Jumat, 27 Desember 2024

KISAH KEHADIRAN SUKU CHANIAGO DI PULAU NIAS DARI MINANG

NusaNTaRa.Com                                        

byBahrIHasupiaN,     K   a   m   i   s,    2   6     D   e   s   e   m   b   e   r   2   0   2   4           

Orang  Nias 
Nyik Puncak Alam  seorang suku Chaniago,  bergelar Datuk Raja Ahmad  adalah  seorang bangsawan Minang asal Pariangan  Padang Panjang dalam satu siri perjalanannya  disertai penghulunya  Akmad Sirinto  dan  Si Kumango  berlayar menuju  Aceh Barat  dengan sebuah kapal layar  (Picalang)  yang dilengkapi  dengan  persenjataan  lengkap  termasuk  beberapa  pucuk  meriam.   Misi pelayaran ini  adalah  untuk  berdagang.   Sementara penuturan lain disebutkan  bahwa misinya  untuk mencari  mamaknya  (Saudari laki - laki ibu)  yang telah lama berlayar  ke Negeri Aceh  yang  bernama Tuanku  Kariem.   

Ketika pelayaran itu,  pantai barat Sumatera sangat tidak amanm akibat  merajalelanya perampok  dan  bajak  laut.   Masaalah keamanan ini tidak  bisa ditangani dengan baik oleh Kesultanan Aceh yang mulai melemah saat itu sepeninggal Sultan Iskandar Muda.   Kutipan dari Tambo Lama  dari catatan para pemuka - pemuka Adat Ilir  GunungSitoli,  dikisahkan bahwa Kapal Layar Datuk Raja Ahmad tiba di Teluk Belukar/Talu Baliku (Sekarang bernama Muara Indah)  berlokasi di Desa Afia Kec. Tuhemberua)  1111 H atau sekitar tahun 1690 M,  tulisan lain mencakapkan pada 11  Safar 1111 H.

Awalnya kedatangan ini sendiri hanya sekedar berlindung  dari amukan badai,  namun belakangan Datuk Raja Ahmad  bersedia tinggal di Pulau Nias atas permintaan   dari Raja - raja  di Nias yang berdua di Negeri Laraga Talu Idanoi yaitu  Balugu Aforo Laowofa  untuk membantu mengatasi serangan  bajak laut yang semakin mengganas  di wilayah pesisir pantai Pulau Nias.   Kesedian Datuk Raja Ahmad bersamaan dengan Raja - raja Nias,  seperti  dikutip   dari "Sejarah Kuno - Benteng Kuno" tulisan AR.   Sutan Ibrahim  dan Sutan Amin Alam, halaman 6  paragraf 5, sebagai berikut  : 

Seketika itu maka bertanyalah Datuk Raja Ahmad :  "Kalau hamba berdiam disini,  apakah pemberian Raja - raja pada  hamba ? ".   Maka menjawablah Raja - Raja Nias  yang berdua :  " Bertigalah kita memerintah Tanah ini,  sebelah pesisir tepi laut Datuk yang menguasai  dan memerintah sampai di kaki gunung,  yakni dimana - mana sampai pemerintah  Ta'luk kami,  pulang kepada datuk semuanya.    Lalu bersumpah setialah raja - raja Nias dengan Datuk Raja Ahmad nan tidak Cido mencidokkan  (pen. saling mencelekakan/berkianat),  jika hilang di darat  Raja - raja Nias mencari,  jika hilang di laut Datuk Raja Ahmad yang menancari.   Maka dalam pada itu terdengarlah pula  kepada Raja kepala suku TelaumBanua Raja  Awuwuoha, turut menjadi sepakat seia  bersama - sama  tulung menulung.

Selanjutnya seperti disebutkan dalam  "Riwayat Kedatangan Suku Aceh di Pulau Nias "'  Datuk Raja Ahmad tinggal di Pulau Nias  dan bertemu  dengan  dengan Teuku Polem  dan kemudian menikah  dengan putrinya  yaitu  Siti Zohora.  Perkawinan Datuk Raja Ahmad dan Siti Zohora ini dikaruniai tiga orang putra yaitu ;  1. Datuk Raja Jamat  2.  Raja Mangkuto dan 3  Datuk Raja Melimpah.   Setelah melahirkan anak pertama,  Siti Zohora meminta suaminya Datu Raja Ahmad menjemput kakaknya Si Meugang ke Meulaboh,  oleh Datuk Raja Ahmad permintaan dipenuhi dengan mengutus penghulunya  Ahmad Sirinto.   Teuku Simeugang dan si Acah akhirnya plang kembali  ke Nias dengan membawa beberapa cendera mata peninggalan kakeknya Teuku Cik berupa persenjataan dan meriam, Badi Suasa, Cerana Perak  dan barang2 berharga lainna.

NDRAWANA SOWANUA   

Wialayah tempat tinggal Datuk Raja Ahmad ini kemudian berkembang menjadi sebuah m"koto" (kota bhs Minang),  Koto ini sekaligus menjadi benteng pertahanan dari gangguan keamanan dan musuh dilengkapai dengan beberapa pucuk meriam.  Meriam - meriam peninggalan tresebut hingga kini masih dapat ditemui  yaitu di Keluran Ilir Gunung Sitoli, tepatnya dipersimpangan jalan Diponegoro.   Seiring dengan semakain berkembangnya penduduk dan wilayah, Koto ini dinamakan Aro Koto atau Kampung Dalam.   Wilayah terletak di perbatasan  antara desa Mudik dan Keluran Ilir tepat pada sisi Kali Nou.   Ada juga menyebut penamaan Aro Koto sesuai nama kampung asal Datuk Raja Ahmad  di Pariangan yaitu Kampung Dalam, Pariangan Padang Panjang di Sumatera Bart.

Pemilikan wilayah dan daerah Kekuasaan pesisir pantai oleh  Ndrawan ini telah disahkan secara adat oleh  lembaga adat   yang diselenggarakan  pemimpin pada Ndrawa deng Raja - raja Nias yang disebut  FONDRAKO.   FONDRAKO pertama diselenggarakan di Mbunio dam Heleduna (berlokasi dikaki bukit Lasara),   Sehingga  sejak saat itu  kedudukan para Ndrawa  sama dengan Penduduk Asli NIas  dan mereka disebut sebagai NDRAWA SOWANUA  yang artinya  pendatang yang mempunyai negeri  ayau kampung.

Sehingga  tidak mengherankan jika hingga sokarang,  umunya para kota atau kampung di sepanjang daerah pesisir  pantai Nias adalah  merupakan pemukiman   dari koturunan  Aceh dan Minang.

Rumah Gadang  CHANIAGO

Chaniago suku Nias berasal dari Minang.

Mereka berlayar, berlindung dari badai dan menetap.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ACEH SANG PENAKLUK TANAH BATAK

NusaNTaRa.Com                           byMuhammaDNunukaN,       R   a   b   u,    2   2     J   a   n   u   a   r   i     2   0   2   5   ...