NusanTaRa.Com
byJoneDPringgoNDandI, 16/7/2018
Meski menjadi satu pertemuan penting bahkan yang terhebat di muka bumi saat ini namun disayangkan bahwa pertemun ini tidak mengagendakan masalah HAM yang banyak terjadi Korea Selatan. Korea Utara sejak lama dikenal sebagai negara pelanggar Hak asasi manusia dan Human Rights Watch (HRW) melabelinya " salah satu negara otoriter paling represif ", sayang, isu hak asasi manusia (HAM) absen dalam pertemuan bersejarah tersebut di Singapura, (12/6/2018).
Harapan terhadap pembahasan isu HAM dalam ajang "US North Korea Summit" (Pertemuan AS-Korea Utara) setidaknya disampaikan Yeonmi Park, aktivis HAM warga negara Korea Selatan asal Korut, dalam laporan Foreign Policy (11/6). Yeonmi yang jadi salah satu penyintas bencana kelaparan Korea Utara terparah pada kurun 1994 hingga 1998, terpaksa menelan kekecewaan. Hingga pertemuan berlangsung hari ini (12/6), isu HAM tersebut tak jua muncul. Isi perjanjian yang ditandatangani Trump dan pemimpin Korut, Kim Jong-un, tak menyinggung persoalan HAM. Isinya hanya seputar denuklirisasi.
Sebagaimana terlihat pernyataan yang ditanda tangani kedua kepala Negara tersebut diakhir pertemuan, sebagai " dokumen komprehensif " yang memuat empat butir kesepakatann umum Amerika Serikat dan Korea Utara menyatakan 1. Berkomitmen untuk membangun hubungan yang baru sesuai dengan keinginan rakyatnya demi perdamaian dan kemakmuran, 2. Akan " menggabungkan upaya bersama untuk membangun rezim perdamaian abadi dan stabil di Semenanjung Korea ", 3. Korea Utara juga menegaskan komitmen " untuk bekerja menuju denuklirisasi lengkap " dan 4. Kedua negara sepakat untuk mengembalikan tahanan perang maupun mereka yang hilang dalam tugas, " termasuk pemulangan segera, setelah diidentifikasi ".
Semisal harga satu kamar presidential suite Di Shangri-La Hotel bisa mencapai $10.000 atau sekitar Rp104 juta per malamnya, harga ini tak jauh berbeda dengan tipe kamar yang sama di Hotel St. Regis, Singapura. Pendirian Pusat informasi di Gedung F1 Pit untuk melayani sekitar 2.500 jurnalis dari seluruh dunia yang turut meliput momen bersejarah hari itu ditaksir mencapai sekitar S $5 juta (Rp52,27 T media The Strait Times.
Keamanan di perketat meliputi seluruh wilayah negeri Pulau tersebut, mulai dari hotel tempat menginap, area jalan sekitarnya, tempat umum, lokasi pertemuan, hingga di perbatasan laut, udara, dan daratan, " Kita tidak bisa membuat kesalahan sedikit pun ", Ujar SiDin Lee Hsien Loong. Pasukan Gurkha menjadi pilar utama yang sangat penting dalam menjaga keamanan selama penyelenggaraan pertemuan ini, pasukan ini diketahui sebagai pasukan keamanan yang sangat jarang muncul di muka public sehingga dikenal sebagai pasukan " tak terlihat ", namun diyakini menjadi salah satu yang kelompok paling kuat di dunia.
Pemerintah Singapura sejak 1949 telah merekrut pasukan keamanan Gurkha langsung dari sebuah perbukitan di pelosok Nepal, mereka dilengkapi persenjataan yang paling terkini dan terlengkap, mulai dari senapan tempur FN SCAR buatan Belgia, hingga sepasang pistol yang menempel di sarung kaki mereka. Namun dalam keadaan genting mereka tidak akan berkelahi menggunakan perlengkapan itu, melainkan dengan senjata tradisional mereka, khukri/kukri/khukuri, yaitu sebuah pisau dengan panjang sekitar 45 sentimeter yang memiliki ukiran khas suku Gorkha.
Gurkha berasal dari sebuah kota perbukitan Gorkha menurut catatan sejarah menjadi lokasi awal berdirinya Kerajaan kerajaan di Nepal. Gurkha didominasi oleh empat suku, Gurung dan Magars dari Nepal Tengah, serta Rais dan Limbus dari Nepal Timur. Keberadaan pasukan Gurkha di Singapura berawal dari pasukan dari kolonial Inggris yang menggunkan mereka sehinggalah terus melekat dalam setiap kepemimpinan di Negeri Singa hingga kini.
Pasukan Inggris pertama kali melihat potensi Gurkha sebagai lascar tempur terbaik, ketika mereka berperang melawan pasukan tersebut dalam Perang Anglo-Nepal (1814-1816). Meski kalah lantaran jumlah pasukan yang tak seimbang, jiwa patriotisme dan kestariaan yang dimiliki pasukan Gurkha berhasil mencuri perhatian Inggris. Pasukan Gurkha semakin lengket dengan Renger Inggris sejak Pemerintah Inggeris aktip menginvasi wilayah-wilayah di Asia yang kemudian membawa pasukan Gurkha masuk ke Singapura. Memiliki sikap tidak netral dan kesetiaannya, saat ini sebanyak 2.000 prajurit Gurkha menjadi bagian dari institusi kepolisian Singapura.
Setiap tahunnya, sekitar 60 prajurit Gurkha muda dengan rentang usia 18 hingga 19 tahun direkrut melalui kompetisi yang sangat sengit di Nepal, mereka yang terpilih akan dipindahkan ke sebuah kamp di Gunung Vernon, sebuah lokasi terpencil yang khusus dijadikan tempat tinggal prajurit Gurkha dan keluarganya di Singapura. Lokasi itu tertutup untuk masyarakat umum yang bukan keturunan Gurkha. Para prajurit Gurkha juga dilarang untuk menikah dengan orang lokal Singapura. Namun, anak-anak mereka diizinkan untuk menempuh pendidikan di sekolah lokal.
byJoneDPringgoNDandI, 16/7/2018
Dalam
penyelenggaraan pertemuan akbar dua presiden yang cukup
menarik perhatian dunia Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan
Presiden Korea Utara Kim Jong-Un di Hotel Capella, Pulau Sentosa, Singapura,
kemarin (12/6/2018), pemerintah Singapura
harus mengalokasikan dana yang sangat besar. Kedua pemimpin tersebut saat ini menjadi pust perhatian dunia karena
sering mengeluarkan pernyataan yang
terbilang kontroversi dan dari Negara yang menarik perhatian dunia Negara
super dan Negara yang banyak kasus HAM dan sepanjang
usianya penuh dengan perseteruan militer disemenajung Korea.
Untuk dapat menyelenggarakan pertemuan tersebut dengan aman, Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong menyebut anggaran yang dikeluarkan negaranya mencapai S $20 juta atau sekitar Rp209,08 miliar, membiayai pasilitas dan pengelolaan penyelenggaraan pertemuan menggunakan standar yang benar dapat menjamin keamanan. Penyelenggaraan tersebut menggunakan fasilitas yang mahal, seperti menyewakan kamar di hotel bintang lima, penyelenggaraan pusat informasi, pasukan keamanan, Konsumsi dan sebagainya untuk dua pemimpin kontroversial itu.
Untuk dapat menyelenggarakan pertemuan tersebut dengan aman, Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong menyebut anggaran yang dikeluarkan negaranya mencapai S $20 juta atau sekitar Rp209,08 miliar, membiayai pasilitas dan pengelolaan penyelenggaraan pertemuan menggunakan standar yang benar dapat menjamin keamanan. Penyelenggaraan tersebut menggunakan fasilitas yang mahal, seperti menyewakan kamar di hotel bintang lima, penyelenggaraan pusat informasi, pasukan keamanan, Konsumsi dan sebagainya untuk dua pemimpin kontroversial itu.
Meski menjadi satu pertemuan penting bahkan yang terhebat di muka bumi saat ini namun disayangkan bahwa pertemun ini tidak mengagendakan masalah HAM yang banyak terjadi Korea Selatan. Korea Utara sejak lama dikenal sebagai negara pelanggar Hak asasi manusia dan Human Rights Watch (HRW) melabelinya " salah satu negara otoriter paling represif ", sayang, isu hak asasi manusia (HAM) absen dalam pertemuan bersejarah tersebut di Singapura, (12/6/2018).
Harapan terhadap pembahasan isu HAM dalam ajang "US North Korea Summit" (Pertemuan AS-Korea Utara) setidaknya disampaikan Yeonmi Park, aktivis HAM warga negara Korea Selatan asal Korut, dalam laporan Foreign Policy (11/6). Yeonmi yang jadi salah satu penyintas bencana kelaparan Korea Utara terparah pada kurun 1994 hingga 1998, terpaksa menelan kekecewaan. Hingga pertemuan berlangsung hari ini (12/6), isu HAM tersebut tak jua muncul. Isi perjanjian yang ditandatangani Trump dan pemimpin Korut, Kim Jong-un, tak menyinggung persoalan HAM. Isinya hanya seputar denuklirisasi.
Sebagaimana terlihat pernyataan yang ditanda tangani kedua kepala Negara tersebut diakhir pertemuan, sebagai " dokumen komprehensif " yang memuat empat butir kesepakatann umum Amerika Serikat dan Korea Utara menyatakan 1. Berkomitmen untuk membangun hubungan yang baru sesuai dengan keinginan rakyatnya demi perdamaian dan kemakmuran, 2. Akan " menggabungkan upaya bersama untuk membangun rezim perdamaian abadi dan stabil di Semenanjung Korea ", 3. Korea Utara juga menegaskan komitmen " untuk bekerja menuju denuklirisasi lengkap " dan 4. Kedua negara sepakat untuk mengembalikan tahanan perang maupun mereka yang hilang dalam tugas, " termasuk pemulangan segera, setelah diidentifikasi ".
Semisal harga satu kamar presidential suite Di Shangri-La Hotel bisa mencapai $10.000 atau sekitar Rp104 juta per malamnya, harga ini tak jauh berbeda dengan tipe kamar yang sama di Hotel St. Regis, Singapura. Pendirian Pusat informasi di Gedung F1 Pit untuk melayani sekitar 2.500 jurnalis dari seluruh dunia yang turut meliput momen bersejarah hari itu ditaksir mencapai sekitar S $5 juta (Rp52,27 T media The Strait Times.
Keamanan di perketat meliputi seluruh wilayah negeri Pulau tersebut, mulai dari hotel tempat menginap, area jalan sekitarnya, tempat umum, lokasi pertemuan, hingga di perbatasan laut, udara, dan daratan, " Kita tidak bisa membuat kesalahan sedikit pun ", Ujar SiDin Lee Hsien Loong. Pasukan Gurkha menjadi pilar utama yang sangat penting dalam menjaga keamanan selama penyelenggaraan pertemuan ini, pasukan ini diketahui sebagai pasukan keamanan yang sangat jarang muncul di muka public sehingga dikenal sebagai pasukan " tak terlihat ", namun diyakini menjadi salah satu yang kelompok paling kuat di dunia.
Pemerintah Singapura sejak 1949 telah merekrut pasukan keamanan Gurkha langsung dari sebuah perbukitan di pelosok Nepal, mereka dilengkapi persenjataan yang paling terkini dan terlengkap, mulai dari senapan tempur FN SCAR buatan Belgia, hingga sepasang pistol yang menempel di sarung kaki mereka. Namun dalam keadaan genting mereka tidak akan berkelahi menggunakan perlengkapan itu, melainkan dengan senjata tradisional mereka, khukri/kukri/khukuri, yaitu sebuah pisau dengan panjang sekitar 45 sentimeter yang memiliki ukiran khas suku Gorkha.
Gurkha berasal dari sebuah kota perbukitan Gorkha menurut catatan sejarah menjadi lokasi awal berdirinya Kerajaan kerajaan di Nepal. Gurkha didominasi oleh empat suku, Gurung dan Magars dari Nepal Tengah, serta Rais dan Limbus dari Nepal Timur. Keberadaan pasukan Gurkha di Singapura berawal dari pasukan dari kolonial Inggris yang menggunkan mereka sehinggalah terus melekat dalam setiap kepemimpinan di Negeri Singa hingga kini.
Pasukan Inggris pertama kali melihat potensi Gurkha sebagai lascar tempur terbaik, ketika mereka berperang melawan pasukan tersebut dalam Perang Anglo-Nepal (1814-1816). Meski kalah lantaran jumlah pasukan yang tak seimbang, jiwa patriotisme dan kestariaan yang dimiliki pasukan Gurkha berhasil mencuri perhatian Inggris. Pasukan Gurkha semakin lengket dengan Renger Inggris sejak Pemerintah Inggeris aktip menginvasi wilayah-wilayah di Asia yang kemudian membawa pasukan Gurkha masuk ke Singapura. Memiliki sikap tidak netral dan kesetiaannya, saat ini sebanyak 2.000 prajurit Gurkha menjadi bagian dari institusi kepolisian Singapura.
Setiap tahunnya, sekitar 60 prajurit Gurkha muda dengan rentang usia 18 hingga 19 tahun direkrut melalui kompetisi yang sangat sengit di Nepal, mereka yang terpilih akan dipindahkan ke sebuah kamp di Gunung Vernon, sebuah lokasi terpencil yang khusus dijadikan tempat tinggal prajurit Gurkha dan keluarganya di Singapura. Lokasi itu tertutup untuk masyarakat umum yang bukan keturunan Gurkha. Para prajurit Gurkha juga dilarang untuk menikah dengan orang lokal Singapura. Namun, anak-anak mereka diizinkan untuk menempuh pendidikan di sekolah lokal.
Donald Trump dan Kim Jong-Un dua Presiden Kontroversi,
Dikawal Gurkha pertemuan menghasilkan 4 poin deklarasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar