NusaNTaRa.Com
byIrkaBPiranhA, K
a m i s, 1 5
J u n i 2
0 2 3
Foto Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dalam sidang uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diajukan pada 14 November 2022. |
Mahkamah Konstitusi, menetapkan Pemilu legislatif
yang diterapkan di Indonesia, sejauh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilu tidak diubah, tetap menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka
seperti yang telah diberlakukan sejak 2004,
" Menyatakan menolak permohonan
pemohon untuk seluruhnya ”, Ujar Ketua MK Anwar Usman didampingi tujuh
hakim konstitusi lain (minus Wahiduddin Adams), dalam sidang pembacaan putusan,
Kamis (15/6/2023). Bermakna Mahkamah
Konstitusi (MK) tidak mengabulkan gugatan untuk mengganti sistem pemilu legislatif
sebagaimana perkara nomor
114/PUU-XX/2022.
Mahkamah menyatakan, berdasarkan pertimbangan
terhadap implikasi dan implementasi sistem pileg daftar calon terbuka, serta
original intent dan penafsiran konstitusi, dalil-dalil para pemohon tidak
beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilu diajukan pada 14 November 2022. Gugatan yang teregistrasi dengan nomor
114/PPU/XX/2022 itu menggugat sejumlah pasal di UU Pemilu yang bertumpu pada
Pasal 168 ayat (2) tentang sistem pemilu legislatif proporsional daftar calon
terbuka.
Mahkamah Konstitusi
(MK) menegaskan bahwa konstitusi Indonesia tidak pernah mengatur jenis sistem
pemilu yang digunakan untuk menentukan anggota legislative, dalam riwayatnya, jenis sistem pemilu yang
diterapkan merupakan hasil rumusan pembentuk undang-undang. Hakim konstitusi Suhartoyo menjelaskan, dalam
memutus perkara gugatan terkait sistem pemilu legislatif yang menuai kontroversi
saat ini, MK sampai harus melacak akar sejarah dan original intent terkait
sistem pemilu di Indonesia.
Lewat gugatan tersebut, enam pemohon, yakni Demas
Brian Wicaksono yang merupakan kader PDI Perjuangan, lalu Yuwono Pintadi yang
merupakan kader Partai Nasdem, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono
Marijono, meminta MK mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi
proporsional tertutup. Adapun Pasal
168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 berbunyi,
“
Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota
dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka
”.
Para pemohon berpendapat, sistem pemilu
proporsional terbuka bertentangan dengan konstitusi. Sebab, Pasal 18 ayat (3)
dan Pasal 19 UUD 1945 menerangkan bahwa anggota DPR dan DPRD dipilih dalam
pemilu, di mana pesertanya adalah partai politik. Sementara itu, dengan sistem pemilu terbuka,
pemohon berpandangan, peran parpol menjadi terdistorsi dan dikesampingkan.
Sebab, calon anggota legislatif terpilih adalah yang mendapat suara terbanyak,
bukan yang ditentukan oleh partai politik.
Sistem tersebut dinilai menimbulkan persaingan
yang tidak sehat yang menitikberatkan pada aspek popularitas dan kekuatan modal
calon anggota legislative, sehingga
para pemohon yang mencalonkan sebagai anggota Legeslatip pada ada yang akan
dirugikan dengan system Pemilu proporsional terbuka.
“ Sehingga,
kader partai yang memiliki pengalaman berpartai dan berkualitas kalah bersaing
dengan calon yang hanya bermodal uang dan popularitas semata ”, Demikian argumen para pemohon dikutip dari
dokumen permohonan uji materi dan “ Apabila
sistem proporsional tertutup diterapkan, maka kader-kader yang sudah
berpengalaman di kepartaian memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi anggota
DPR dan DPRD meskipun tidak memiliki kekuatan modal dan popularitas ”, Lanjut
Ujar
pemohon.
Sorotan terhadap perkara ini mulai mencuat ketika
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari pada 29 Desember 2020 dulu mengomentari adanya
gugatan ini, yang belakangan ditafsirkan para elite politik sebagai bentuk
dukungan KPU RI atas pemilu legislatif sistem proporsional daftar calon
tertutup. Hasyim disanksi oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)
akibat komentar ini. Setelahnya,
ramai-ramai partai politik dan kadernya mengajukan diri sebagai pihak terkait.
Sedikitnya 17 pihak, mulai dari LSM, politikus, partai politik, dan perorangan,
terdaftar sebagai pihak terkait dalam perkara ini.
Polemik kembali timbul lagi setelah eks Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, mengeklaim mendapatkan informasi tepercaya bukan dari internal Mahkamah bahwa MK bakal memutuskan kembalinya sistem proporsional tertutup zaman Orde Baru. Sementara itu, dari sisi tahapan pemilu, sejauh ini KPU RI telah melangsungkan pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg) sejak 1 Mei 2023 menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka.
Pemilu
ajang keterlibatan rakyat dalam bernegara.
MK,
tetapkan Pemilu Legeslatif kesistem
Proporsional terbuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar