Jumat, 01 Mei 2020

SEKILAS, LELAKI BUGIS SOPPENG DI PALAGAN KONFLIK.


NusanTaRa.Com
byDannYAsmorO,       30/04/2020
Asmawi Syam kepala BRI Wilayah Denpasar (Bali, NTB, NTT dan Timor Timur) tahun 1999
Hari itu tanggal 16 Agustus 1999,  Asmawi Syam sebenarnya memperoleh hadiah ulang tahun ke-44 yang sangat spesial,  yakni  memperoleh Surat Keputusan (SK) sebagai Pemimpin BRI Wilayah Denpasar yang membawahi Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Timor Timur (Timtim).   Malam harinya, karyawan BRI di Denpasar sudah merancang acara pesta ulang tahun sekaligus syukuran bagi pria kelahiran Watansoppeng 16 Agustus 1955 ini.   Namun, Asmawi menolak.  Entah mengapa tiba-tiba saja pikirannya justru terasa berada di tempat lain dan  Pagi hari itu  dia ingin langsung berangkat ke Timor Timur yang sedang bergolak.

Bahkan Asmawi sering menyaksikan  di TV  berita-berita  terjadinya   aksi pembunuhan yang terjadi konflik pasca jajak pendapat 30 Agustus 1999,  yang kemudian dimenangkan secara curang oleh pro-kemerdekaan 78,50 % suara  dan  membuat banyak perusahaan hengkang dari provinsi termuda Indonesia itu  serta banyak kantor  ditutup terlebih kantor pemerintahan Indonesia yang tidak dibutuhkan.   Radio Republik Indonesia (RRI) Dili yang saya pantau memperdengarkan instrumen penutup siaran yang sangat mengharukan sebagai penanda radio pemerintah itu pamit dari daerah bekas jajahan Portugis yang dianeksasi oleh Indonesia pada tahun 1975 tersebut.

Asmawi sempat gamang.  Pasalnya, BRI Dili yang kini di bawah kendalinya harus tetap di Dili.   Agar gaji TNI dan Polri dibayar melalui bank yang sudah berusia lebih dari satu abad ini  dan  bank ini harus melayani masyarakat hingga di pelosok desa.   Tidak ada pilihan lain, dia memantapkan hati tetap terbang ke Timor Timur, meski beberapa pihak menyarankan agar dia membatalkan rencananya karena situasi sangat tidak kondusif.   Kepada mereka yang memberi saran itu, Asmawi menangkis dengan membentangkan sebuah analogi dengan mengatakan bahwa dia memiliki empat orang anak (provinsi),  yang satu sedang ulang tahun (Bali),  satu lagi perlu dihibur karena tidak lulus tes masuk perguruan tinggi favoritnya (NTB),   satunya lagi sedang sakit dan demam di kamar (NTT) dan terakhir sedang sakit parah dan dirawat dalam ruang ICU rumah sakit (Timor Timur).

  Sebagai orang tua, tentu saya harus memprioritaskan menjenguk dan mendampingi anak yang tengah sakit parah di dalam ruang ICU. Timor Timur itulah anak yang sedang dalam keadaan kritis  ”,   Ujar SiDin  Asmawi.   Walaupun sudah menyatakan tekadnya tetap ke Timor Timur, seorang karyawan BRI Kanwil Denpasar mencoba mengurungkan niat Asmawi   dengan menginformasikan   bahwa seorang karyawan BRI Cabang Timor Timur baru saja ditebas dengan parang dan dirampok pada saat mengawal uang tunai dari kantor cabang BRI ke kantor BRI Unit,    Suasananya begitu mencekam  ”,  karyawan itu menambahkan, berharap informasi itu dapat menciutkan nyali Asmawi mengunjungi Timor Timur.

Alih-alih mengurungkan niatnya berangkat, informasi tersebut malah kian membulatkan tekad Asmawi segera terbang ke sana.    Saya ingin bertemu dengan anak-anak saya di BRI Timor Timur, menguatkan mental mereka dalam melewati masa-masa sulit itu bersama mereka  ”, Ujar SiDin Asmawi pada halaman 89 bukunya yang diterbitkan Balai Pustaka September 2019 itu.

Setelah memutuskan tetap ke Timor Timur, Asmawi bertanya kepada staf dan karyawan di Denpasar, adakah gerangannya di antara mereka yang bersedia mendampinginya ke sana,  sejenak suasana hening dan tak seorang bersuara seakan semuanya  tampak dalam  kegamangan  dan saling pandang.     Tidak ada yang mau menemani, tidak apa-apa. Saya akan berangkat sendirian  ”, Ujar SiDin   Asmawi  menambahkan lagi dan ternyata memicu I Putu Sugiana dari bagian protokol bersedia ikut terbang bersamanya ke Timor Timur.  Setiba  Asmawi dan stafnya di Kota Dili hari itu kota yang tak menentu dan tidak satupun hotel  tersedia, saling kecurigaan sesama akan mana yang pro-intergrasi dan mana pula yang pro-kemerdekaan  atau kawan dan  lawan yang mana membuat situasi semakin mencekam.    

Asmawi dan teman seperjalanannya akhirnya menginap pada salah satu rumah kosong dengan perabotan yang amburadul ditinggalkan pemiliknya yang sudah eksodus menyelamatkan jiwanya,   ya, siapa yang mau tinggal di daerah dengan situasi yang sedang panas-panasnya.   Pada hari kedua kedatangannya di Kota Dili, Asmawi mengumpulkan seluruh karyawan BRI  sekitar 45 orang,  kemudian dia memperkenalkan diri sebagai pejabat baru dan baru saja melakukan serah terima – bahkan belum sempat bekerja di Denpasar – langsung datang menemui mereka.

  Apa keinginan kalian ?  ”, Ujar SiDin Asmawi bertanya,     Kami ingin keluar dari Timor Timur, terutama yang bukan penduduk asli  ”, Ujar mereka kompak menjawab.   Mereka juga menyampaikan kalau dua orang temannya baru saja kehilangan lengan karena ditebas saat mengantarkan  “ uang cash ” dari kantor cabang ke kantor unit dan kejdian begini sering terjaadi saat itu.   Asmawi menghela napas panjang dan memahami ketakutan mereka. Ya, sesuatu yang sangat manusiawi. Namun Asmawi harus tetap menjaga suasana batin mereka karena lembaga keuangan ini memiliki tanggung jawab menyalurkan gaji untuk pasukan TNI/Polri yang tengah berjuang menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Ketika itu terngiang di ingatan Asmawi  pertanyaan Mayor Jenderal TNI Adam Damiri, Panglima Kodam IX Udayana,    Kalau BRI tinggalkan Timor Timur gaji tentara bagaimana pembayarannya ? ”.     Kalau kalian mau pulang, silakan. Saya akan tetap di sini  ”, Ujar  Asmawi dengan tegas memecah keheningan yang membuat semuanya terdiam dalam kecamuk pikirannya masing-masing.     Saya ini berkantor di Denpasar, tidak harus datang ke sini hari ini. Sedangkan tugas kalian semua memang di sini. Tetapi saya tidak bisa memaksa. Kalau ada yang ingin pulang, silakan. Biar saya tetap di sini  ”,  imbuh karateka yang sukses memimpin misi peluncuran BRIsat, ” satellite banking ” pertama di dunia di Kourou, Perancis bersama Arianespace tahun 2015 tersebut.

Asmawi  siang hari berada di Dili saat ketegangan sedang memuncak,  berkendaraan  sedan Toyota Corolla (bukan Corona, he..he.)  warna merah marun  dan menyaksikan truk-truk mengangkut milisi bersenjata  hilir mudik  dengan  menembakkan senjatanya secara liar ke udara menambah ketegangan.   Bagi Asmawi yang baru pertama kali  “ terdampar ” di palagan konflik, mendengar senapan serbu menyalak kencang sempat membuat nyalinya tergoncang.  Ya, lumrah saja.  Tidak diharap, ada saja peluru yang tidak punya mata itu nyasar, bisa pulang tinggal nama.   Kota Dili dipenuhi wajah-wajah sangar disertai teriakan garang,  Asmawi  memantapkan hatinya dan tidak lama ia bisa beradaptasi  dan  keesokannya  senapan serbu  terasa tidak menakutkannya lagi.   Asmawi mendapat cerita dari beberapa warga Timor Timur yang bekerja di BRI, sebagai warga lokal, mereka juga sering didatangi milisi bersenjata, bergantian dari kelompok pro-integrasi dan pro-kemerdekaan ditanya pro mana ?,  tentu saja,  tanpa ragu mereka menjawab mendukung  milisi sesuai dengan milisi yang bertanya agar aman, tapi mereka tidak hanya membutuhkan jawaban saja mereka butuh bukti dukungan itu dengan  meminta memberikan bantuan dan  saat tidak mampu memberikan bantuan, mereka dianggap berseberangan, Mereka pun diteror.    

Asmawi melihat wajah-wajah mereka kian tegang, meski mulai ada keberanian tersirat di balik sorot matanya.    Siapa yang mau pulang, silakan angkat tangan  ”, Ujar  Asmawi bertanya dan ternyata tidak seorang pun yang menunjuk jari.   Sebagai seorang pimpinan, Asmawi terus memompakan semangat kepada para karyawan BRI, meski di hati juga tebersit kekhawatiran.    Bagaimana nanti Indonesia yang kalah dalam referendum dan Timor Timur merdeka ?  Nasib para karyawan BRI, terutama yang berasal dari Timor Timur akan dipindahkan ke mana  ?  ”,  Ujar mereka bertanya.     Silakan masing-masing ambil kertas dan ballpoin. Tuliskan ke kantor dan kota mana Anda ingin dipindahkan jika referendum dimenangkan kelompok pro-kemerdekaan  ”,  Titah Asmawi yang mengistilahkan langkahnya ini sebagai “contingency plan”, “problem solving” (mengatasi permasalahan) sebelum terjadi problem.

Para karyawan pun masing-masing  menuliskan  di kertas alamat asalnya, daerah kepindahanya dan alasan kepindahan mereka yang hampir sama “ karena harus meninggalkan TimorTimur “.   Setelah dikumpulkan lalu ditandatangani,      “Simpan kertas ini. Inilah surat keputusan (SK) kepindahan Anda kelak  ”,  titah Asmawi  dan  melihat ada wajah  keraguan, apakah Asmawi punya kewenangan untuk itu.    Atas keraguan itu Asmawi mengontak Djokosantoso Moeljono, Dirut BRI,  Asmawi meminta dengan kondisi kritis saat itu  diberi mandat  bisa bertindak atas nama dirut di wilayah Timor Timur untuk mengambil keputusan tanpa harus menunggu kebijakan Jukarta .     Asmawi, saya kasih saudara mandat itu. Boleh bertindak atas nama Dirut. Ambil langkah terbaik  ”,  Ujar SiDin  Djokosantoso Moeljono, keputusan tersebut memberikan semangat bagi Asmawi dan karyawan menhadapi situasi krisis tersebut.  

Ketika buku ini ditulis, Asmawi meluangkan waktu mengonfirmasi keputusan Djokosantoso Moeljono itu. Apakah keputusan dilakukan sendiri selaku Dirut BRI.  “  Saya putuskan sendiri ”,  dia menjawab.   Keputusan tersebut pernah dikonfirmasikan Asmawi  pada Djokosantoso Moeljono, dan ia menjawab “ Saya putuskan sendiri  selaku Dirut BRI “.     Mengapa keputusan itu tidak diambil melalui rapat direksi  ?  ”,   Ujar Asmawi.     Dalam situasi yang sangat mendesak, seorang pemimpin tertinggi harus mampu mengambil keputusan yang terbaik untuk lembaganya.  Itulah  “ fire fighting decision ”.   Sesuai prosedur, saya menyampaikan keputusan tersebut dalam rapat untuk dicatat  ”, Ujar SiDin Djokosantoso yang ternyata menarik perhatian mantan Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unhas.

Kisah ini di cuplik dari tulisan dalam buku berjudul  “Leadership in Practice”   bersampul hitam,  buah karya duet penulis seorang praktisi, Asmawi Syam dan teoreritisi, Rhenald Kasali,   Buku pertama kali diluncurkan di salah satu hotel di Jakarta 8 Oktober 2019, di hadiri  Penulis M Dahlan Abubakar sekaligus Dosen Jurnalistik di Unhas, yang kemudian menyimak dan meringkas  menjadi tulisan  ini (27/04/2020, di Laman FBnya) bertajok    Lelaki Bugis di Palagan Konflik  “    seperti tulisan ini. 

(Foto ini diambil 9 September 2014, saat Asmawi Syam dengan pimpinan BRI Makassar di Bandara Hasanuddin  mendampingi Pak Jusuf Kalla  ketika terpilih wakil presiden).

Pemimpin kuat berasas  benar,  

Asmawi Syam pemimpin ditengah konflik Timor Timur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LIMA PEMBUANGAN SAMPAH TERBESAR DI DUNIA, ADA BANTAR GEBANG !!

NusaNTaRa.Com       byBatiSKambinG,        R   a   b   u,    2   0      N   o   p   e   m   b   e   r      2   0   2  4     Tempat Pengelola...