NusanTaRa.Com
byRaisALembuduT, 23/4/2019
byRaisALembuduT, 23/4/2019
Belakangan ini santer diberitakan tentang tentang rencana pemindahan Ibu kota negara RI Jukarta, dengan alasan bahwa kota ini sudah penuh sesak dengan berbagai pembangunan dan penduduk. Sehingga Presiden Jokowi, Para Menteri dan Pakar berlomba mengeluarkan pendapat tentang kota yang layak menjadi pengganti Jukarta diantaranya Makassar, Pare-pare dan Mamuju Saran Jusuf Kalla, dan Pontianak, Palangkaraya, Tanah Bumbu, Panajam, Buton dan Lampung.
Pontianak sebuah kota yang terletak di muara sungai Kapuas Kalimantan Barat yang kini di gadang-gadang sebagai salah satu calon Ibukota Untuk Indonesia menggantikan Jukarta. Meski terbilang tidak muda kota Pontianak yang diperkirakan berdiri pada 23 oktober tahun 1771 dan sekarang akan berusia ke-248 tahun namun riwayat keadaan kota khatulistiwa ini belum banyak warga Indonesia yang mengenalnya lebih jauh.
Pontianak sebuah kota yang terletak di muara sungai Kapuas Kalimantan Barat yang kini di gadang-gadang sebagai salah satu calon Ibukota Untuk Indonesia menggantikan Jukarta. Meski terbilang tidak muda kota Pontianak yang diperkirakan berdiri pada 23 oktober tahun 1771 dan sekarang akan berusia ke-248 tahun namun riwayat keadaan kota khatulistiwa ini belum banyak warga Indonesia yang mengenalnya lebih jauh.
Bahkan,
berbagai sumber pun seringkali memaparkan latar belakang yang cukup berbeda
tentang kota ini. Salah satunya
berhubungan dengan sosok hantu perempuan yang ada karena meninggal saat melahirkan
yang disebut setan “ Kuntilanak “.
Berikut
ini kami coba paparkan latar belakang yang kami temukan. Kota Pontianak didirikan oleh Syarif
Abdurrahman Alkadrie pada Rabu, 23 Oktober 1771 (14 Rajab 1185 H) yang ditandai
dengan pembukaan hutan di persimpangan Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil, dan
Sungai Kapuas Besar, kemudian diikuti dengan pertumbuhan berdirinya perkampungan
dengan balai dan rumah tinggal.
Kemudian,
pada tahun 1778 (1192 H), Syarif diangkat menjadi Sultan Pontianak pertama.
Berdirinya Masjid Jami', yang kini bernama Masjid Sultan Syarif Abdurrahman dan
Istana Kadariah yang terletak di Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak
Timur menjadi penanda letak kekuasaannya.
Dalam buku " Borneos Wester Afdeling ", V.J. Verth, seorang sejarawan Belanda
menuliskan sejarah kota Pontianak yang isinya sedikit berbeda dengan cerita
yang banyak beredar saat ini.
Menurut
Verth, Belanda masuk ke Pontianak pada tahun 1194 Hijriah (1773 Masehi) dari
Batavia dan Syarif Abdurrahman merupakan
putra ulama dari Syarif Hussein bin Ahmed Alqadrie, atau dalam versi lain
dikenal sebagai Al Habib Husin kemudian Syarif meninggalkan kerajaan Mempawah dan
mulai hidup merantau. Di Banjarmasin,
Syarif menikah dengan adik sultan Banjar, Sunan Nata Alam dan dilantik sebagai
Pangeran. Ia berhasil dalam kegiatan berdagang dan mengumpulkan modal yang
cukup banyak untuk mempersenjatai kapal pelancang dan perahunya.
Tidak
lama setelah itu, ia memulai perlawanannya terhadap penjajahan Belanda. Dengan
bantuan Sultan Pasir, Syarif berhasil membajak kapal Belanda yang berada di
dekat Bangka serta kapal Inggris dan Perancis di Pelabuhan Pasir. Kemudian Syarif menjadi orang yang
berkecukupan dan mencoba untuk mendirikan permukiman di sebuah pulau di Sungai
Kapuas. Ia juga menemukan cabang dari
Sungai Landak yang kemudian ia kembangkan menjadi pusat perdagangan yang
makmur. Wilayah inilah yang kemudian dikenal dengan nama Pontianak.
Asal
Usul Pontianak
Pontianak
telah dikenal sebagai kota khatulistiwa yang dilalui garis lintang nol derajat
bumi. Karena berada di posisi langka, maka dibangunlah sebuah monumen atau tugu
khatulistiwa di Siantan. Tidak hanya itu, kota yang memiliki luas
wilayah 107,82 kilometer persegi ini juga menyimpan sebuah legenda yang berawal
dari mitos mistis masa lalu.
Berdasarkan
beberapa sumber, nama Pontianak bermula dari kisah Syarif yang sering diganggu
oleh hantu berwujud kuntilanak saat dirinya sedang menyusuri Sungai Kapuas. Dulunya tempat tersebut bernama Khun Tien
yang banyak dihuni oleh etnis Tionghua di sepanjang pesisir Sungai Kapuas.
Ketika
sampai di daerah pertemuan Sungai Kapuas Besar dan Sungai Landak, Syarif merasa
sangat terganggu dengan kuntilanak, sehingga ia melepaskan tembakan meriam
untuk mengusirnya. Sosok kuntilanak ini digambarkan berwujud perempuan dengan
rambut panjang dan berbaju putih.
Selain
cerita tersebut, sebagian masyarakat juga percaya bahwa asal usul Pontianak
berasal dari legenda masyarakat Melayu dengan mengambil nama dari kata
pohon-pohon punti, yang berarti pohon-pohon tinggi. Pada masa itu, wilayah
Pontianak memang dikelilingi oleh pohon-pohon tinggi.
Hal
ini diperkuat dengan bukti catatan sejarah, sebuah surat antara Husein bin
Abdul Rahman Al-Aidrus (Rakyat Negeri Pontianak) kepada Sultan Syarief Yusuf
Al-Kadrie. Sedangkan lainnya mengatakan
bahwa Pontianak berarti " pintu anak " karena daerah tersebut menjadi gerbang
pembatas antara Sungai Kapuas dan Sungai Landak.
dr NGI, NesaAlicia, 6mei2019
Buah
Kepuyan buah Ketapi,
Kota
Pontianak dipersimpangan Sungai Kapuas berdiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar