NusanTaRa.Com
byRahajenGKusumOAstutI, 04/01/2020
Diplomatik anatara Indonesia dan China saat ini tensinya makin mendidih semuanya tak
lepas dari pelanggaran Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia yang dilakukan
kapal Negeri Tirai Bambu di perairan Natuna, Kepulauan Riau. Jika
dirunut, semua berawal dari peristiwa pada pengujung tahun lalu. Saat
itu, Pemerintah RI menyatakan protes kepada Pemerintah China pada Senin
(30/12/2019) dan Kamis (2/1/2020) karena pelanggaran ZEE di perairan
Natuna. Pelanggaran ini termasuk kegiatan illegal, unreported and
unregulated (IUU) fishing dan kedaulatan oleh coast guard atau penjaga
pantai China di perairan Natuna.
" Sehubungan dengan pernyataan Jubir (Juru Bicara) Kementerian Luar Negeri China pada tanggal 31 Desember 2019, Indonesia kembali menegaskan penolakannya atas klaim historis China atas ZEE ", tulis kementerian dalam rilis yang diterima CNBC Indonesia. Kementerian Luar Negeri RI menyatakan klaim historis China atas ZEEI dengan alasan bahwa para nelayan China telah lama beraktivitas di perairan dimaksud bersifat unilateral, tidak memiliki dasar hukum dan tidak pernah diakui oleh UNCLOS 1982.
Argumen itu, menurut Kemenlu RI, telah dibahas dan dimentahkan oleh keputusan SCS Tribunal 2016. Indonesia juga menolak istilah "relevant waters" yang diklaim oleh China karena istilah ini tidak dikenal dan tidak sesuai dengan UNCLOS 1982. United Nations Convention for the Law of the Sea (UNCLOS) atau Konvensi Hukum Laut PBB merupakan lembaga yang menetapkan batas ZEE.
Lagi2 kapal tangka Ikan lintas Perairan Natuna,
Indonesia protes pernyataan Geng Shuang tentang klaim china atas Natuna.
byRahajenGKusumOAstutI, 04/01/2020
" Sehubungan dengan pernyataan Jubir (Juru Bicara) Kementerian Luar Negeri China pada tanggal 31 Desember 2019, Indonesia kembali menegaskan penolakannya atas klaim historis China atas ZEE ", tulis kementerian dalam rilis yang diterima CNBC Indonesia. Kementerian Luar Negeri RI menyatakan klaim historis China atas ZEEI dengan alasan bahwa para nelayan China telah lama beraktivitas di perairan dimaksud bersifat unilateral, tidak memiliki dasar hukum dan tidak pernah diakui oleh UNCLOS 1982.
Argumen itu, menurut Kemenlu RI, telah dibahas dan dimentahkan oleh keputusan SCS Tribunal 2016. Indonesia juga menolak istilah "relevant waters" yang diklaim oleh China karena istilah ini tidak dikenal dan tidak sesuai dengan UNCLOS 1982. United Nations Convention for the Law of the Sea (UNCLOS) atau Konvensi Hukum Laut PBB merupakan lembaga yang menetapkan batas ZEE.
Kemenlu
menegaskan Indonesia tidak memiliki overlapping jurisdiction dengan
China. Indonesia pun tidak akan pernah mengakui nine dash-line karena
penarikan garis tersebut bertentangan dengan UNCLOS sebagaimana
diputuskan 2016 lalu. Nine dash-line China adalah garis yang
digambar di peta pemerintah China. Di mana negara itu mengklaim wilayah
Laut China Selatan, dari Kepulauan Paracel (yang diduduki China tapi
diklaim Vietnam dan Taiwan) hingga Kepulauan Spratly yang disengketakan
dengan Filipina, Brunei, Malaysia, Taiwan dan Vietnam.
" China adalah salah satu mitra strategis Indonesia di kawasan. Menjadi kewajiban kedua belah pihak untuk terus meningkatkan hubungan yang saling menghormati dan membangun kerja sama yang saling menguntungkan " , Ujar Kemenlu RI. Kendati demikian, memasuki tahun 2020, pelanggaran tetap dilakukan oleh China. Terbaru, Komando Armada I Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut melaporkan kehadiran Coast Guard China di perbatasan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Laut Natuna Utara, Kamis (2/1/2020). Coast Guard China mengawal beberapa kapal nelayan Negeri Tirai Bambu yang sedang melakukan aktivitas perikanan.
Dalam rilis yang diterima CNBC Indonesia, Jumat (3/1/2020), Kepala Dinas Penerangan Koarmada I Letnan Kolonel Laut (P) Fajar Tri Rohadi mengatakan, kehadiran Coast Guard China menimbulkan reaksi dari KRI-KRI yang beroperasi di perairan tersebut. " Pada tanggal 30 Desember 2019 KRI Tjiptadi-381 saat melaksanakan patroli sektor di perbatasan ZEEI Laut Natuna Utara tepatnya pada posisi 05 06 20 U 109 15 80 T mendeteksi 1 kontak kapal di radar pada posisi 05 14 14 U 109 22 44 T jarak 11.5 NM menuju selatan dengan kecepatan 3 knots ", Ujar SiDin Fajar.
" Dan setelah didekati pada jarak 1 NM kontak tersebut adalah CHINA COAST GUARD nomor lambung 4301 (CCG 4301) yang sedang mengawal beberapa kapal ikan China melakukan aktivitas perikanan ", Ujar SiDin lanjut. Fajar menjelaskan, komunikasi pun dilakukan. KRI Tjiptadi-381 lalu mengusir kapal-kapal nelayan yang berupaya menangkap ikan secara ilegal. KRI Tjiptadi-381 mencegah kapal CCG 4301 untuk tidak mengawal kegiatan illegal, unreported, and unregulated fishing (IUUF) lantaran posisinya berada di perairan ZEEI.
" Koarmada I tetap berkomitmen melaksanakan tugas pokok dan tetap berpegang pada prosedur, dengan tujuan menjaga kedaulatan wilayah dan keamanan di kawasan sekaligus menjaga stabilitas di wilayah perbatasaan ", Ujar SiDin Fajar. Pada Jumat (3/1/2020), Menko Polhukam Mahfud MD memimpin rapat tingkat menteri membahas permasalahan di Natuna di. Selepas rapat di kantor Kemenko Polhukam itu, Menlu Retno Marsudi menyampaikan menyampaikan 4 poin sikap resmi sebagai respons atas tindakan China yang melakukan pelanggaran di perairan Natuna.
Berikut adalah 4 poin sikap RI atas klaim China soal Natuna :
" China adalah salah satu mitra strategis Indonesia di kawasan. Menjadi kewajiban kedua belah pihak untuk terus meningkatkan hubungan yang saling menghormati dan membangun kerja sama yang saling menguntungkan " , Ujar Kemenlu RI. Kendati demikian, memasuki tahun 2020, pelanggaran tetap dilakukan oleh China. Terbaru, Komando Armada I Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut melaporkan kehadiran Coast Guard China di perbatasan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Laut Natuna Utara, Kamis (2/1/2020). Coast Guard China mengawal beberapa kapal nelayan Negeri Tirai Bambu yang sedang melakukan aktivitas perikanan.
Dalam rilis yang diterima CNBC Indonesia, Jumat (3/1/2020), Kepala Dinas Penerangan Koarmada I Letnan Kolonel Laut (P) Fajar Tri Rohadi mengatakan, kehadiran Coast Guard China menimbulkan reaksi dari KRI-KRI yang beroperasi di perairan tersebut. " Pada tanggal 30 Desember 2019 KRI Tjiptadi-381 saat melaksanakan patroli sektor di perbatasan ZEEI Laut Natuna Utara tepatnya pada posisi 05 06 20 U 109 15 80 T mendeteksi 1 kontak kapal di radar pada posisi 05 14 14 U 109 22 44 T jarak 11.5 NM menuju selatan dengan kecepatan 3 knots ", Ujar SiDin Fajar.
" Dan setelah didekati pada jarak 1 NM kontak tersebut adalah CHINA COAST GUARD nomor lambung 4301 (CCG 4301) yang sedang mengawal beberapa kapal ikan China melakukan aktivitas perikanan ", Ujar SiDin lanjut. Fajar menjelaskan, komunikasi pun dilakukan. KRI Tjiptadi-381 lalu mengusir kapal-kapal nelayan yang berupaya menangkap ikan secara ilegal. KRI Tjiptadi-381 mencegah kapal CCG 4301 untuk tidak mengawal kegiatan illegal, unreported, and unregulated fishing (IUUF) lantaran posisinya berada di perairan ZEEI.
" Koarmada I tetap berkomitmen melaksanakan tugas pokok dan tetap berpegang pada prosedur, dengan tujuan menjaga kedaulatan wilayah dan keamanan di kawasan sekaligus menjaga stabilitas di wilayah perbatasaan ", Ujar SiDin Fajar. Pada Jumat (3/1/2020), Menko Polhukam Mahfud MD memimpin rapat tingkat menteri membahas permasalahan di Natuna di. Selepas rapat di kantor Kemenko Polhukam itu, Menlu Retno Marsudi menyampaikan menyampaikan 4 poin sikap resmi sebagai respons atas tindakan China yang melakukan pelanggaran di perairan Natuna.
Berikut adalah 4 poin sikap RI atas klaim China soal Natuna :
Pertama, telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal Tiongkok (China) di wilayah ZEE Indonesia. Kedua, wilayah ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional yaitu melalui UNCLOS 1982. Ketiga,
Tiongkok merupakan salah satu part (anggota) dari UNCLOS 1982. Oleh
karena itu merupakan kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati,
implementasi dari UNCLOS 1982. Keempat, Indonesia tidak pernah
akan mengakui Nine-Dash Line, klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok
yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum Internasional
terutama UNCLOS 1982
Walaupun dinilai telah melakukan pelanggaran, China berdalih tidak ada pelanggaran hukum internasional di perairan Natuna. Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RRC Geng Shuang dalam press briefing di kantornya, Kamis (2/1/2020). " Saya ingin menekankan bahwa posisi dan proposisi China mematuhi hukum internasional, termasuk UNCLOS (United Nations Convention for the Law of the Sea). Jadi apakah pihak Indonesia menerimanya atau tidak, tidak ada yang akan mengubah fakta objektif bahwa China memiliki hak dan kepentingan atas perairan yang relevan (relevant waters) ", Ujar SiDin Geng Shuang.
Walaupun dinilai telah melakukan pelanggaran, China berdalih tidak ada pelanggaran hukum internasional di perairan Natuna. Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RRC Geng Shuang dalam press briefing di kantornya, Kamis (2/1/2020). " Saya ingin menekankan bahwa posisi dan proposisi China mematuhi hukum internasional, termasuk UNCLOS (United Nations Convention for the Law of the Sea). Jadi apakah pihak Indonesia menerimanya atau tidak, tidak ada yang akan mengubah fakta objektif bahwa China memiliki hak dan kepentingan atas perairan yang relevan (relevant waters) ", Ujar SiDin Geng Shuang.
" Apa yang disebut putusan arbitrase
Laut China Selatan itu ilegal, batal berdasarkan hukum, dan kami telah
lama menegaskan bahwa China tidak menerima atau mengakui hal itu. Pihak
China dengan tegas menentang negara, organisasi atau individu mana pun
yang menggunakan putusan arbitrase yang tidak sah untuk merugikan
kepentingan China ", Ujar SiDin Geng Shuang.
drCNBIndonesia, 04/01/2020Lagi2 kapal tangka Ikan lintas Perairan Natuna,
Indonesia protes pernyataan Geng Shuang tentang klaim china atas Natuna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar