NusaNTaRa.Com
byIndaHPalloranG, K a m i s, 2 5 J u l i 2 0 2 4
Perancang Satelit Satria-1, Adipratnia Satwika Asmady. |
Nia, demikian dia biasa disapa, lahir di Jakarta pada 24 Agustus 1993 dan merupakan anak kedua dari pasangan Asmady Parman dan Adiyatwidi Adiwoso, mengaku sudah tertarik pada fenomena alam sejak duduk di bangku sekolah dasar, jalan pendidikan yang ditempuh Nia terbilang mulus. Mengambil jurusan ilmu pengetahuan alam di bangku sekolah menengah atas membuat Nia makin mencintai ilmu matematika dan fisika. Ditambah lagi dengan dukungan keluarga serta pengaruh sang ayah yang berprofesi sebagai insinyur membuat dia makin tertarik dengan jurusan teknik.
Hal inilah yang membuat Nia mantap berangkat ke Amerika Serikat dan menimba ilmu di jurusan teknik kedirgantaraan atau Aerospace Engineering di California Polytechnic State University. Menamatkan Pendidikan S1 dan S2 di kampus yang sama, Nia sudah membayangkan bakal berkarier di dunia penerbangan, lebih spesifiknya pesawat tanpa awak. Namun kenyataan berkata lain. Pulang ke Indonesia dan langsung bekerja di PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) pada 2017, Nia malah berurusan dengan dunia satelit. Pada 2019 dia dilibatkan sebagai Project Management Office untuk proyek satelit Nusantara 1 (N1).
Selama proyek ini berjalan, Nia sempat ditugaskan selama sebulan di Amerika Serikat untuk mengawasi dan memonitor pengerjaan satelit N1. Namun, di Satelit Nusantara 1 dia tak dilibatkan dalam desain dan perancangan. Hal ini berbeda ketika proyek Satria-1 mulai digarap pada 2020. Pemegang sertifikat Airman of Airport Guides dari San Luis Obispo, California, Amerika Serikat ini didapuk PSN sebagai Project Manager untuk pembuatan Satria-1 dan sebagai Customer Project Launch Director di SpaceX pada saat peluncurannya nanti, sebuah posisi yang kali pertama dipegang seorang perempuan Indonesia.
Dalam posisi sebagai Project Manager, Nia terjun langsung mulai dari proses desain, negosiasi kontrak dengan pemerintah, hingga mengawasi proses perakitan di Thales Alenia Space, Prancis. Selama satu tahun di Prancis dia harus bisa mengambil keputusan besar untuk mewakili perusahaan dan memastikan Satria-1 dibuat sesuai dengan yang diharapkan. Tekanan yang dihadapi Nia memang besar. Tak boleh ada kesalahan dalam proyek senilai US$ 545 juta atau setara Rp7,68 triliun ini. Alasannya sederhana, satelit tak bisa diperbaiki Ketika sudah berada di angkasa, sehingga semuanya harus sempurna sebelum diluncurkan. Dan semua tanggung jawab itu berada di pundak penyuka lagu-lagu Beyonce ini.
Setelah tiga tahun masa pengerjaan, Satria-1 selesai diproduksi dan dikirim ke Florida, Amerika Serikat pada Juni 2023. Saat paling menegangkan bagi Nia terjadi pada 19 Juni 2023, Ketika Satria-1 diluncurkan dari Cape Canaveral Space Launch Complex 40 (SLC 40) di Florida. Ketegangan memuncak ketika Nia sebagai Customer Project Launch Director harus memberi komando jadi atau tidaknya Satria-1 diluncurkan dari fasilitas ruang kontrol panel yang tertutup. Nia mengaku perasaannya bercampur aduk ketika roket Falcon-9 milik SpaceX meninggalkan Bumi menembus angkasa menuju orbitnya di 163 Bujur Timur (BT) atau tepatnya di atas tanah Papua.
Terbayar sudah semua kerja keras dan keputusan untuk pulang dan mengabdi di Tanah Air. Dia juga bersyukur karena PSN telah memberi peluang besar baginya sebagai anak muda mengerjakan proyek strategis dan memberi ruang yang luas kepada perempuan untuk berkarier di dunia yang lebih banyak diisi kaum pria. Kini, setelah Satria-1 memancarkan jaringan internet untuk menjangkau pelosok-pelosok Indonesia dan memberikan kesetaraan akses digital bagi seluruh pengguna, apa lagi mimpi Nia yang belum terwujud ?.
Adipratina Satwika Asmady |
Indonesia negara ke empat terbesar di dunia;
Adipratina, Indonesia like Sleeping Giant cakapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar