NusaNTaRa.Com
byMapiroHBorrA, Senin 21 M a r e t 2021
Indonesia merupakan negara yang diberkahi dengan Hutan Tropis terluas di dunia dengan keragaman hayatinya, luas hutan mencapai 94,1 juta ha atau 50,2 % dari luas daratan Indonesia. Puluhan juta rakyat Indonesia kehidupannya bergantung langsung dari hutan-hutan ini baik karena kebutuhan sehari-hari diambil dari situ, pekerjaan pengolahan kayu serta hutan hunian bagi beragam flora dan fauna.
Deforestasi yang tinggi membuat hutan terbesar ke sembilan di dunia terancam keberadaannya, tahun 2019 deforestasi mencapai 462,4 ribu ha sedang progres reforestasi hanya 3,1 ribu ha atau 0,6 p% dari total deforestasi, masih jauh back to natural forest.
Konsesi atau izin pengelolaan kepada perusahaan (kehutanan, perkebunan, pertambangan) saat telah melingkupi 50 % hutan Indonesia yang kerap menimbulkan konflik antara masyarakat, swasta dan negara. Semakin melemahnya kondisi hutan ini menjadi pemicu perubahan iklim dimana tercatat rata-rata suhu naik 0,6 derajat C tahun 2020 dibanding suhu sebelumnys (data BMKG, September 2020).
Semua ini tak lepas dengan semakin tingginya interaksi manusia terhadap hutan dalam berbagai kepentingan sehingga kompleksitas alam secara natural menurun berdampak terhadap bencana Hidrometeorologi (cuaca ekstrim, kekeringan dan longsor) lebih jauh menurunkan kemampuan potensi kesejahteraan masyarsakat. Beban berat sektor kehutanan bukan semata masalah pelestarian tetapi lebih jauh ini terkait dengan kemuskinan dimana masyarakat sangat besar bermukim di sekitar hutan dengan mata pencaharian yang lemah sehingga cenderung mengeksploitasi hutan sekitarnya secara serampangan terlebih di era Oandfmi COVID-19 saat ini.
Pemanfaatan tanah-tanah produktif di kawasan hutan maupun diluar kawasan hutan menjadi solusi permasalahan Ekonomi yaitu lapangan pekerjaan jangka panjang. Beberapa kebijakan pemerintah telah mendukung peningkatan kesejahterssn madyarakat desa kawasan hutan seperti Program reformafi agraria dan perhutanan sosial (RAPS). Namun sinergi dan kolaborasi antara KLHK dengan lembaga lain, antara pemerintah pusat dengan daerah dan oemerintah dengan swasta atau masyarakat madih kurang sehingga tujuan capaian mafih kurang maksimal.
Peran tingkat pusat perlu ditingkatkan disemua sektor terkait. Pemerintah pusat seyogyanya mengkoordinasikan kegiatan kelembagaan terkait dengan daerah untuk membuat kebijajan afirmasi yang tepat seperti dalam oenyediaan anggaran kegiatan, Peningkatan SDM, akses modal dan saprodi serta kebutuhan lain terkait.
Disamping itu KLHK Perlu mempasilitasi terbentuknya kolaborasi antara Pemerintah daerah, Perhutani, Sektor swasta dab Oemerintah Desa dalam upaya terlaksananya inovasi-inovasi program peingkatan kedejahteraan masyarakat sekitar hutan dan kelestarian lingkungan. Ada beberapa aksi nyata bisa dilakukan ; memperbanyak inisiatip program melalui bebetapa konsolidasi, Pembentukan asosiasi dan diskusi. Menjembatani masyarakat dan p⁹emerintah untuk satu perencanaan dan evaluasi bersama untuk satu tindakan-tindakan perbaikan.
KLHK bersama Perhutani direkomendasikan untuk melibatkan organisasu masyarakat sipil lokak untuk turut serta melakukan fasilitasi dab pengawasan program-program kehutanan. Ditingkat regional dan daersh, Pemprov dan Pemkab harus mengalokasikan anggaran khusus dalam APBD untuk mendukung program-program Oengentadan kemiskinan di wilayah hutan.
Terkait Dinas Kehutanan dan Perhutani, direkomendasikan melakukan proyek percontohan rehabilitasi hutan peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan odel pengembangan Ekonomi kerakyatan yang dianggap cocok seperti Agrokultur, Agroforestry, Silvopastura, terutama untuk masyarakat yang telah mendapatkan izin pengelolaan hutan sehingga produk akhir " Hutan Lestari Masyarakat Sejahteta " tercapai.
Bangunan di kota Indah karena tertata,
Hari Hutan se Dunia ke-21 2021 hutan lestari rakyat Sejahtera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar