NusaNTaRa.Com
byFarhaMTukirmaN, S e n i n, 1 4 A g u s t u s 2 0 2 3
Anara, anoa [Bubalus
depressicornis] yang lahir alami di Anoa Breeding Centre [ABC],
Balai
Penelitian dan Pengembangan LHK [BP2LHK] Manado, 8/11/2017.
Anoa
dalam bahasa latin Bubalus spp. atau yang sering
disebut kerbau kerdil Sulawesi, megafauna endemik Pulau Sulawesi yang mengalami penurunan jumlah Populasi. Penyebabnya, hutan yang merupakan habitatnya
dikonversi menjadi perkebunan, pertambangan, atau permukiman, serta perburuan ilegal
yang masih terjadi. Sehingga Anoa telah
masuk daftar satwa terancam punah
International Union for Conservation of Nature [IUCN] dan Appendix 1
berdasarkan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild
Fauna and Flora [CITES]. bermakna Anoa
selain dilindungi juga dilarang diperdagangkan. Di Indonesia, anoa termasuk
daftar satwa liar prioritas konservasi nasional.
Diketahui
satwa dan flora di Nusantara terpengaruh dari daratan Asia dan daratan Australia. Conservation Genetics Specialist WCS-Indonesia
Program, Dwi Sendi Priyono, menjelaskan sejarah
biogeografi anoa hingga pertama kali muncul di Sulawesi. Menurutnya, anoa mengalami insular dwarfisme,
yang berarti terjadi proses evolusi dan kondisi pada hewan yang mereduksi
ukuran tubuhnya. Pengurangan bentuk tubuh itu kebanyakan terjadi pada spesies
yang ada dikepulauan. Sehingga ada suatu gradasi ukuran tubuh satwa dari
mainland [daratan utama], Asia mulai dari kerbau air asia [Bubalus arnee]
hingga anoa di Sulawesi.
“ Jika dihubungkan sejarah biogeografis, ada dua hipotesis rute migrasi mamalia besar menuju Indonesia. Pertama, adalah land bridges melalui Myanmar, Thailand, atau Indochina. Kedua, adalah insular melewati Taiwan dan pulau-pulau di Fhilipina ”, Ungkap SiGaluH Dwi Sendi dalam diskusi virtual “Mengungkap Asal Usul Anoa Menggunakan Pendekatan Genetika”, Kamis [18 Juni 2020].
Dwi Sendi
mengambil sampel darah, bulu, dan feses anoa untuk diketahui DNA-nya. Dalam
penelitiannya, ia menggunakan total 50 dataset sekuens DNA anoa dan spesies
terdekat di Asia Tenggara, anoa masuk keluarga Bovidae dan genusnya adalah Bubalus. Hasilnya, Bubalus terdivergensi pada awal
zaman Pleistosen dan anoa terpisah pada 2,2 juta tahun silam. Sementara
penanggalan uranium fosil manusia di Sulawesi memperlihatkan, waktu okupasi
manusia di Sulawesi terjadi 200.000-100.000 tahun lalu, “ Okupasi
anoa di Sulawesi tampaknya tidak ada kaitan dengan migrasi manusia menuju
Sulawesi ”.
Taksonomi anoa terjadi perdebatan di kalangan peneliti, umumnya ada dua pengelompokan, yaitu anoa dataran rendah [Bubalus depressicornis] Rambut tipis hitam tanduk kerucut anoa gunung [Bubalus quarlesi] rambut tebal wol coklat cerah tanduk bulat Anoa dataran rendah habitatnya berada kurang dari 1.000 meter dpl, ukurannya relatif lebih besar; tinggi 60-100 cm dan berat kurang dari 300 kg, sementara Anoa gunung habitatnya lebih dari 1.000 meter dpl, tingginya kurang dari 75 cm dan berat kurang dari 150 kg.
Abdul Haris
Mustari, pengajar Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB, mengatakan berdasarkan studi keragaman
genetik, terdapat empat sub populasi anoa di Sulawesi. Keempatnya adalah sub
populasi Pulau Buton, sub populasi Sulawesi Tenggara, sub populasi Sulawesi
Tengah, dan sub populasi Sulawesi Utara. Anoa, kerbau air asia, dan tamaraw [Bubalus
mindorensis] masuk sub suku Bubalina, genus Bubalus. Evolusi
leluhur genus Bubalus diperkirakan dari Proamphibos di Siwaliks, Asia Selatan, era Pliosen 3,5–2,2 juta tahun lalu yang menurunkan Hemibos awal Pleistosen dan Bubalus tengah dan akhir Pleistosen.
Haris Mustari
dalam bukuna, “Ekologi, Prilaku dan
Konservasi Anoa” Desember 2019. Perjalanan panjang leluhur anoa yang
bermigrasi ke Sulawesi, berdaptasi dengan iklim dan lingkungan yang baru dan
sumber daya berupa makanan, air, dan tempat berlindung. Kondisi menyebabkan terjadi perubahan genetik
dan morfologi. Dalam adaptasi tersebut,
terjadi spesiasi baru yaitu melahirkan
spesies anoa seperti yang ada sekarang.
Haris
menjelaskan, bagaimana leluhur anoa mencapai Sulawesi masih diperdebatkan oleh
para ahli palaeo-ecology. Mengutip pendapat Groves [1976], Haris menyatakan,
leluhur anoa bermigrasi ke Sulawesi melalui “penyempitan” jalur laut yang
terdapat di antara Jawa dan Kalimantan serta Sulawesi. Sumatera, Jawa,
Kalimantan, dan Bali [Sundaic] yang merupakan bagian dari oriental, suatu
ketika pernah bersatu saat permukaan air laut turun dan terjadi glasiasi,
terbentuknya lapisan es tebal di kutub.
Anoa gunung (Bubalus quarlesi) |
Selama
periode penurunan air laut, terdapat beberapa pulau di bagian barat Majene di
Sulawesi Barat dan terbentuk Dangkalan Doangdoangan yang terletak di Selat
Makassar. Apabila air laut turun sekitar 100 meter dari kondisi saat ini, maka
akan terbuka suatu hamparan darat yang luas, yang hampir menghubungkan
Kalimantan bagian tenggara dan Sulawesi barat daya. Selain itu, di sepanjang
bagian utara Selat Makassar pada kedalaman 1.000 meter terdapat kontur bawah
laut di bagian timur Kalimantan yang bersesuaian dengan kontur bawah laut di
bagian barat Sulawesi.
Berdasarkan kontur bawah laut yang bersesuaian itu maka diperkirakan, Selat Makassar pada suatu ketika pernah mengalami penyempitan, Kalimantan dan Sulawesi pernah bersinggungan atau berdekatan. Kontur bawah laut yang bersesuaian itu oleh para ahli geologi disebut “Palau Laut Centre of Diastrofism” Kalimantan dan Sulawesi berdekatan, ketika ini diperkirakan, leluhur anoa menyeberang atau bermigrasi ke Sulawesi selama periode Kalimantan dan Sulawesi berdekatan atau k air laut surut dalam.
Anoa termasuk satwa yang dapat berenang, seperti yang terjadi di Teluk Kolono memiliki lebar 11-3 km dan kodalaman 20-40 m bagian selatan Sulawesi Tenggara. Teluk tersebut memisahkan tiga kawasan konservasi yang merupakan habitat penting anoa. Suaka Margasatwa Tanjung Amolengo, Tanjung Peropa, dan Tanjung Batikolo. Anoa pada masa itu dapat bertukar individu dari kawasan konservasi yang berbeda namun berdekatan. Mustari melaporkan, terdapat dua individu anoa yang tertangkap masyarakat ketika berenang di Teluk Kolono pada 1984 dan 1994, “ Apabila air laut turun 40 m sesungguhnya ketiga habitat anoa tersebut saling terhubung pada masa lampau, populasinya dipastikan dapat bertukar ”.
Penyebaran
populasi anoa dengan cara berenang dalam jarak relatif dekat antarpulau
kemungkinan juga dapat menjawab proses migrasi anoa secara alami dari daratan
Sulawesi Tenggara ke Pulau Buton. Laut yang memisahkan daratan di ujung selatan
Sulawesi Tenggara di Desa Amolengo dan Langgapulu dengan ujung utara Pulau
Buton di Desa Labuan Bajo, lebarnya hanya sekitar 8 mil [12,8 km], kedalamannya
tidak lebih 60 m. Apabila permukaan air laut turun sekitar 50 meter dari
kondisi sekarang, kedua pulau itu terhubung jalur darat yang memungkinkan dilintasi
anoa dan mamalia darat lain.
Namun sesungguhnya, kata Haris Mustari, keragaman spesies anoa lebih dari itu. Studi genetik anoa mendalam, lambat laun akan menyibaknya. “ Secara evolusi, kondisi ini memfasilitasi terjadinya keragaman morfologi dan genetik, bukan hanya pada anoa tetapi pada seluruh satwa Sulawesi, khususnya yang endemik ”. Leluhur anoa telah mengalami perjalanan evolusi panjang, rentang waktu jutaan tahun. Leluhur anoa berada pada kondisi lingkungan yang senantiasa berubah, akibat perubahan iklim, geologi, bentang alam, habitat, hutan, serta pegunungan.
Anoa
satwa Sulawesi migrasi dari daratan Asia.
Laut
antara pulau menyempit dangkal satwa
melintasinya.
Semoga Pemerintah dan masyarakat dapat bekerjasama melestarikan salah satu keragaman mahluk BUMI ini, ANOA
BalasHapus