NusaNTaRa.Com
byMuhammaDNunukaN, J u m a t, 1 4 J u n i 2 0 2 4
Sketsa Peristiwa pembantaian Wong China oleh VOC di Batavia dinela sebagai "GEGER PECINAAN " |
Kota Jakarta sebagai kota terbesar di Indonesia sejak dahulu jadi saksi bisu berbagai peristiwa bersejarah bukan hanya
pembangunan tapi juga saksi kepedihan.
Jakarta pernah dadi saksi era kebangkitan nasional, keadaan itu membuat Jakarta didaulat sebagai
lokasi Sumpah Pemuda hingga peristiwa terbesar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
dan kerusuhan sosial. Jakarta tak
hanya memuat sejarah kemajuan
tapi juga sejarah kelam. Bahkan
kota yang dulunya berjuluk Ratu dari Timur pernah jadi gelanggang
pembantaian massal orang China yang popular
dengan istilah peristiwa Geger Pacinan.
Awal-awal keberadaan
bangsa Belanda ketergantungan mereka terhadap orang China tak dapat diragukan. Hubungan itu telah berjalan dengan manis
sedari kongsi dagang Belanda, VOC membangun Batavia (sekarang: Jakarta) pada
1619 dan VOC yang biasa disebut Kompeni merasa butuh
bantuan orang China untuk membangun Batavia.
Keinginan itu beralasan. Orang Belanda tak bisa memanfaatkan tenaga kaum
bumiputra karena takut akan risiko konfliknya besar lalu kompeni
lalu beralih kepada kaum cinta damai dan tak suka perang, tapi suka uang : orang
China.
Untuk itu kompeni menyediakan ‘karpet merah’ kepada orang
China yang mau hidup di Batavia
serta memberikan keistimewaan dan
jaminan keamanan ke Orang China, kompeni
pun meminta mereka menggerakan roda ekonomi di Batavia. “ Orang
China menguasai bidang-bidang penting kegiatan ekonomi kota seperti perikanan,
penguasaan kayu, pekerjaan bangunan, pertanian, perkebunan, pemasaran,
kerajinan, dan perdagangan dalam negeri dan China. Bermacam-macam pajak yang
dipungut oleh Kompeni atas penduduk Batavia terutama dilakukan penarikannya
oleh orang-orang China ”, Ujar SiDin Leonard Blusse, Sejarawan dalam buku
Persekutuan Aneh : pemukim Cina, Wanita Peranakan, dan Belanda di Batavia VOC
(1988).
Hubungan mulai terasa kurang srek
Kedekatan itu menghasilkan simbiosis mutualisme. Penghasilan
orang China dipajakin. Tanaganya digunakan untuk membangun banyak bangunan,
dari Kastil hingga Balai Kota Batavia. Orang China pun ketiban mujur jadi
penduduk Batavia par excellence (tiada tandingannya). Kompeni menggantungkan untung dari bisnis perdagangan sudah jadi rahasia umum. Pegawai-pegawainya pun ikut kecipratan
untung. Namun, geliat bisnis tak dapat
ditebak karena bisnis selalu mengarahkan ke dunia hal : Kadang lagi mujur untung, tapi kadang juga
rugi.
Penjajah Belanda sendiri pernah merasakan rugi karena kalah
bersaing berdagang gula dengan kongsi dagang asal Inggris, EIC pada 1730-an. Kondisi itu berimbas pada stabilitas ekonomi
di Batavia sehingga orang China yang banyak 'mendewakan' bisnis gula gulung tikar hal ini diikuti
krisis pada pemilik kebun tebu,
pabrik dan buruh. Merekapun mulai memecat pekerjanya, orang China banyak
jadi pengangguran berlanjut tak sedikit orang China yang kesulitan menghidupi
diri sehari-hari, ini dipersulit dan diperkeruh oleh tanaga kerja asal China yang
terus berdatangan ke tanah air.
Ilustrasi ; Cover Buku GEGER PECINAAN |
Kompeni jadi
kewalahan. Orang-orang China yang
berdatangan menambah daftar pengangguran sehingga banyak laporan menyebut orang China kedapatan
merampok orang Belanda. Kompeni mencoba
ambil jalan tengah mengatasi ini,
sehingga semua orang China harus memiliki surat izin tinggal. “ Pada
tanggal 12 Juni 1736, VOC kembali membuat peraturan yang memerintahkan kepada
pejabat-pejabat China yang berada di Batavia. Peraturan itu adalah untuk
mengadakan pendaftaran bagi semua warga China yang tidak memiliki surat ijin
untuk dapat tinggal di Batavia ”, Ujar
Cakap Hembing Wijayakusuma dalam buku
Pembantaian Massal 1740: Tragedi Berdarah Angke (2005).
Barang siapa yang tak memiliki izin, maka akan diasingkan
Belanda ke luar negeri. Mereka berencana
akan dibawa ke Sri lanka atau
Afrika Selatan. Namun, Kompeni berlaku
seenak jidat hadir. Mereka bertindak
seraya hakim dalam menentukan yang layak dibawa keluar Batavia. Pejabat Kompeni tak peduli dengan surat
izin, satu-satunya yang mereka peduli
adalah siapa yang membayar lebih bahkan desas-desus beredar, orang China yang dibawa pergi justru dibunuh
Kompeni di tengah lautan dengan cara ditenggelamkan. “ Suatu
cerita beredar di antara orang China bahwa ini cuma trik pemerintah untuk
menguasai para korban dan bahwa sesudah
itu orang-orang China malang itu akan dilemparkan ke luar kapal di tengah
laut ”,
Ujar SiDin Bernard H.M. Vlekke
(Nusantara, 2008).
Pembantaian Orang China
Orang China yang tinggal di luar Kota Batavia -Ommelanden - percaya
dengan desas-desus yang menyebar. Mereka mengganggap orang Belanda tak tahu
diuntung. Rapat diperkebunan tebu mulai dilakukan. Orang China yang dikenal tak suka perang
justru terbakar amarah untuk melakukan pemberontakan. Mereka menghimpun
kekuatan dan mulai menyiapkan senjata. Pemberontak
pun digelar pada 8 Oktober 1740.
Para pemberontak (China)
menyerang pos-pos terdepan Kompeni dengan senjata ala kadarnya, bergelimpanganlah korban jiwa pihak Belanda. Kompeni berang. Mereka mulai menggeledah rumah dan tempat
usaha orang China di dalam Batavia pada 9 Oktober 1740. Pemeriksaan itu
dilakukan untuk mencari penyokong pemberontakan dan senjata. Mereka tak menemukan keterlibatan orang China
di kerusuhan. Tiada senjata, tiada pula
penyokong pemberontakan. Petaka yang tak
diinginkan muncul, pemicunya sebuah
rumah di Batavia terbakar. Konon perintah Gubernur Jenderal untuk membunuh orang China di Batavia dan Ommelanden (daerah luar
Batavia). Amarah orang Belanda tak terkendali. Mereka mulai memenuhi jalanan
dengan berbagai senjata tajam di tangan.
Mereka mulai menyasar rumah orang China dan merampok harta
bendanya dan orang China pun dibunuh. “Para kelasi, pegawai kantor, tentara,
tukang galangan kapal, budak belian –semua orang berlarian ke jalan, masuk ke
rumah, warung serta toko China serta membunuh : pria, wanita, bahkan anak-anak ”,
Ujar SiDin Adolf Heuken dengan Ahmadernya (Manisnya) dalam buku Tempat-Tempat Bersejarah di
Jakarta (2016). Jalanan Batavia
dipenuhi mayat dengan darah yang berceceran dari Belanda yang
menyasar semua orang China. Biadabnya lagi, rumah sakit China juga ikut
disasar.
Eksekusi terhadap orang China berlanjut ke orang China tergolong narapidana, mereka tak ada yang selamat dibunuh di penjara Balaikota dan mayat dibuang ke sungai. Saking banyaknya mayat, orang-orang bisa menyeberangi kanal tanpa kaki basah terkena air, kondisi ini wajar karena orang-orang China yang terbunuh mencapai 10 ribu jiwa. Peristiwa itu kemudian dikenal dengan nama Geger Pacinan. Suatu peristiwa yang diyakini sebagai konflik rasial pertama terhadap etnis China di Batavia. Pembantaian itu juga seperti senjata makan tuan. Ketiadaan orang China di Batavia membuat ekonomi lumpuh. Kompeni jadi kebagian apes.
Pemukiman Pecinaan di Batavia |
Orang China mitra Belanda dalam penjajahannya.
Belanda membunuh China karena pemberontakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar