Jumat, 05 Januari 2024

PENCARI KEPITING, PEREMPUAN GIGIH DIHUTAN MANGROVE MERAUKE

NusaNTaRa.Com

byIrkaBPiranhA,      R   a   b   u,    0   3     J   a   n   u   a   r   i     2   0   2   4

Agnes Asiam, Perempuan Gigih pencari Kopiting Bakau di Merauke

Agnes Asiam Sang pencari dan penjual  Kepiting yang telah menetap di Merauke sejak 1972,  ia melakoni pekerjaannya bersama suaminya untuk menghidupkan  keluarganya,   Namun kini suaminya telah meninggal sehingga ia harus mengerjakannya sendiri untuk menghidupkan keluarganya bersama ketiga anaknya.    Mengenakan topi sulaman khas Papua berwarna coklat,  ia sibuk jual beli kepiting dengan seorang pembeli kepiting dengan  rata-rata harga satu kepiting Rp50.000.

Perempuan Papua 62 tahun ini sehari-hari mencari kepiting di hutan mangrove Merauke,      Saat itu, belum ada orang mencari kepiting, saya giat sekali mencari kepiting   ”,   Ujar SiGaluH A Asiam dengan Soppengernya (Jumawanya).    Setelah menyiapkan makanan untuk ketiga orang anaknya  dia akan menyiapkan peralatan untuk mencari kepiting.  Pukul 07.00 waktu Merauke,  A Asiam bersama perempuan lain menuju ke kapal motor temple atau perempuan lainnya menggunakan Pick Up dengan biaya Rp200.000 per orang  menuju Kampung Kondo di perbatasan Indonesia-Papua New Guinea  dengan tujuan sama  mencari kepiting.

Warga di Jalan Sesate dan Gak dengan kehidupan sederhana dengan  sekitar 600 keluarda, perempuannya banyak jadi pencari kepiting  berjuang menghidupi keluarga  dengan  rumah banyak semi permanen, ada juga gubuk heratap seng dan berlantai tanah.   Terpisah dari rumah mereka, ada sebuah meja panjang dengan atap seng  tempat untuk  berjualan kepiting. Awal mulanya  pondok berdiri karena Federikus Gebze, Bupati Merauke, mau membangun pasar tradisional yang kemudian mereka tempati hingga koni.

Clara Bisme perempuan poncari kepiting lainnya,  berkata  setiap pagi mereka mencari dengan mengandalkan besi pengait bergagang kayu mirip gancu yang  mereka masuk dalam lumpur atau lubang demi mencari lubang-lubang kepiting berada.   Bila besi pengait mereka di gigit kepiting, pengait itu segera mereka tarik keluar dari lubang yang tentunya membawa kepiting keluar,  Kepiting pun ditangkap dengan posisi terbalik, lalu diikat tali rafiah atau tali akar pohon untuk dibawah.

Elisabeth Fofid Lurah Bambu Pamali, Merauke

Ada juga yang tangkap kepiting pakai pancing dengan umpan seonggok daging ikan.   Gancu dan serok, dan karung  bikinan mereka sendiri, ketika kepiting memakan umpan,  para pempuan ini langsung menyerok dengan jaring kecil.  Clara Bisme bilang, bila umpan termakan kepiting biasa sulit lepas hingga mudah ditangkap ketika ditarik  dan kemudian diambil dengan serok dimasukkan ke karung.  Di Distrik Merauke, mereka mencari kepiting di Muara Kali Maro terutama Kelurahan Kamahedoga. Di Distrik Noukenjerai, mereka cari kepiting di Kali Torasi Kampung Kondo .

Menurut Clara Bisme, sebelum pondok kecil berdiri tempat  mereka menjajakan dagangannya,  para perempuan menggelar dagangan di tanah beralas karung  iapun berharap orang Papua membuka warung atau restoran kepiting sehingga pasar lebih terbuka.   Rafael Bisme, tokoh pemuda asal Suku Wiyagar, Kabupaten Mappi bilang, berhasil mengenyam pendidikan tinggi hasil menjual kepiting.   Hasil jual kepiting warga Merauke, walaupun mendapatkan dengan berenang lumpur tetapi cukup menggiurkan. Per kepiting Rp50.000.

Di wilayah selatan Papua, katanya, hutan mangrove cukup luas, sebagai habitat kepiting dan ikan.  Fransikus Suhono Suryo, Kepala Dinas Perikanan Merauke mengatakan, pernah ada kelompok pencari kepiting di Merauke, tetapi setop karena keterbatasan anggaran.    Fransikus Suryo berencana, menghidupkan lagi kelompok pencari kepiting itu agar ada pembinaan,     Di Distrik Merauke dan Distrik Noukenjerai sudah ada tapi terbentur anggaran. Mereka membentuk kelompok kepiting masing-masing 10 anggota  ”,  Ujar SiDin Fransikus S Suryo.

Ronny Tethool, dari WWF Indonesia wilayah selatan Papua mengatakan, potensi kepiting Merauke cukup tinggi. Sayangnya, habitat mereka terancam dengan pembukaan hutan bakau untuk pelabuhan perikanan, pelabuhan peti kemas, pemukiman penduduk, dan lain-lain.   Parah lagi, katanya, kebiasaan masyarakat Merauke masih membuang sampah plastik hingga kepiting dan biota lain kehilangan tempat hidup. Ancaman lain, penebangan mangrove untuk bikin bangunan atau rumah,      Juga penebangan hutan untuk pembangungan di Kota Merauke  ”,  Ujar SiDin  Ronny Tethool dengan Plabomoranya (Hebatnya).  (dr.Mongabay.07/07/2020).

Kepiting Bakau (Scylla serrata)

 

Kepiting Krustacea yang hidup di daerah Hutan Bakau.

Perempuan2 tangguh  Merauke pencari Kepiting Bakau.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LIMA PEMBUANGAN SAMPAH TERBESAR DI DUNIA, ADA BANTAR GEBANG !!

NusaNTaRa.Com       byBatiSKambinG,        R   a   b   u,    2   0      N   o   p   e   m   b   e   r      2   0   2  4     Tempat Pengelola...