Sabtu, 16 April 2022

HISTORI, LORONG BUANGKOK MENYISAHKAN SATU KAMPUNG TERAKHIR DI SINGAPURA

NusaNTaRa.Com

byGreaTBritteN,     S  e  l  e  s  a,      1   2       A  p  r  i  l       2  0  2  2

Perumahan di Lorong Buangkok di tengah Metro Singapura

Singapura satu kota supermetro ternyata  hingga kini masih memiliki desa tradisional yang dihuni  25 keluarga,   kawasan tersebut diberi nama Lorong Buangkok  dan menjadi satu-satunya desa  tradisional  yang oleh penduduk setempat disebut  "kampung"   yang masih  tersisa di negara-kota.   Dulunya tahun 1956 di kawasan Singapura ini berdiam pria  Sng Teow Koon yang  pertama  kali  membeli sebidang tanah ini seluas 12.248 meter,   sekarang  nilainya bisa mencapai 70 juta dolar Singapura atau 52 juta dolar AS atau Rp747 miliar. Putri Sng, Mui Hong, sekarang memiliki desa yang dikelilingi oleh apartemen bertingkat tinggi dan bungalow modern itu.

Kesan pertama, kampung ini terlihat seperti dusun dari pertengahan tahun 1900-an, dengan rumah-rumah yang terbuat dari kayu dan seng atap. Di balik rumah tua, banyak warga justru menikmati teknologi terkini, termasuk mobil mewah, WiFi berkecepatan tinggi, dan smart TV.   "  Penduduknya tidak miskin - setiap rumah memiliki mobil  ",  Ujar SiDin Sng Teow Koon dan menambahkan "kami ingin menjaga budaya".

Rumah Attap adalah rumah tradisional Melayu dengan atap jerami yang terbuat rajutan daun tumbuhan (nipah) dan seng.  Mereka adalah tempat tinggal pilihan di kampung-kampung karena ventilasi alami dari struktur tersebut mendinginkan rumah meskipun cuaca tropis yang panas, menurut profesor dari Universitas Putra Malaysia.  Meski tinggal di rumah tradisional, mereka hidup tidak berbeda dari rata-rata orang Singapura. Beberapa berprofesi sebagai pegawai kantoran pusat kota, dan banyak yang membeli bahan makanan dari supermarket lokal.

Lorong Buangkok, kampung tradisional terakhir yang ada di Singapura,  penduduk desa membangun pagar untuk melindungi diri dari penyusup, kata seorang pemandu wisata, Kyanta Yap  yang  telah menggelar tur di kampung selama lebih dari setahun.   "  Secara tradisional, penduduk desa percaya pada 'gotong royong', rasa kebersamaan yang kuat tanpa batas  ",  Ujar SiDin Kyanta Yap.  "  Tapi sekarang mereka mengunci pintu dan gerbang karena banyaknya orang yang masuk tanpa izin ke kampong  ",  Ujarnya  menambahkan.

Sebagian besar apartemen umum di Singapura berukuran kecil, rata-rata hanya berukuran 90 meter persegi, atau sekitar 968 kaki persegi. Sementara, rumah-rumah attap berukuran luas, dengan halaman belakang yang luas.  Terlepas dari ukuran properti,  pada tahun 1950-an dan 1960-an Sng  Teow Koon menagih penyewanya  4  dolar Singapura hingga 13 dolar Singapura atau Rp137 ribu per bulan, ujar Kyanta Yap.   sekarang  sewa bulanan untuk rumah dengan tiga kamar tidur di Singapura mulai dari 4.000 dolar Singapura atau Rp44 juta per bulan.

Berbeda dengan rumah-rumah lain di kampung itu, satu rumah ini tidak ada unit AC, hanya dua kipas angin.  Sementara, beberapa rumah penduduk di kampung memiliki toilet bergaya Jepang yang canggih, bekas rumah Sng Teow Koon memiliki panci jongkok kecil.  Banyak warga menggunakan jamban yang yang masih tradisionil ujar Kyanta Yap. Seorang pria Singapura yang besar di kampung mengatakan menggunakan jamban memberi  "pengalaman traumatis"  karena sering melihat cacing dan darah,  Jamban akhirnya digantikan oleh toilet rumah pada 1970-an.

Rumah di Lorong Buangkok

Di Singapura, 13,2 persen penduduknya adalah orang Melayu, yang mayoritas beragama Islam. Setengah dari penduduk di kampung itu adalah Muslim Melayu, kata Kyanta Yap.  Penduduk kampung membangun surau pada 1960-an, yang menjadi  satu-satunya rumah ibadah di kampung ini mampu menampung hingga 200 orang.  Surau tidak hanya melayani penduduk Muslim di kampung, tetapi juga Muslim yang tinggal di tempat lain di negara-kota.

Kehidupan di kampung dalam banyak hal mengingatkan seperti apa Singapura dulu, tetapi pengingat akan lingkungan modernnya ada di mana-mana. Kakak-kakak Sng telah pindah dari kampung untuk tinggal di apartemen bertingkat di dekatnya. Jumlah penduduk di kampung itu menyusut menjadi 25 keluarga, turun dari 40.

Pemerintah berencana untuk membangun kembali kampung tersebut, menurut laporan lokal. Namun, beberapa kelompok telah mengampanyekan pelestariannya.   Sementara masa depan kampung tetap menjadi isu yang diperdebatkan di negara-kota,  Sng Teow  Koon  tetap mengabdikan diri pada satu-satunya tempat yang dia sebut rumah.   "  Saya suka menjaga desa, saya memastikan semua orang baik-baik saja  ",  Ujar Teow Koon dan   "  Selama saya berbuat baik, surga akan melindungi saya ".

                                  Lorong Buangkok, kampung tradisional terakhir yang ada di Singapura

 

Singapura satu Kampung Melayu pada awalnya, 

Lorong Buangkok Kampung terakhir yang tersisa di Sangapura.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LIMA PEMBUANGAN SAMPAH TERBESAR DI DUNIA, ADA BANTAR GEBANG !!

NusaNTaRa.Com       byBatiSKambinG,        R   a   b   u,    2   0      N   o   p   e   m   b   e   r      2   0   2  4     Tempat Pengelola...