NusanTaRa.Com
byRaisALembuduT, 002/05/2020
Remdesivir produk FDA USA Harapan obat Corona. |
Badan
Kesehatan Dunia (WHO) sejak Januari hingga 1 Mei 2020 mengungkapkan kasus
Covid-19 mencapai 3 juta lebih dan 217.769 orang meninggal dunia, penyakit ini telah menyebar luas dibumi tanpa
ada obat yang khusus dan ini membuat kekhawatiran manusia. Para pakar medis di Amerika Serikat saat ini
sedang menguji coba obat yang
diperkirakan dapat merawat pasien Covid-19,
digadang akan segera mendapat
izin edar dari Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat. Restu FDA dan lembaga serupa di dunia lainnya, sangat
penting sebelum ia diproduksi dan digunakan secara masal.
Ketiadaan
obat atau vaksin yang dapat menyembuhkan penyakit Corona secara pastinya saat
ini, merupakan penyakit baru yang mewabah dan kecepatan mewabah penyakit ini membuat keresahan
masyarakat dunia. Bayangkan hanya dalam
empat bulan ia sudah dapat merambah hampir ½ permukaan bumi dan mewabah di 146
negara. Meski demikian ada beberapa
negara yang telah berada dalam tahap penyempurnaan obat atau vaksin yang
digunakan dalam mengatasi epidemi Corona tersebut seperti Indonesia, Amerika
Serikat, China negara awal merebaknya virus ini dan dalam beberapa bulan akan
digunakan jika sukses.
Penemuan
akan obat tersebut oleh beberapa negara
setidaknya sebuah cahaya dikegelapan untuk mengakhiri keganasan Corona. Lembaga pemerintah AS pada Rabu (29/4/2020)
lalu merilis hasil studi terhadap obat bernama remdesivir, obat buatan tersebut Gilead Sciences Inc
dapat mempecepat pemulihan kondisi pasien Covied-19 (11 hari) sedang tanpa remdesivir (15hari)
atau 31 persen lobih copat dan ddianggap cukup efektip buat penyembuahn
Covid-19. National Institute of Allergy and Infectious
Diseases yang diketuai Dr. Anthony Fauci, mengumumkan temuan hasil studi tersebut
terhadap ribuan pasien.
Gilead
Sciences, Inc. adalah lembaga riset bio-farmasi dengan misi menemukan perawatan
yang jitu dan sederhana untuk penyakit-pengancam-jiwa di dunia. Pusat
operasinya di Foster City, California, AS, tetapi punya perwakilan di 35
negara. “ Banyak studi yang berjalan bersamaan membantu
kami menemukan jawaban, apakah remdesivir aman dan efektif untuk melawan
Covid-19 ”, Ujar Merdad Parsey, Chief Medical Officer
dari Gilead Sciences.
“ Meski angkanya 'hanya' 31 persen, tidak
sampai 100 persen, capaian ini sangat penting sebagai proof of concept ”, Ujar SiDin Fauci dan “ Temuan ini membuktikan bahwa ada obat yang
bisa mengadang si virus (SARS-Cov-2) ”,
Ujarnya dalam Scientific American.
Gilead Sciences Inc. mengumumkan
hasil uji klinis tahap ketiga berkaitan dengan penggunaan remdesivir terhadap
pasien Covid-19, menunjukkan bahwa
pasien yang diberi remdesivir selama 10 hari, kondisinya membaik dalam 11 hari
dan saat dicoba dengan masa pengobatan 5
hari, kondisinya membaik dalam 10 hari. Rupanya, remdesivir mampu mempercepat
penyembuhan pasien yang kondisinya cukup parah.
Indonesia
sebagai negara dengan Epidemi Corona cukup besar tak mau ketinggalan menemukan
Vaksin Covid-19 demi menyelamatkan warganya,
Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin mengatakan dua perusahaan BUMN
sudah bisa memproduksi obat-obatan yang digunakan untuk perawatan pasien
terjangkit Covid-19. Perusahaan
Indofarma dan Kimia Farma membuat tiga jenis obat yakni antiviral, antibiotik
dan antiinflamasi. " Ketiga obat itu sudah bisa diproduksi
Indofarma dan Kimia Farma ", Ujar
SiDin Budi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Gabungan Komisi VI, VII dan Komisi
IX secara virtual, Jakarta, Selasa (5/5).
Oseltamivir
jenis Obat antiviral yang sudah diproduksi perusahaan, Budi mengaku dalam produksi obat, perusahaan
BUMN mengalami kesulitan bahan baku yang masih impor dari India dan China. Mengatasi kendala tersebut pihak BUMN telah
menyewa pesawat Garuda Indonesia untuk membawa bahan oseltamivir, sehingga obat itu sudah cukup diproduksi
Kimia Farma dan Indofarma. Perusahaan
BUMN Farmasi juga sudah memproduksi chloroquine dan azithromycin yang merupakan
obat antibiotik dan antiinflamasi dalam jumlah yang cukup dan sudah siap
distribusikan ke seluruh RS Indonesia.
BUMN
juga bekerjasama dengan LBM Eijkman dan lembaga riset perguruan tinggi untuk
bisa berpartisipasi baik ditataran lokal maupun internasional. Pada tataran
internasional Bio Farma sudah masuk dalam grup solitaire WHO. Dalam kerjasama ini Bio Farma sudah bisa
melakukan clinical trial untuk vaksin Covid-19. Kerja sama juga dilakukan
dengan Sinovac, sebuah perusahaan Bioteknologi dari China yang pertama kali
bergerak menghadapi virus Covid-19,
" Kami juga sudah aktif di
organisasi dunia mengenai epidemic innovation yang bergerak di bidang
vaksin ", Ujar SiDin Budi Gunadi dengan Plabomoranya
(hebatnya).
BUMN
tersebut berkoorrdinasi dengan lembaga penelitian mikrobiologi perguruan tinggi, balitbangkes dan LBM
Eijman, prosesnya sudah sampai pada
tahap tahap uji klinis terakhir. Tahap
ini dilakukan bersama RS Angkatan Darat, Eijkman dan Bio Farma. Jika hal ini sudah
lulus uji bisa, maka bisa segera digunakan untuk pasien terjangkit, " Apabila uji clinical sudah lulus dan izin dari
Kemenkes untuk bisa segera mengimplementasikan terapi plasma konvalesen ",
Ujar SiDin menambahkan.
Remdesivir
buatan Gilead USA sebenarnya telah dikembangkan sejak 2009
ketika dirancang mengatasi hepatitis C (HCV) dan virus yang menyerang
organ pernafasan (RSV). Pengembanganpun dilanjutkan tahun 2014 saat Ebola
mewabah di Afrika Barat. Gilead yakin
akan obat ini mengatasi Covid-19 lalu
bekerjasama dengan Pemerinth AS untuk menguji
coba Remdesivir sebagai obat Covid-19.
Namun hingga saat pengusulan
untuk Covid-19 belum pernah mendapat izin FDA--Badan Pengawas Obat dan Makanan
versi AS--untuk pengobatan penyakit apapun.
Harapan
publik mendesak FDA dalam proses
pengkajian dua hasil uji klinis tersebut. Komisioner FDA, Stephen Hahn,
berjanji bekerja secepat kilat sembari menelaah data-datanya secara detail
terkait Remdesivir. “ Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan
sebelum mengambil keputusan yang tepat. Kami ingin menelisik datanya secara
menyeluruh, untuk memastikan bahwa obat ini diberikan pada pasien yang tepat ”, Ujar
SiDin Stephen Hahn dari FDA dalam kutipan Bloomberg.
Keberhasilan
remdesivir, setidaknya akan mengobati kekecewaan terhadap kandidat lainnya:
hydroxychloroquine dan chloroquine. Sepasang obat ini sempat digadang sebagai
penyembuh pasien Covid-19. Setidaknya dua presiden melirik obat-obatan itu
untuk menaklukkan pandemi. Harapan itu
menguap saat FDA menerbitkan maklumatnya pada 24 April 2020. Restu pada
hydroxychloroquine atau chloroquine hanya untuk penggunaan dalam uji klinis.
Bila digunakan untuk perawatan, dibatasi hanya terhadap pasien yang dirawat di
rumah sakit, dan dengan kondisi tertentu.
Vaksin Influensa temuan BUMN di Bandung |
Meresahkan
tanpa obat paten tersedia,
FDA
AS dan 3 BUMN menemukan obat Corona.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar