NusaNTaRa.Com
byBahrIHasupiaN, K a m i s, 2 6 D e s e m b e r 2 0 2 4
Orang Nias |
Ketika pelayaran itu, pantai barat Sumatera sangat tidak amanm akibat merajalelanya perampok dan bajak laut. Masaalah keamanan ini tidak bisa ditangani dengan baik oleh Kesultanan Aceh yang mulai melemah saat itu sepeninggal Sultan Iskandar Muda. Kutipan dari Tambo Lama dari catatan para pemuka - pemuka Adat Ilir GunungSitoli, dikisahkan bahwa Kapal Layar Datuk Raja Ahmad tiba di Teluk Belukar/Talu Baliku (Sekarang bernama Muara Indah) berlokasi di Desa Afia Kec. Tuhemberua) 1111 H atau sekitar tahun 1690 M, tulisan lain mencakapkan pada 11 Safar 1111 H.
Awalnya kedatangan ini sendiri hanya sekedar berlindung dari amukan badai, namun belakangan Datuk Raja Ahmad bersedia tinggal di Pulau Nias atas permintaan dari Raja - raja di Nias yang berdua di Negeri Laraga Talu Idanoi yaitu Balugu Aforo Laowofa untuk membantu mengatasi serangan bajak laut yang semakin mengganas di wilayah pesisir pantai Pulau Nias. Kesedian Datuk Raja Ahmad bersamaan dengan Raja - raja Nias, seperti dikutip dari "Sejarah Kuno - Benteng Kuno" tulisan AR. Sutan Ibrahim dan Sutan Amin Alam, halaman 6 paragraf 5, sebagai berikut :
Seketika itu maka bertanyalah Datuk Raja Ahmad : "Kalau hamba berdiam disini, apakah pemberian Raja - raja pada hamba ? ". Maka menjawablah Raja - Raja Nias yang berdua : " Bertigalah kita memerintah Tanah ini, sebelah pesisir tepi laut Datuk yang menguasai dan memerintah sampai di kaki gunung, yakni dimana - mana sampai pemerintah Ta'luk kami, pulang kepada datuk semuanya. Lalu bersumpah setialah raja - raja Nias dengan Datuk Raja Ahmad nan tidak Cido mencidokkan (pen. saling mencelekakan/berkianat), jika hilang di darat Raja - raja Nias mencari, jika hilang di laut Datuk Raja Ahmad yang menancari. Maka dalam pada itu terdengarlah pula kepada Raja kepala suku TelaumBanua Raja Awuwuoha, turut menjadi sepakat seia bersama - sama tulung menulung.
Selanjutnya seperti disebutkan dalam "Riwayat Kedatangan Suku Aceh di Pulau Nias "' Datuk Raja Ahmad tinggal di Pulau Nias dan bertemu dengan dengan Teuku Polem dan kemudian menikah dengan putrinya yaitu Siti Zohora. Perkawinan Datuk Raja Ahmad dan Siti Zohora ini dikaruniai tiga orang putra yaitu ; 1. Datuk Raja Jamat 2. Raja Mangkuto dan 3 Datuk Raja Melimpah. Setelah melahirkan anak pertama, Siti Zohora meminta suaminya Datu Raja Ahmad menjemput kakaknya Si Meugang ke Meulaboh, oleh Datuk Raja Ahmad permintaan dipenuhi dengan mengutus penghulunya Ahmad Sirinto. Teuku Simeugang dan si Acah akhirnya plang kembali ke Nias dengan membawa beberapa cendera mata peninggalan kakeknya Teuku Cik berupa persenjataan dan meriam, Badi Suasa, Cerana Perak dan barang2 berharga lainna.
NDRAWANA SOWANUA
Wialayah tempat tinggal Datuk Raja Ahmad ini kemudian berkembang menjadi sebuah m"koto" (kota bhs Minang), Koto ini sekaligus menjadi benteng pertahanan dari gangguan keamanan dan musuh dilengkapai dengan beberapa pucuk meriam. Meriam - meriam peninggalan tresebut hingga kini masih dapat ditemui yaitu di Keluran Ilir Gunung Sitoli, tepatnya dipersimpangan jalan Diponegoro. Seiring dengan semakain berkembangnya penduduk dan wilayah, Koto ini dinamakan Aro Koto atau Kampung Dalam. Wilayah terletak di perbatasan antara desa Mudik dan Keluran Ilir tepat pada sisi Kali Nou. Ada juga menyebut penamaan Aro Koto sesuai nama kampung asal Datuk Raja Ahmad di Pariangan yaitu Kampung Dalam, Pariangan Padang Panjang di Sumatera Bart.
Pemilikan wilayah dan daerah Kekuasaan pesisir pantai oleh Ndrawan ini telah disahkan secara adat oleh lembaga adat yang diselenggarakan pemimpin pada Ndrawa deng Raja - raja Nias yang disebut FONDRAKO. FONDRAKO pertama diselenggarakan di Mbunio dam Heleduna (berlokasi dikaki bukit Lasara), Sehingga sejak saat itu kedudukan para Ndrawa sama dengan Penduduk Asli NIas dan mereka disebut sebagai NDRAWA SOWANUA yang artinya pendatang yang mempunyai negeri ayau kampung.
Sehingga tidak mengherankan jika hingga sokarang, umunya para kota atau kampung di sepanjang daerah pesisir pantai Nias adalah merupakan pemukiman dari koturunan Aceh dan Minang.
Rumah Gadang CHANIAGO |
Chaniago suku Nias berasal dari Minang.
Mereka berlayar, berlindung dari badai dan menetap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar