai tata acara yang telah ditetapkan.     Hampir 25 tahun ritual tidak dilaksanakan, banyak bala menimpa masyarakat Suku Jerieng,   padi terserang hama, durian tidak berbuah, hasil madu berkurang  dan puncaknya terjadi kesurupan massal saat acara Pemerintah Kabupaten Bangka Barat di Desa Berang beberapa waktu lalu  ”.

  Leluhur kami yang tinggal di sekitar kelakak ini bernama Akek Burok dan Nek Rempak. Merekalah yang mengawali ritual di Bukit Mangkol. Ritual itu misalnya menyambut musim panen buah durian  ”,   Cakap Si Mang Kalu (40), keturunan ketujuh dukun kampung di Desa Teru.     Dulu, buah durian yang pertama kali jatuh dinamakan durian sentajau. Durian ini kemudian diletakkan di batu granit yang dinamakan ‘batu kelambu’  ”.   Saat buah durian kedua jatuh, barulah warga boleh mengambilnya.

Ada sekitar 32 bukit di Pulau Bangka,  tertinggi adalah Gunung Maras (705 meter). Sejak 2016, lanskap Gunung Maras seluas 16.806,91 ha ditetapkan sebagai satu-satunya taman nasional di Pulau Bangka.   Bagi dukun-dukun di Pulau Bangka, wilayah Gunung Maras merupakan titik spiritual terkuat yang harus dihormati dan dijaga,   kerusakannya diyakini membawa banjir besar kelak yang menenggelamkan Pulau Bangka hingga setengah Pulau Sumatera.   Hingga saat ini, masih ada sembilan orang yang melakukan ritual ke Gunung Maras berasal dari desa di kaki Bukit Maras secara tertutup.

  Dahulu ada ritual yang terbuka, masyarakat mendukung penuh. Tetapi, saat ini, ritual kami lakukan tertutup, karena banyak pendatang yang tidak sepakat dengan ada ritual tersebut  ”,  Cakap SiDin Damion (51), warga Desa Berbura.

Saat ritual, masyarakat membawa sejumlah hasil kebunnya,
berupa padi yang dijadikan ketan ketupat, lepat, dsb

Secara umum, hutan di Gunung Maras masih terjaga meski  dalam beberapa tahun terakhir, sudah sering terjadi longsor karena tegakan pohon besar di beberapa titik sudah hilang,    Saat malam, kami sering mendengar runtuhan batu, gemuruhnya hingga permukiman   ”,  Cakap Si  Damion  pula.   Sementara area ujung kaki Gunung Maras atau Teluk Kelabat, yang didominasi ekosistem mangrove, sudah banyak ditambang para pendatang,    Jujur, sekarang sudah sedih melihat Gunung Maras. Kondisinya jauh berbeda. Hutan dirambah dan ditambang. Sudah banyak masyarakat yang tidak menghormati pesan leluhur  ”,  Cakap Si Damion.

Berdasarkan dokumen Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2014, luas kawasan hutan di Kepulauan Bangka Belitung mencapai 657.380 ha.   Sementara, dalam dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2021, luas kawasan hutan tahun 2015 tersisa 235.585,8 ha; berkurang 421.794,2 ha selama setahun.   Luasan ini terus menurun hingga tersisa 197.255,2 ha. Artinya, selama enam tahun (2014-2020), Kepulauan Bangka Belitung kehilangan hutan seluas 460.000 ha.

  Secara umum, bisa dikatakan hutan primer di Pulau Bangka hanya tersisa di sekitar perbukitan, selain di wilayah pesisir yang didominasi ekosistem hutan mangrove  ”,  Ujar SiDin M. Dedi Susanto, Kepala Resort Konservasi Wilayah XVI Bangka, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan.   Karena itu, kawasan konservasi di Pulau Bangka terpusat di wilayah perbukitan seperti Gunung Maras (taman nasional), Gunung Mangkol dan Gunung Menumbing (taman hutan raya raya), serta Gunung Permisan (taman wisata alam).

Menurut sejumlah dukun di Pulau Bangka, wilayah hutan di luar wilayah perbukitan yang kini banyak tergerus dinamakan “hutan riding” yang menghubungkan semua kampong,  hutan riding dahulu terbentang dari ujung utara hingga selatan Pulau Bangka. Bentuknya memanjang selebar sekitar 100 meter. Hutan ini melintasi sekaligus menghubungkan setiap kampung dan bukit di Pulau Bangka.     Hutan ini dulunya disepakati setiap dukun kampung di Pulau Bangka. Masyarakat hanya boleh mengambil hasil hutannya (tidak boleh dibuka jadi kebun), dengan tetap minta izin dukun setempat. Hutan ini diperuntukkan khusus makhluk lain (hewan, tumbuhan, dan makhluk gaib)  ”,  Ujar SiDin Janum.

  Hutan riding juga berfungsi sebagai jalan bagi kita (manusia, hewan, makhluk gaib) untuk menghadiri setiap ritual yang diadakan di bukit-bukit yang dianggap sacral  ”,  Cakap SiDin Janum melanjutkan.   Kini hutan riding terputus seiring deforestasi di Pulau Bangka. Hanya menyisakan hutan di bukit-bukit dan hutan bakau di pesisir.

 

Proses puncak ritual taber gunung yang dipimpin
oleh dukun kampung.

 

Sumber kehidupan Manusia ada di Hutan.

Dukun tokoh kearipan lokal penjaga Hutan.

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LIMA PEMBUANGAN SAMPAH TERBESAR DI DUNIA, ADA BANTAR GEBANG !!

NusaNTaRa.Com       byBatiSKambinG,        R   a   b   u,    2   0      N   o   p   e   m   b   e   r      2   0   2  4     Tempat Pengelola...