NusaNTaRa.Com
byMuhammaDNunukaN, S e n i n, 0 4 S e p t e m b e r 2 0 2 3
Skripsi tak mutlak untuk penyelesaian studi di PT ujar Nadiem Makarim Mendikbud Ristek
Peraturan baru Pemerintah terkait pendidikan melalui
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) yang
menerbitkan aturan baru terkait syarat kelulusan bagi mahasiswa strata satu
(S-1) atau diploma 4 (D-4), strata dua (S-2), dan strata tiga (S-3). Aturan baru tersebut tertuang dalam
Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
(Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan
Tinggi diharapkan lebih meningkatkan kualitas pendidikan dan sarjana .
Melalui aturan baru tersebut maka, skripsi,
tesis, maupun disertasi tidak lagi wajib untuk penyelesaian studynya, karena
mahasiswa melalui kebijakan perguruan tinggi masing-masing, bisa
mengambil syarat kelulusan yang lain selain skripsi, dalam bentuk project base,
prototype, dan sebagainya. " Jangan nanti ada headline di media, 'Mas
Menteri menghilangkan skripsi', 'Mas Menteri menghilangkan, tidak boleh
mencetak di jurnal'. Tidak ", Ujar SiDin Nadiem Makarim Menteri Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim di Kompleks Parlemen, akhir pekan
bulan lalu.
Tak terjerat jurnal predator
Pemerintah memiliki alasan aturan itu
dibuat, selain agar lebih kreatif,
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perguruan Tinggi, Riset dan Teknologi Kemendikbud Ristek Nizam
mengatakan, tugas akhir yang lebih bervariasi bertujuan agar kendala yang
dialami selama ini bisa diminimalisasi. Diketahui, ada beragam kendala yang kerap
ditemui mahasiswa ketika hendak menerbitkan tugas akhir yang hanya berupa
skripsi, tesis, dan disertasi karena skemanya one fit for all. Salah satu
kendalanya adalah penerbitan jurnal untuk mahasiswa strata dua (S-2). Agar jurnal terbit di penerbit (publisher)
tepercaya, berkualitas, dan ternama, memakan waktu lama, sedangkan mahasiswa
diberi waktu secepatnya agar jurnal tersebut terbit., akibatnya, banyak mahasiswa mencari jalan
pintas dan menerbitkannya di penerbit jurnal "predator".
Jurnal predator adalah jurnal yang tidak
melalui proses reviu maupun proses penyuntingan dengan baik dan benar. Jurnal ini langsung memangsa para penulis
dengan cara membebankan biaya publikasi dengan janji manuskrip akan diterbitkan
segera. " Publikasi yang benar itu butuh waktu yang
panjang, riset yang panjang, sampai publish. Beberapa perguruan mensyaratkan
harus sampai publish ", Ujar SiDin Nizam dengan Plabomoranya
(hebatnya) di Kemendikbud Ristek, Jakarta Pusat, Jumat (01/09/2023) dan " Kemudian yang terjadi, ya sudah jalan pintas.
Cari jurnal-jurnal predator. Itu (mahasiswa) jadi mangsa yang empuk. Jadi
banyak yang terjerat oleh jurnal predator tadi
", Ujarnya Lagi.
Tak langgengkan plagiarisme
Nizam menyampaikan, lewat aturan baru,
pemerintah memberikan keleluasaan kepada masing-masing perguruan tinggi
menentukan syarat lulus. Termasuk, menentukan kompetensinya mahasiswa
lulusannya dan ukuran ketercapaian pembelajaran lulusan. Hal ini mengacu pada
praktik baik perguruan tinggi di berbagai negara. Namun, ia menampik aturan itu melanggengkan plagiarism, bentuk tugas akhir yang beragam justru
diklaim membuat kreativitas mahasiswa terasah sehingga plagiarisme bisa
dihindari.
Tugas akhir yang bersifat individu atau
kelompok membuat hasilnya tidak akan sama persis, meski diberikan tugas yang
sama. Meski judul tugas akhir sama,
metode yang diambil tiap individu atau kelompok berbeda. Kalaupun metodenya sama, belum tentu setiap
individu maupun kelompok tersebut bisa melakukan hal yang sama, " Memberikan ruang yang lebih beragam ini,
otentisitas karya itu harusnya lebih tinggi
", Ujar SiDin Nizam.
Tak menggampangkan
Namun, Nizam meminta mahasiswa tidak
menggampangkan. Tugas akhir yang beragam justru membutuhkan lebih banyak
kreativitas. Bentuk tugas akhir pun tidak bisa ditentukan sendiri oleh
mahasiswa, melainkan ditentukan oleh kampus,
" Jadi ini yang jangan sampai
dianggap bahwa, ini menggampangkan ", Ujar SiDin. Di sisi
lain, ia mengingatkan kampus agar tidak nakal menjadi pabrik ijazah usai diberi
keleluasaan menentukan tugas akhir lulusan selain skripsi dan adanya
kebijakan tersebut bukan berarti kampus bisa menjadi lebih sembarangan.
Sebab, akan ada pengawasan melalui Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbud Ristek, tim direktorat kelembagaan, hingga laporan kegiatan pembelajaran pada Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI). Di sisi lain, pengawasan juga dilakukan oleh pihak eksternal, termasuk lembaga akreditasi dan warga, " Jadi kami titip kepada masyarakat untuk ngawal kampus-kampus agar tidak nakal dan sembarangan. Memanfaatkan kemerdekaan untuk menjadikan pabrik ijazah tanpa ada proses yang dilalui dan dijaga bersama ", Ujar SiDin Nizam dengan Soppengernya (Jumawanya).
Plt. Dirjen Diktiristek Kemendikbudristek, Prof. Nizam memberikan materi terkait kewajiban
skripsi untuk sarjana dan sarjana terapan di Kantor Kemendikbudristek, Jumat (01/09/2023)
Jangan
menggampangkan Ijazah PT meski tanpa Skripsi.
Skripsi
tak wajib untuk S1, S2 dan S3 menyelesaikan studi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar