NusanTaRa.Com
byLasikUAgaY, 20/12/2017
Pelaut Makassar sering datang pada saat Barra atau angin yang berhembus dari arah barat laut yang akan memudahkan perjalanan pelayaran dan saat itu penduduk asli Aborigin segera memanen hasil laut berupa Teripang, Ikan, Mutiara dari Tiram, Kerang, dan Penyu sisik dan Penyu Hijau untuk para pelaut Makassar. “ Perdagangan yang dilakukan orang-orang Makassar adalah teripang. Kawasan pesisir pantai masyarakat Yolngu merupakan perairan dangkal tempat teripang bisa berkembang biak dalam jumlah besar ” Ujar SiDin Richard Ian Trudgen, pendiri dan pimpinan Aboriginal Resource Development Services (ARDS), tentang lingkungan tempat tinggal Suku Yolngu.
Richard menuturkan bahwa hubungan yang akrab antara suku Yolngu dan pelaut Makassar dari tahun 1760-1770 berlanjut hingga sekitar 1,5 abad, bisa berlangsung langgeng dalam jangka waktu yang lama karena sikap para pelaut dari Makassar yang bersahabat dan memberi manfaat yang signifikan dalam kehidupan masyarakat Yolngu di pesisir pantai Arnhem Land. Sikap seperti ini, lanjutnya, yang tidak ditemukan pada para pelaut Eropa ketika tiba di Benua Australia. “ Ketika Makassar datang dan pergi selama beberapa abad, mereka menghormati kekuasaan Suku Yolngu. Para pelaut Makassar hanya berada di sekitar pantai setelah berlabuh. Di tempat ini mereka menunggu para juragan Yolngu untuk bernegosiasi dalam hubungan dagang mereka. Hanya ada beberapa saja ketidaksepakatan yang kemudian menjadi perkelahian dalam hubungan dagang selama berabad-abad ”, Ujar SiDin Richard.
Menurut sejarah Australia bahwa manusia yang pertama kali mendarat di sana selain suku Aborigin adalah James Cook sekitar tahun 1720 an namun sebagian ahli ada yang meyakini bahwa pelaut Makassar lebih dulu mendarat disana. Peninggalan lain disana adalah sebuah kampung Pantai Macassan yang teletak 20 km dari kota Gova disana ditemukan batu bersusun yang menggambarkan perahu Phinisi dan peranan pelaut dalam memberikan pelajaran dan pengenalan akan tehnologi kehidupan. Dari situs disitu juga diperkirakan bahwa ada suku Yoinga yang pernah ke luar daerah Australia sebagaimana Gambaran yang terdapat gambar Monyet, Rumah adat Makassar dan alat2 yang hanya ditemukan di Makassar.
Ananda Sukarlan seoraang musisi Indonesia pada Juni 2017 berada di tengah-tengah suku kaum Aborigin di Australia Utara untuk meneliti musik dan budaya kaum Aborigin tersebut, sebagai bahan untuk membuat karya orkes “The Voyage to Marege’ ” yang menceritakan tentang hubungan pelaut-pelaut Makassar yang datang ke Marege’ atau sekarang bernama Arnhem Land (sekitar 900 km dari Darwin, kota terbesar terdekat) pada abad 18. Misi Sukarlan atas permintaan Kedutaan Besar Australia di Jakarta bekerjasama dengan Darwin International Festival yang akan dipertunjukkan secara bertahap di Graha Bhakti Budaya (Taman Ismail Marzuki) pada 31 Agustus 2017 sebagai hadiah Kedutaan Besar Australia untuk publik Indonesia merayakan hari kemerdekaan RI, kemudian di Darwin International Festival Juni tahun 2018.
byLasikUAgaY, 20/12/2017
Matthew Flinders seorang Navigator ketika
berlayar di perairan utara Australia sekitar
abad 18 tepatnya tahun 1803 bertemu dengan enam
perahu dari Makassar, mereka mengatakan telah beberapa kali melakukan pelayaran tersebut selama dua
dekade terakhir sebelum tahun 1803, untuk mendapatkan hasil laut (teripang) diperairan tersebut dari penduduk asli Aborigin dengan
menukarkan rempah-rempah.
Komunikasi yang sering terjadi antara pelaut-pelaut Makassar dengan
penduduk asli tersebut mengakibatkan satu akulturasi budaya seperti bahasa
Aborigin untuk Rupiya berarti uang,
Belanda untuk orang asing, Prau untuk perahu, Rrothi untuk Roti dan
pengenalan agama Islam sehingga banyak keturunan pelaut Makassar yang menetap
didaerah Arnhem Land sekitar teluk Carfenter.
Bagi Suku Yolngu dari Etnis Aborigin yang berdiam di timur laut Australia orang Indonesia khususnya suku Makassar bukanlah kawan baru bagi mereka, karena jauh sebelum Matthew Flinders tiba di daratan Negeri Kanguru tersebut mereka telah lebih dahulu menginjakkan kakinya di Arnhem Land dengan menggunakan Perahu Phinisi dan menyebutnya sebagai “ mangathara “ sementara orang Makassar menyebut Arnhem Land sebagai “ Marege “. Pelayaran kebumi Marege dengan maksut mencari Teripang melalui perairan Arafuru ditempuh selama 2 – 3 minggu dengan membawa armada phinisi sebanyak 40 – 50 buah setiap phinisi berisi sekitar 20 awak perahu.
Bagi Suku Yolngu dari Etnis Aborigin yang berdiam di timur laut Australia orang Indonesia khususnya suku Makassar bukanlah kawan baru bagi mereka, karena jauh sebelum Matthew Flinders tiba di daratan Negeri Kanguru tersebut mereka telah lebih dahulu menginjakkan kakinya di Arnhem Land dengan menggunakan Perahu Phinisi dan menyebutnya sebagai “ mangathara “ sementara orang Makassar menyebut Arnhem Land sebagai “ Marege “. Pelayaran kebumi Marege dengan maksut mencari Teripang melalui perairan Arafuru ditempuh selama 2 – 3 minggu dengan membawa armada phinisi sebanyak 40 – 50 buah setiap phinisi berisi sekitar 20 awak perahu.
Pelaut Makassar sering datang pada saat Barra atau angin yang berhembus dari arah barat laut yang akan memudahkan perjalanan pelayaran dan saat itu penduduk asli Aborigin segera memanen hasil laut berupa Teripang, Ikan, Mutiara dari Tiram, Kerang, dan Penyu sisik dan Penyu Hijau untuk para pelaut Makassar. “ Perdagangan yang dilakukan orang-orang Makassar adalah teripang. Kawasan pesisir pantai masyarakat Yolngu merupakan perairan dangkal tempat teripang bisa berkembang biak dalam jumlah besar ” Ujar SiDin Richard Ian Trudgen, pendiri dan pimpinan Aboriginal Resource Development Services (ARDS), tentang lingkungan tempat tinggal Suku Yolngu.
Jalur Pelayaran Macassar-Marege |
Kehadiran pelaut - pelaut
selanjutnya tidak hanya untuk membeli kebutuhannya tapi lama-kelamaan
sebagian dari pelaut asal Makassar ini
ikut tinggal sementara di Arnhem Land berjarak 500 km dari Darwin, Teluk
Carpentaria dan Northern Territory untuk membantu penduduk Suku Yolngu
membudidayakan dan memanen teripang, mengolah, mengeringkannya, lalu
mengirimkannya kembali ke Makassar dengan kapal untuk dijual.
Hubungan dagang yang terus berlanjut dengan pelaut dari Makassar selalu datang setiap barra berembus, tanda musim penghujan datang, Richard mencatat bahwa Riwayat kedatangan dan jual beli antara Suku Yolngu dan pelaut Makassar, termasuk pengaruh yang diberikan oleh mangathara, semua tercatat oleh Suku Yolngu dalam serangkaian lagu yang disebut manikay. Manikay pada dasarnya lagu yang berisi pengetahuan dari para leluhur suku Yolngu mengenai bagaimana cara Suku Yolngu hidup yang dinyanyikan pada saat upacara adat, Manikay juga mencatat benda seperti Alkohol, tembakau, beras dan benda-benda berbahan logam, misalnya kapak, kait pancing, pedang, dan senapan diperoleh mereka sebagai hasil barter dari pelaut Makassar.
Hubungan dagang yang terus berlanjut dengan pelaut dari Makassar selalu datang setiap barra berembus, tanda musim penghujan datang, Richard mencatat bahwa Riwayat kedatangan dan jual beli antara Suku Yolngu dan pelaut Makassar, termasuk pengaruh yang diberikan oleh mangathara, semua tercatat oleh Suku Yolngu dalam serangkaian lagu yang disebut manikay. Manikay pada dasarnya lagu yang berisi pengetahuan dari para leluhur suku Yolngu mengenai bagaimana cara Suku Yolngu hidup yang dinyanyikan pada saat upacara adat, Manikay juga mencatat benda seperti Alkohol, tembakau, beras dan benda-benda berbahan logam, misalnya kapak, kait pancing, pedang, dan senapan diperoleh mereka sebagai hasil barter dari pelaut Makassar.
Richard menuturkan bahwa hubungan yang akrab antara suku Yolngu dan pelaut Makassar dari tahun 1760-1770 berlanjut hingga sekitar 1,5 abad, bisa berlangsung langgeng dalam jangka waktu yang lama karena sikap para pelaut dari Makassar yang bersahabat dan memberi manfaat yang signifikan dalam kehidupan masyarakat Yolngu di pesisir pantai Arnhem Land. Sikap seperti ini, lanjutnya, yang tidak ditemukan pada para pelaut Eropa ketika tiba di Benua Australia. “ Ketika Makassar datang dan pergi selama beberapa abad, mereka menghormati kekuasaan Suku Yolngu. Para pelaut Makassar hanya berada di sekitar pantai setelah berlabuh. Di tempat ini mereka menunggu para juragan Yolngu untuk bernegosiasi dalam hubungan dagang mereka. Hanya ada beberapa saja ketidaksepakatan yang kemudian menjadi perkelahian dalam hubungan dagang selama berabad-abad ”, Ujar SiDin Richard.
Hubungan dagang Pelaut Makassar dan
Suku Yolngu yang terjalin harus berakhir setelah Pemerintah Australia pada awal
abad ke-19 mewajibkan setiap pelaut untuk memiliki izin dan membayar semacam
pajak jika hendak memancing atau memanen teripang di kawasan Australia. “ Ada
kabar bahwa sejumlah nakhoda dari Makassar sudah diberi tahu bahwa mereka tidak
bisa lagi datang karena Bangsa Eropah
yang ada di Pelabuhan Darwin tidak mengizinkan mereka berlabuh ”,
Ujar SiDin Richard.
Perahu Phinisi Makaassar yang datang untuk mendapatkan keperluan mereka berupa hasil laut tersebut juga di awaki pelaut Makassar, Bugis, Enrekang, Melayu, bahkan sebagian kapal tersebut dimiliki dan dinahkodai pelaut China. Hasil laut yang diperoleh dari tanah “ Marege “ tersebut setiba di Makassar akan di jual kepada pedagan China yang membuka perdagangan disana, yang kemudian akan memperdagangkannya ke Singapura yang kala itu menjadi pusat perniagaan untuk daerah Asia Tenggara untuk selanjutnya di kirim ke negeri Asia Timur seperti China, Korea dan Jepang yang sangat menyenangi komoditas tersebut sebagai pangan atau obat. Selain ke Asia timur tentunya kemoditas tersebut akan di kapalkan ke wilayah Eropah.
Perahu Phinisi Makaassar yang datang untuk mendapatkan keperluan mereka berupa hasil laut tersebut juga di awaki pelaut Makassar, Bugis, Enrekang, Melayu, bahkan sebagian kapal tersebut dimiliki dan dinahkodai pelaut China. Hasil laut yang diperoleh dari tanah “ Marege “ tersebut setiba di Makassar akan di jual kepada pedagan China yang membuka perdagangan disana, yang kemudian akan memperdagangkannya ke Singapura yang kala itu menjadi pusat perniagaan untuk daerah Asia Tenggara untuk selanjutnya di kirim ke negeri Asia Timur seperti China, Korea dan Jepang yang sangat menyenangi komoditas tersebut sebagai pangan atau obat. Selain ke Asia timur tentunya kemoditas tersebut akan di kapalkan ke wilayah Eropah.
Menurut sejarah Australia bahwa manusia yang pertama kali mendarat di sana selain suku Aborigin adalah James Cook sekitar tahun 1720 an namun sebagian ahli ada yang meyakini bahwa pelaut Makassar lebih dulu mendarat disana. Peninggalan lain disana adalah sebuah kampung Pantai Macassan yang teletak 20 km dari kota Gova disana ditemukan batu bersusun yang menggambarkan perahu Phinisi dan peranan pelaut dalam memberikan pelajaran dan pengenalan akan tehnologi kehidupan. Dari situs disitu juga diperkirakan bahwa ada suku Yoinga yang pernah ke luar daerah Australia sebagaimana Gambaran yang terdapat gambar Monyet, Rumah adat Makassar dan alat2 yang hanya ditemukan di Makassar.
Ananda Sukarlan seoraang musisi Indonesia pada Juni 2017 berada di tengah-tengah suku kaum Aborigin di Australia Utara untuk meneliti musik dan budaya kaum Aborigin tersebut, sebagai bahan untuk membuat karya orkes “The Voyage to Marege’ ” yang menceritakan tentang hubungan pelaut-pelaut Makassar yang datang ke Marege’ atau sekarang bernama Arnhem Land (sekitar 900 km dari Darwin, kota terbesar terdekat) pada abad 18. Misi Sukarlan atas permintaan Kedutaan Besar Australia di Jakarta bekerjasama dengan Darwin International Festival yang akan dipertunjukkan secara bertahap di Graha Bhakti Budaya (Taman Ismail Marzuki) pada 31 Agustus 2017 sebagai hadiah Kedutaan Besar Australia untuk publik Indonesia merayakan hari kemerdekaan RI, kemudian di Darwin International Festival Juni tahun 2018.
Jauh berjalan banyak Botak dilihat,
Bumi Marege dahulu tujuan pelaut Makassar menambat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar