NusanTaRa.Com
byJoneDPringgondandI, 4/5/2018
byJoneDPringgondandI, 4/5/2018
Sejak awal
maret 2018 pertempuran antara militer Myanmar pasukan Karen National Union
(KNU) sering terjadi, ini menandakan bahwa pertempuran yang telah berjalan
selama 60 tahun belum berakhir di Negara bagian Kayin yang dikuasai
minoritas bangsa Karen.
Pertempuran ini diduga karena kegiatan pemerintah yang akan membangun
infrastruktur dikawasan tersebut yang tidak disetjui bangsa Karen seperti jalan
raya, Bendungan dan Listrik yang
bagi mereka kurang memberikan manfaat
sedang lading kehidupan mereka banyak yang terseroboti. Perang saudara antara Uni Nasional Karen dan
tentara Myanmar selama lebih dari 60 tahun menyebabkan lebih dari 160 ribu
etnis Karen mengungsi ke kamp-kamp di perbatasan Thailand-Myanmar. Wartawan VOA
Ujar
Steve Sandford wartawan VOA.
Lebih
dari 2.000 mantan pengungsi bangsa Karen harus kembali
mengungsi setelah pasukan
pemerintah melanggar perjanjian gencatan senjata tahun 2015 dengan memasuki
wilayah yang dikuasai kelompok etnis bersenjata Karen tersebut ditenggara Myanmar, untuk membangun jalan militer maret
2018. Harapan bangsa Karen untuk
pulang dari Karen semakin pupus manakala pertempuran kembali terjadi di bulan
maret. " Setelah gencatan senjata, saya pikir
situasinya akan lebih baik. Kami memutuskan untuk pulang ke rumah sendiri,
tanah kami sendiri. Tetapi situasinya memburuk. Kami harus meninggalkan desa
kami lagi ", Ujar SiDin
Day Wah.
Bentrokan dan pengungsian massal di Negara Bagian Kayin, Myanmar
Tenggara, semakin menambah keraguan bahwa perang saudara terlama di dunia yang melibatkan
etnis minoritas Karen dapat diselesaikan dengan proses perdamaian
yang dipimpin Aung San Suu Kyi. Menurut
Karen Peace Support Network, jaringan organisasi berbasis komunitas, pada 4
Maret lalu lebih dari 600 tentara Myanmar keluar dari markas-markas mereka ke
daerah-daerah sipil yang diklaim oleh Karen National Union (KNU), yang
sebelumnya melancarkan pemberontakan melawan pemerintah pusat sejak 1949.
Militer Myanmar, yang sedang dalam misi memperbaiki jalan rusak di
distrik Hpapun di negara bagian Kayin, di dekat perbatasan dengan Thailand,
baku tembak dengan para anggota KNU dan milisi lokal. Ini menyebabkan lebih dari 1.500 warga desa
melarikan diri ke daerah-daerah hutan di sekitarnya, di mana mereka bertahan
dengan persediaan makanan yang menipis dan sedikit pasokan medis, kata Saw Way
Lay, seorang juru bicara bagi jaringan pendukung perdamaian Karen.
Di desa terpencil Kaw Row Ban Tha, makanan dan minuman dibagi antara
penduduk setempat dan banyak kerabat mereka yang akhirnya tiba di sana. 16
Tahun lalu, Naw Moo Day Wah ditembak pada bagian perutnya oleh tentara Myanmar
saat melarikan diri dari pertempuran di ladang jagung terdekat. Setelah perjanjian
gencatan senjata tahun 2015 ditandatangani, harapan kembali terasa pupus untuk
pulang dengan aman ketika pertempuran kembali terjadi Maret lalu setelah
tentara memasuki wilayah tersebut untuk mengamankan kegiatan pembangunan yang
akan dijalankan.
Saw Tender juru bicara Brigade
5 KNU, yang menguasai daerah itu, memberitahu VOA bahwa bentrokan itu
berlangsung 4 hingga 9 Maret, tanpa
menimbulkan korban. Kedua pihak kini
sedang “ melihat dan menunggu dan pihak Militer Myanmar berlindung di parit
di tepi jaalan belum bergerak begitu jauh “ ujarnya. Pada 16 Maret, KNU melansir pernyataan yang
meminta tentara Myanmar mundur agar penduduk desa dapat kembali, organisasi
lokal dan internasional dapat memberikan bantuan kemanusiaan, dan agar
pembicaraan perdamaian dapat dipercepat.
Padoh Kwe Htoo Win, Pejabat Uni Nasional Karen (KNU), mengatakan tentara Myanmar kini setuju
menghentikan untuk sementara pembangunan jalan dan mengizinkan penduduk pulang
ke daerah tersebut. Tetapi ketua KNU
dengan cepat menambahkan orang-orang Karen akan membutuhkan konfirmasi di
lapangan untuk melihat apakah itu benar-benar terjadi.
Suku Karen di Burma,
Perdamaian gagal hidup menderita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar