NusaNTaRa.Com
byMapiroHBorrA, S e n i n, 0 6 D e s e m b e r 2 0 2 1
Presiden Jokowi & Menko Polhukam Luhut Panjaitan di KRI Imam Bonjol 282 Per. Natuna 23/6/21
Kementerian Luar Negeri RI telah menerima sepucuk surat dari China, isinya meminta Indonesia menghentikan aktivitas pengeboran minyak dan gas alam di lepas pantai Natuna dengan alas an pelarangan Tiongkok karena aktivitas itu dilakukan di wilayah yang diklaim sebagai teritorial China, sebagaimana disampaikan Muhammad Farhan anggota DPR Komisi I. Torkait dengan protes itu Juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah saat dikonfirmasi, menyatakan tidak dapat mengonfirmasi kabar tersebut, karena "komunikasi diplomatik, termasuk melalui nota diplomatik, bersifat tertutup".
Pemerintah Indonesia menyatakan ujung selatan Laut China
Selatan masuk dalam wilayah Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut dan Indonesia menamakan wilayah itu sebagai Laut
Natuna Utara pada 2017. Sementara China,
keberatan dan bersikeras bahwa jalur air
itu berada dalam klaim teritorialnya yang luas di Laut China Selatan ditandai dengan "sembilan garis putus-putus" berbentuk U.
Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag pada 2016 mengatakan batas
tersebut tidak memiliki dasar hukum.
Menurut Farhan, Dalam surat
terpisah, China juga memprotes kegiatan latihan militer Garuda Shield pada
Agustus 2021 yang sebagian besar kegiatannya dilakukan di darat, latihan yang melibatkan 4.500 tentara Amerika
Sorikat dan Indonesia itu berlangsung saat pembicaraan mengenai Laut
China Selatan antara dua negara mengalami kebuntuan. Ini adalah protes pertama China terhadap
Indonesia, menurut Farhan, " Dalam
surat resmi mereka, pemerintah China mengungkapkan keprihatinan mereka tentang
stabilitas keamanan di daerah itu ".
Pengamat Hubungan Internasional Hikmahanto Juwana mengungkap tiga
alasan mengapa China melayangkan protes ke Indonesia soal aktivitas pengeboran
di sekitar wilayah Natuna. Pertama,
Protes China itu dilandasi
pandangan mereka bahwa aktivitas
pengeboran berada di wilayah yang diklaim Tiongkok berdasarkan sembilan garis
putus (nine-dash line). Kedua, Protes itu
prosedur standar agar China tidak dikesankan melepaskan klaimnya atas
wilayahnya yang masuk dalam sembilan garis putus di perairan
Laut China Selatan dan Kotiga,
Agar otoritas dalam negeri China telah berwenang dengan
akuntabel dimata para pelaku
pemerintahan dan rakyat menjalankan fungsina.
Hikmahanto menandaskan bahwa
bila negari Tirai Bambu itu tidak melakukan protes, maka secara hukum
internasional berarti China mengakui wilayah tempat pengeboran sebagai Landas
Kontinen Indonesia. Perspektif China
tersebut, tentunya bertolak belakang
dengan perspektif Indonesia
sehingga bagi Indonesia kegiatan
pengeboran perlu terus dilakukan, bahkan perlu mendapat pengamanan dari Bakamla
bila ada gangguan dari Coast Guard China.
Kegiatan pengeboran itu sesuai dengan arahan Presiden Jokowi kepada Menteri ESDM saat rapat di KRI Imam
Bonjol 2016 silam, "
Saat itu Presiden meminta agar perkembangan ekonomi di wilayah Kepulaun
Natuna dan sekitarnya dikembangkan terutama untuk dua hal, yaitu perikanan dan
migas ".
Hikmahanto Juwana menilai pemerintah Indonesia tak perlu menanggapi
permintan China yapi pemerintah perlu melakukan pengamanan agar
pelaksanaan pengeboran di rig lepas pantai tetap berjalan aman. Dengan alasan pertama, Indonesia tidak
pernah mengakui sembilan garis putus yang diklaim oleh China di Laut China
Selatan. Kedua, China selama ini mengklaim sembilan garis
putus yang menjorok ke Indonesia terkait sumber daya alam sebagai traditional
fishing ground, yang merujuk pada sumber daya laut yang berada di kolom laut,
seperti ikan.
" Lalu mengapa China
protes terkait aktifitas pengeboran sumber daya alam yang berada dibawah dasar
laut ?
Apakah China dengan sembilan garis putus akan mengklaim sumber daya alam
di dasar lau t? ", Ujar SiDin Hikmahanto Juwana dengan
Plabomoranya (hebatnya). Ketiga, dengan mengabaikan protes China berarti
Indonesia terus dan tetap konsisten tidak mengakui klaim China atas sembilan
garis putus dam Koompat, "
Terakhir, tepat Indonesia
melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di dasar laut
tanpa menghiraukan protes China, karena
Indonesia melaksanakan hak berdaulat atas Landas Kontinen Indonesia di Natuna
Utara sesuai ketentuan Konvensi Hukum Laut PBB
".
Senada dengan Hikmahanto, Anggota Komisi I DPR RI Dave Laksono senada
dengan Hikmahanto menyatakan, wilayah yang dipermasalahkan China di Natuna
jelas merupakan wilayah Indonesia,
" Wilayah drilling
(pengeboran migas) yang di mana Indonesia sudah lakukan itu masih masuk zona
ekonomi eksklusif Indonesia dan itu di luar wilayah nine dash line, sehingga
itu jelas milik Indonesia ", Ujar
SiDin Dave Laksono Laji. Ia pun meminta
pemerintah Indonesia tidak perlu menanggapi nota diplomatik yang dikirimkan
Tiongkok. "Mengenai klaim China dan mengirim nota diplomatik itu tidak
perlu ditanggapi dulu, kita tetap jalankan rencana kita untuk drilling ".
" Apabila China membawa hal ini ke Mahkamah Abritase Internasional, pemerintah harus segera mempersiapkan tim hukum yang kuat dan argumen hukum yang tegas dan juga buktinya yang tepat untuk menjaga kedaulatan kita di mahkamah Internasional ", Ujar SiDin Dave Laksono bekeras. Namun Dave Laksono meminta Pemerintah tetap mempersiapkan tim hukum dan bukti untuk menghadapi gugatan di Mahkamah Arbitrasi.
Negara berdaulat menjaga wilayahnya,
Larangan China tidak berdasar atas pengeboran RI di Natuna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar