NusaNTaRa.Com
byIrkaBPiranhA, R a b u, 0 3 J a n u a r i 2 0 2 4
Agnes Asiam, Perempuan Gigih pencari Kopiting Bakau di Merauke |
Agnes Asiam Sang pencari dan penjual Kepiting yang telah menetap di Merauke sejak
1972, ia melakoni pekerjaannya bersama
suaminya untuk menghidupkan keluarganya, Namun kini suaminya telah meninggal sehingga
ia harus mengerjakannya sendiri untuk menghidupkan keluarganya bersama ketiga
anaknya. Mengenakan topi sulaman khas
Papua berwarna coklat, ia sibuk jual
beli kepiting dengan seorang pembeli kepiting dengan rata-rata harga satu kepiting Rp50.000.
Perempuan Papua 62 tahun ini sehari-hari mencari kepiting
di hutan mangrove Merauke, “ Saat
itu, belum ada orang mencari kepiting, saya giat sekali mencari kepiting ”,
Ujar SiGaluH A Asiam dengan Soppengernya (Jumawanya). Setelah menyiapkan makanan untuk ketiga orang
anaknya dia akan menyiapkan peralatan
untuk mencari kepiting. Pukul 07.00
waktu Merauke, A Asiam bersama perempuan
lain menuju ke kapal motor temple atau perempuan lainnya menggunakan Pick Up
dengan biaya Rp200.000 per orang menuju Kampung
Kondo di perbatasan Indonesia-Papua New Guinea
dengan tujuan sama mencari
kepiting.
Warga di Jalan Sesate dan Gak dengan kehidupan sederhana
dengan sekitar 600 keluarda, perempuannya
banyak jadi pencari kepiting berjuang
menghidupi keluarga dengan rumah banyak semi permanen, ada juga gubuk
heratap seng dan berlantai tanah. Terpisah
dari rumah mereka, ada sebuah meja panjang dengan atap seng tempat untuk berjualan kepiting. Awal mulanya pondok berdiri karena Federikus Gebze, Bupati
Merauke, mau membangun pasar tradisional yang kemudian mereka tempati hingga
koni.
Clara Bisme perempuan poncari kepiting lainnya, berkata
setiap pagi mereka mencari dengan mengandalkan besi pengait bergagang
kayu mirip gancu yang mereka masuk dalam
lumpur atau lubang demi mencari lubang-lubang kepiting berada. Bila besi pengait mereka di gigit kepiting,
pengait itu segera mereka tarik keluar dari lubang yang tentunya membawa
kepiting keluar, Kepiting pun ditangkap
dengan posisi terbalik, lalu diikat tali rafiah atau tali akar pohon untuk
dibawah.
Elisabeth Fofid Lurah Bambu Pamali, Merauke |
Ada juga yang tangkap kepiting pakai pancing dengan
umpan seonggok daging ikan. Gancu dan
serok, dan karung bikinan mereka
sendiri, ketika kepiting memakan umpan, para
pempuan ini langsung menyerok dengan jaring kecil. Clara Bisme bilang, bila umpan termakan
kepiting biasa sulit lepas hingga mudah ditangkap ketika ditarik dan kemudian diambil dengan serok dimasukkan
ke karung. Di Distrik Merauke, mereka
mencari kepiting di Muara Kali Maro terutama Kelurahan Kamahedoga. Di Distrik
Noukenjerai, mereka cari kepiting di Kali Torasi Kampung Kondo .
Menurut Clara Bisme, sebelum pondok kecil berdiri
tempat mereka menjajakan dagangannya, para perempuan menggelar dagangan di tanah
beralas karung iapun berharap orang
Papua membuka warung atau restoran kepiting sehingga pasar lebih terbuka. Rafael Bisme, tokoh pemuda asal Suku
Wiyagar, Kabupaten Mappi bilang, berhasil mengenyam pendidikan tinggi hasil
menjual kepiting. Hasil jual kepiting
warga Merauke, walaupun mendapatkan dengan berenang lumpur tetapi cukup
menggiurkan. Per kepiting Rp50.000.
Di wilayah selatan Papua, katanya, hutan mangrove cukup
luas, sebagai habitat kepiting dan ikan.
Fransikus Suhono Suryo, Kepala Dinas Perikanan Merauke mengatakan,
pernah ada kelompok pencari kepiting di Merauke, tetapi setop karena
keterbatasan anggaran. Fransikus Suryo
berencana, menghidupkan lagi kelompok pencari kepiting itu agar ada
pembinaan, “ Di Distrik Merauke dan Distrik Noukenjerai
sudah ada tapi terbentur anggaran. Mereka membentuk kelompok kepiting
masing-masing 10 anggota ”, Ujar SiDin Fransikus S Suryo.
Ronny Tethool, dari WWF Indonesia wilayah selatan Papua mengatakan, potensi kepiting Merauke cukup tinggi. Sayangnya, habitat mereka terancam dengan pembukaan hutan bakau untuk pelabuhan perikanan, pelabuhan peti kemas, pemukiman penduduk, dan lain-lain. Parah lagi, katanya, kebiasaan masyarakat Merauke masih membuang sampah plastik hingga kepiting dan biota lain kehilangan tempat hidup. Ancaman lain, penebangan mangrove untuk bikin bangunan atau rumah, “ Juga penebangan hutan untuk pembangungan di Kota Merauke ”, Ujar SiDin Ronny Tethool dengan Plabomoranya (Hebatnya). (dr.Mongabay.07/07/2020).
Kepiting Bakau (Scylla serrata) |
Kepiting
Krustacea yang hidup di daerah Hutan Bakau.
Perempuan2
tangguh Merauke pencari Kepiting Bakau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar