NusaNTaRa.Com
byLaSikUAgaY, S e n i n, 0 2 A
g u s
t u s 2 0 2 1
Sebuah
cuitan Viral di akun twitter
@Antonius061 milik Firman Syah Ali tentang
“Mati Corona Ala Madura”, Firman
S Ali dalam cuitannya menceritakan
kondisi Pamekasan tampak normal dalam status PPKM level 3, padahal pandemi
COVID-19 saat ini masih meningkat.
Cuitan itu pun ditanggapi oleh Satgas COVID-19 Jatim. Menurut satgas,
cuitan yang ditulis Firman itu menggambarkan jika edukasi COVID-19 terhadap
warga di Madura sangat diperlukan.
Kemenkes
menilai Cuitan
“Mati Corona ala Madura” viral di
jagat maya, sudah sepatutnya menjadi
tugas satgas COVID-19 daerah untuk
mengedukasi warga Madura. " Tentunya menjadi tugas satgas provinsi dan
kabupaten/kota untuk meningkatkan edukasi dan sosialisasi termasuk penerapan
prokes yang ketat, 3T dan vaksinasi sebagai bagian upaya bersama dalam
penanganan pandemi COVID-19 ", Ujar SiGaluH
Siti Nadia Tarmizi Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan
RI, Minggu (01/08/2021).
Menurutnya,
sebagian besar masyarakat perlu diedukasi karena masih menganggap COVID-19
sebagai hoax. " Kita ketahui masyarakat masih ada yang tidak
percaya adanya COVID-19 dikarenakan berita hoax ataupun tidak mendapatkan
informasi yang benar ", Ujar SiGaluH Siti Nadia Tarmizi, dan "
Ini penting jangan kita menjadi bahaya sebagai sumber penularan untuk
org lain/warga lainnya yang sudah berusaha mencegah tertular dari COVID-19 ",
Ujarnya mengakhiri dengan Soppenger (Jumawa).
Siti Nadia Tarmizi dari Kemenkes RI
" Benar saya yang menulis, saat saya isoman
beberapa waktu lalu di Pamekasan
", Ujar SiDin Firman Syah Ali, Minggu (01/08/2021).
Firman menjelaskan warga di Pamekasan tetap menjalankan aktivitas normal
selama PPKM level 3-4. Menurut Firman,
banyak hajatan yang digelar warga di Pamekasan,
" Paling banyak itu hajatan
luar biasa, ndak ada itu prokes juga, dan ya herannya gak ditegur. Meski begitu, warga itu sebenarnya percaya
Corona, tapi gak mau sampai selalu dipikir ",
Ujar SiDin Firman Syah Ali Laji.
Firman S Ali yang juga keponakan Mahfud Md ini menyebut akhir-akhir ini ada imbauan dari Ketua DPRD Pamekasan agar tidak mengumumkan kematian warga melalui Toa masjid, hal ini untuk menjaga kondisi psikis warga. Iapun menambahkan warga Madura juga belakangan ini teringat thaun, yakni sebuah kepercayaan warga lokal, jika ada seseorang yang mengetuk pintu tengah malam dan warga itu menjawab maka ajal akan menjemput.
Berikut isi lengkap cuitan
tersebut :
Akhir-akhir
ini banyak sekali orang meninggal dunia di Madura, diantara mereka ada saudara,
tetangga, teman sekolah bahkan mantan saya. Berita-berita kematian itu sebagian
saya dengar sendiri secara langsung melalui pengeras suara Masjid, sebagian
melalui cerita tamu selama saya menjalani Isolasi Mandiri, namun sebagian besar
saya baca di media sosial.
Selama
saya menjalani isolasi mandiri, saya sama sekali tidak keluar rumah, saya
berada di kompleks tanean lanjang Bani Hasyim Dusun Seccang, Desa Plakpak, Kecamatan
Pegantenan, Kab Pamekasan. Begitu saya selesai Isolasi Mandiri barulah saya
keluar rumah.
Firman Syah Ali |
Begitu
keluar rumah saya kaget melihat aktivitas warga normal seperti biasa, padahal
berita duka terus bertalu-talu dari ujung ke ujung. Pasar Blumbungan tetap
ramai bahkan macet, orang-orang santai ceria tanpa masker, tukang amal masjid
teriak-teriak dengan kalimat-kalimat yang lucu.
Belok
kiri ke arah Aeng Pennay saya jumpai banyak rombongan mantenan tanpa masker,
sebagian diantaranya naik pick up bak terbuka penuh sesak juga tanpa masker,
bergembira ria dalam rombongan mantenan sanak saudaranya itu. Saya main ke
rumah sepupu, dia baru datang dari tahlilan.
Saya
bertanya "sakit apa yang kamu
tahlili itu ? ", dengan santai dia
jawab "yaa sakit yang sekarang
ini". Buahahaha istilahnya bukan
corona kalau di Madura, tapi
"penyakit yang sekarang ini".
Mereka
ya tidak dilaporkan ke puskesmas, dimandikan biasa, disholati dan ditahlili
biasa, sehingga tidak masuk data resmi
korban Corona di Kabupaten setempat. Begitu usai tahlilan biasanya beberapa
tetangga dan keluarga almarhum menyusul meninggal dunia, namun tetap saja tidak disebut corona, mereka
disebut mati kena penyakit yang sekarang ini.
Bahkan
ada yang lebih ekstrim lagi, disebut mati sesak nafas, mati capo' cap (influenza) dan banyak
lagi istilah lainnya, yang intinya orang
madura menghindari istilah Corona yang dengan sendirinya menghindari protokol
Covid-19 terhadap jenazah keluarga/tetangganya.
Bahkan
yang terbaru di Pamekasan muncul tradisi baru, yaitu menghentikan siaran berita
duka melalui pengeras suara. Bahkan di
beberapa grup WA masyarakat Madura saya dimusuhi dan dimarahi ramai-ramai
gara-gara selalu posting berita duka, padahal
orang yang saya posting berita dukanya itu merupakan orang-orang yang mereka kenal
juga.
Akhirnya
saya berpikiran jangan-jangan ini cara orang madura untuk melindungi dirinya
dari serangan pembunuh imun. Mereka
tidak mau imun mereka runtuh terkapar gara-gara dengar nama corona, protokol
kesehatan dan berita duka. Mereka ingin
anggap itu semua tidak ada. Atau ini mungkin cara mencapai Herd Immunity alami
ala Madura ? Wallahu a'lam.
Ya
seperti dalam semua peristiwa lainnya, orang madura selalu punya cara sendiri. Saat
saya menulis artikel ini, saya sedang duduk santai di rumah sepupu sambil
mendengarkan musik dangdut dari tetangganya yang sedang hajatan mantenan.
Undangannya
banyak sekali, satupun tidak ada yang mengenakan masker dan jaga jarak. Padahal
baru saja tetangga shohibul hajat meninggal dunia akibat "penyakit sesak nafas" atau "panyaket se sateyah”. Dan itu terjadi dimana-mana bukan hanya di
dekat rumah sepupu saya ini.
Covid-19
kematian bagi masyarakat,
MATI
ALA MADURA karna kurangnya edukasi masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar