NusaNTaRa.Com
ByMuhammaDBakkaranG,
R a b u 1 4 A p r i l 2 0 2 1
Masyarakat Aceh menyambut suka cita bulan Ramadhan yang
dimulai, Selasa (13/4/2021). Tapi sehari sebelum Ramadhan, masyarakat di ujung
Pulau Sumatera itu mengawali tradisi meugang, memakan daging sehari sebelum
puasa, Idul Fitri dan Idul Adha. “ Itu bentuk syukur dan suka cita menyambut
Ramadhan, dulu sampai kini kan begitu,
pimpinan bahkan orang yang lebih pendapatannya berbagi daging pada masyarakat
kurang mampu ”, Ujar SiDin
Yus Dedi.
Yus Dedi Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kota Lhokseumawe, via telepon menyebutkan, tradisi itu berawal saat Sultan Iskandar Muda memimpin Kerajaan Aceh Darussalam, Senin (12/4/2021). Sehari sebelum Ramadhan, Sultan meminta petinggi istana (Balai Fakir) yang menangani fakir miskin dan dhuafa untuk membagikan daging sapi dan kerbau, beras dan pakaian pada mereka tersebut. Kenduri pun digelar di istana, Sultan bersama seluruh pembesar istana hadir dan santap daging bersama.
Selain sebelum Ramadhan,
masyarakat Aceh juga merayakan Meugang pada saat menyambut Idul Fitri
dan Idul Adha, tradisi ini dianggap
mempunyai kaitan erat pengamalan ajaran dan ruh nilai-nilai agama Islam, agama
yang banyak dianut masarakat Aceh.
Masyarakat merayakannya dimaknai
sebagai sebuah bentuk suka cita dan kesiapan dalam menyambut datangnya bulan
penuh berkah tersebut, serta Meugang
dinilai sebagai ajang untuk bersedekah kepada fakir miskin, janda, anak yatim
dan orang jompo.
Bahkan, ketika Belanda menaklukan Aceh dan berhasil menjajah,
tradisi meugang tetap dipertahankan masyarakat Aceh saat itu, bodanya,
meugang bukan bagi dagingnya oleh kaum Belanda langsung pada rakyat, namun disalurkan lewat pimpinan desa yang menjadi sekutu
Belanda. Sejarawan asing sekelas Denys Lombard dalam buku “ Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda “,
menyebutkan adanya upacara Meugang di
Kerajaan Aceh Darussalam.
Bahkan, disebutkan Meugang
dilanjutkan tradisi ziarah pada makam para sultan yang telah meninggal
dunia dan menurut Denys dalam acara itu ada semacam peletakan
karangan bunga di atas makam Sultan usai tradisi santap daging bersama di
istana.
C Snouck Hurgronje Sejarawan Belanda yang lama menetap di
Aceh, dalam bukunya “ Aceh Di Mata Kolinialis “, menyebutkan persiapan masyarakat Aceh jelang
puasa bahkan dilakukan selama tiga hari sebelum Ramadhan. Termasuk meugang didalamnya, bertujuan agar di hari awal puasa, masyarakat tak perlu
berbelanja. “
Bukankah mereka yang berpuasa letih, sehingga perlu persiapan di
awal-awal, sehingga tak perlu berbelanja dulu di awal puasa ”,
Ujar SiDin Snouck.
Tradisi itu pula, membuat permintaan akan daging meningkat
drastis dua hari sebelum Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha. Masyarakat Aceh mengenal istilah meugang kecil dan meugang besar yaitu Meugang kecil dua hari sebelum Ramadhan, Meugang besar satu hari sebelum Ramadhan. “ Bedanya
masyarakat membeli daging dalam jumlah kecil pada meugang kecil. Karena biasa
hanya dikonsumsi untuk keluarga sendiri, tidak dibagi-bagi. Kalau meugang besar
biasanya itu dibagikan pada masyarakat lainnya
”, Ujar SiDin Yus Dedi dengan Plabomoranya
(hebatnya).
Hari ini misalnya, di Pasar Kota Lhokseumawe, harga daging sapi mencapai Rp 170.000 per kilogram. Bahkan di Kota Lhoksuon, Aceh Utara, harga daging mencapai Rp 180.000 per kilogram (di daerah lain di Indonesia kisaran harga Rp 60.000 – Rp 100.000 per kilogram). Ini pula yang membuat harga daging di Aceh selama meugang “ Termahal di Dunia “. “ Ini tradisi yang baik, walau kita sehari-hari mengonsumsi daging, menjaga tradisi juga penting. Suka cita untuk menyambut Ramadhan ”, Ujar SiGaluH Halida Bahri salah seorang warga Lhokseumawe.
Berpuasa lapar dan
haus di tahan,
Meugang tradisi masyarakat Aceh menyambut Ramadhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar