NusanTaRa.Com
byDannYAsmorO, 30/04/2020
Hari
itu tanggal 16 Agustus 1999, Asmawi Syam
sebenarnya memperoleh hadiah ulang tahun ke-44 yang sangat spesial, yakni memperoleh Surat Keputusan (SK) sebagai
Pemimpin BRI Wilayah Denpasar yang membawahi Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat
(NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Timor Timur (Timtim). Malam harinya, karyawan BRI di Denpasar
sudah merancang acara pesta ulang tahun sekaligus syukuran bagi pria kelahiran
Watansoppeng 16 Agustus 1955 ini. Namun,
Asmawi menolak. Entah mengapa tiba-tiba
saja pikirannya justru terasa berada di tempat lain dan Pagi hari itu
dia ingin langsung berangkat ke Timor Timur yang sedang bergolak.
Bahkan
Asmawi sering menyaksikan di TV berita-berita terjadinya aksi
pembunuhan yang terjadi konflik pasca jajak pendapat 30 Agustus 1999, yang kemudian dimenangkan
secara curang oleh pro-kemerdekaan 78,50 % suara dan membuat banyak perusahaan hengkang
dari provinsi termuda Indonesia itu serta banyak kantor ditutup terlebih kantor pemerintahan Indonesia yang
tidak dibutuhkan. Radio Republik Indonesia (RRI) Dili yang saya
pantau memperdengarkan instrumen penutup siaran yang sangat mengharukan sebagai
penanda radio pemerintah itu pamit dari daerah bekas jajahan Portugis yang
dianeksasi oleh Indonesia pada tahun 1975 tersebut.
Asmawi
sempat gamang. Pasalnya, BRI Dili yang kini
di bawah kendalinya harus tetap di Dili. Agar gaji TNI dan Polri dibayar melalui
bank yang sudah berusia lebih dari satu abad ini dan bank ini harus melayani masyarakat hingga di
pelosok desa. Tidak ada pilihan lain,
dia memantapkan hati tetap terbang ke Timor Timur, meski beberapa pihak
menyarankan agar dia membatalkan rencananya karena situasi sangat tidak
kondusif. Kepada
mereka yang memberi saran itu, Asmawi menangkis dengan membentangkan sebuah
analogi dengan mengatakan bahwa dia memiliki empat orang anak (provinsi), yang satu sedang ulang tahun (Bali), satu lagi perlu dihibur karena tidak lulus
tes masuk perguruan tinggi favoritnya (NTB),
satunya lagi sedang sakit dan demam di kamar (NTT) dan terakhir sedang
sakit parah dan dirawat dalam ruang ICU rumah sakit (Timor Timur).
“ Sebagai orang tua, tentu saya harus
memprioritaskan menjenguk dan mendampingi anak yang tengah sakit parah di dalam
ruang ICU. Timor Timur itulah anak yang sedang dalam keadaan kritis ”,
Ujar SiDin Asmawi. Walaupun sudah menyatakan tekadnya tetap ke
Timor Timur, seorang karyawan BRI Kanwil Denpasar mencoba mengurungkan niat
Asmawi dengan menginformasikan bahwa
seorang karyawan BRI Cabang Timor Timur baru saja ditebas dengan parang dan
dirampok pada saat mengawal uang tunai dari kantor cabang BRI ke kantor BRI
Unit, “
Suasananya begitu mencekam ”, karyawan itu menambahkan, berharap informasi
itu dapat menciutkan nyali Asmawi mengunjungi Timor Timur.
Alih-alih
mengurungkan niatnya berangkat, informasi tersebut malah kian membulatkan tekad
Asmawi segera terbang ke sana. “ Saya ingin bertemu dengan anak-anak saya di
BRI Timor Timur, menguatkan mental mereka dalam melewati masa-masa sulit itu
bersama mereka ”, Ujar SiDin Asmawi pada
halaman 89 bukunya yang diterbitkan Balai Pustaka September 2019 itu.
Setelah
memutuskan tetap ke Timor Timur, Asmawi bertanya kepada staf dan karyawan di
Denpasar, adakah gerangannya di antara mereka yang bersedia mendampinginya ke
sana, sejenak suasana hening dan tak
seorang bersuara seakan semuanya tampak
dalam kegamangan dan saling pandang. “ Tidak
ada yang mau menemani, tidak apa-apa. Saya akan berangkat sendirian ”, Ujar SiDin
Asmawi menambahkan lagi dan ternyata memicu I Putu
Sugiana dari bagian protokol bersedia ikut terbang bersamanya ke Timor Timur. Setiba
Asmawi dan stafnya di Kota Dili hari itu kota yang tak menentu dan tidak
satupun hotel tersedia, saling
kecurigaan sesama akan mana yang pro-intergrasi dan mana pula yang pro-kemerdekaan atau kawan dan lawan yang mana membuat situasi semakin
mencekam.
Asmawi
dan teman seperjalanannya akhirnya menginap pada salah satu rumah kosong dengan
perabotan yang amburadul ditinggalkan pemiliknya yang sudah eksodus
menyelamatkan jiwanya, ya, siapa yang
mau tinggal di daerah dengan situasi yang sedang panas-panasnya. Pada hari kedua kedatangannya di Kota Dili,
Asmawi mengumpulkan seluruh karyawan BRI
sekitar 45 orang, kemudian dia
memperkenalkan diri sebagai pejabat baru dan baru saja melakukan serah terima –
bahkan belum sempat bekerja di Denpasar – langsung datang menemui mereka.
“ Apa keinginan kalian ? ”, Ujar SiDin Asmawi bertanya, “ Kami
ingin keluar dari Timor Timur, terutama yang bukan penduduk asli ”, Ujar mereka kompak menjawab. Mereka
juga menyampaikan kalau dua orang temannya baru saja kehilangan lengan karena
ditebas saat mengantarkan “ uang cash ”
dari kantor cabang ke kantor unit dan kejdian begini sering terjaadi saat itu. Asmawi
menghela napas panjang dan memahami ketakutan mereka. Ya, sesuatu yang sangat
manusiawi. Namun Asmawi harus tetap menjaga suasana batin mereka karena lembaga
keuangan ini memiliki tanggung jawab menyalurkan gaji untuk pasukan TNI/Polri
yang tengah berjuang menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
Ketika
itu terngiang di ingatan Asmawi pertanyaan Mayor Jenderal TNI Adam Damiri, Panglima
Kodam IX Udayana, “ Kalau BRI tinggalkan Timor Timur gaji tentara
bagaimana pembayarannya ? ”. “ Kalau kalian mau pulang, silakan. Saya akan
tetap di sini ”, Ujar Asmawi dengan tegas memecah keheningan yang
membuat semuanya terdiam dalam kecamuk pikirannya masing-masing. “ Saya
ini berkantor di Denpasar, tidak harus datang ke sini hari ini. Sedangkan tugas
kalian semua memang di sini. Tetapi saya tidak bisa memaksa. Kalau ada yang
ingin pulang, silakan. Biar saya tetap di sini
”, imbuh karateka yang sukses
memimpin misi peluncuran BRIsat, ” satellite banking ” pertama di dunia di
Kourou, Perancis bersama Arianespace tahun 2015 tersebut.
Asmawi
siang hari berada di Dili saat ketegangan sedang memuncak, berkendaraan sedan Toyota Corolla (bukan Corona, he..he.) warna merah marun dan menyaksikan truk-truk
mengangkut milisi bersenjata hilir mudik dengan menembakkan senjatanya secara liar ke udara
menambah ketegangan. Bagi
Asmawi yang baru pertama kali “ terdampar
” di palagan konflik, mendengar senapan serbu menyalak kencang sempat membuat
nyalinya tergoncang. Ya, lumrah saja. Tidak
diharap, ada saja peluru yang tidak punya mata itu nyasar, bisa pulang tinggal nama. Kota Dili dipenuhi wajah-wajah sangar
disertai teriakan garang, Asmawi memantapkan hatinya dan tidak lama ia bisa beradaptasi dan keesokannya senapan serbu terasa tidak
menakutkannya lagi. Asmawi mendapat cerita
dari beberapa warga Timor Timur yang bekerja di BRI, sebagai warga lokal,
mereka juga sering didatangi milisi bersenjata, bergantian dari kelompok
pro-integrasi dan pro-kemerdekaan ditanya pro mana ?, tentu saja, tanpa ragu mereka menjawab mendukung milisi sesuai dengan milisi yang bertanya agar
aman, tapi mereka tidak hanya membutuhkan jawaban saja mereka butuh bukti dukungan
itu dengan meminta memberikan bantuan dan saat tidak mampu memberikan bantuan,
mereka dianggap berseberangan, Mereka pun diteror.
Asmawi melihat wajah-wajah
mereka kian tegang, meski mulai ada keberanian tersirat di balik sorot matanya. “
Siapa yang mau pulang, silakan angkat tangan ”, Ujar
Asmawi bertanya dan ternyata tidak seorang pun yang menunjuk jari. Sebagai seorang pimpinan, Asmawi terus
memompakan semangat kepada para karyawan BRI, meski di hati juga tebersit
kekhawatiran. “ Bagaimana nanti Indonesia yang kalah dalam
referendum dan Timor Timur merdeka ? Nasib para karyawan BRI, terutama yang berasal
dari Timor Timur akan dipindahkan ke mana ? ”, Ujar mereka bertanya. “ Silakan
masing-masing ambil kertas dan ballpoin. Tuliskan ke kantor dan kota mana Anda
ingin dipindahkan jika referendum dimenangkan kelompok pro-kemerdekaan ”, Titah
Asmawi yang mengistilahkan langkahnya ini sebagai “contingency plan”, “problem
solving” (mengatasi permasalahan) sebelum terjadi problem.
Para
karyawan pun masing-masing menuliskan di kertas alamat asalnya, daerah kepindahanya
dan alasan kepindahan mereka yang hampir sama “ karena harus meninggalkan
TimorTimur “. Setelah dikumpulkan lalu
ditandatangani, “Simpan kertas ini. Inilah surat keputusan
(SK) kepindahan Anda kelak ”, titah Asmawi dan
melihat ada wajah keraguan,
apakah Asmawi punya kewenangan untuk itu.
Atas keraguan itu Asmawi mengontak Djokosantoso Moeljono, Dirut BRI, Asmawi meminta dengan kondisi kritis saat itu diberi mandat bisa bertindak atas nama dirut di wilayah
Timor Timur untuk mengambil keputusan tanpa harus menunggu kebijakan Jukarta . “ Asmawi,
saya kasih saudara mandat itu. Boleh bertindak atas nama Dirut. Ambil langkah
terbaik ”, Ujar SiDin Djokosantoso Moeljono, keputusan tersebut
memberikan semangat bagi Asmawi dan karyawan menhadapi situasi krisis
tersebut.
Ketika
buku ini ditulis, Asmawi meluangkan waktu mengonfirmasi keputusan Djokosantoso
Moeljono itu. Apakah keputusan dilakukan sendiri selaku Dirut BRI. “ Saya
putuskan sendiri ”, dia menjawab. Keputusan
tersebut pernah dikonfirmasikan Asmawi pada Djokosantoso Moeljono, dan ia menjawab “
Saya putuskan sendiri selaku Dirut BRI “. “ Mengapa keputusan itu tidak diambil melalui
rapat direksi ? ”, Ujar Asmawi. “ Dalam
situasi yang sangat mendesak, seorang pemimpin tertinggi harus mampu mengambil
keputusan yang terbaik untuk lembaganya. Itulah “ fire fighting decision ”. Sesuai prosedur, saya menyampaikan keputusan
tersebut dalam rapat untuk dicatat ”,
Ujar SiDin Djokosantoso yang ternyata menarik perhatian mantan Ketua Senat
Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unhas.
Kisah
ini di cuplik dari tulisan dalam buku berjudul “Leadership in Practice” bersampul
hitam, buah karya duet penulis seorang
praktisi, Asmawi Syam dan teoreritisi, Rhenald Kasali, Buku pertama kali diluncurkan di salah satu hotel
di Jakarta 8 Oktober 2019, di hadiri
Penulis M Dahlan Abubakar sekaligus Dosen Jurnalistik di Unhas, yang
kemudian menyimak dan meringkas menjadi
tulisan ini (27/04/2020, di Laman FBnya) bertajok “ Lelaki Bugis di Palagan Konflik “ seperti tulisan ini.
(Foto ini diambil 9 September 2014, saat Asmawi Syam dengan pimpinan BRI Makassar di Bandara Hasanuddin mendampingi Pak Jusuf Kalla ketika terpilih wakil presiden). |
Pemimpin
kuat berasas benar,
Asmawi
Syam pemimpin ditengah konflik Timor Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar