NusanTaRa.Com
byLaDollaHBantA, 31/05/2019
byLaDollaHBantA, 31/05/2019
Akhirnya Jokowi
berhasil mengembalikan uang negara yang diselewengkan dalam perusahaan milik
keluarga Cendana, setelah sebelumnya berjalan selama 11 tahun bertarung di
pengadilan. Negara memberikan kuasa
kepada Presiden RI untuk merebut kembali uang yang diselewengkan Yayasan
Supersemar dalam berbagai bentuk, berawal tahun 2007 negara memberi kuasa untuk Presiden RI Susilo BY untuk merebut milik negara kemudian berlanjut ke Presiden Joko Widodo.
Kasus bermula saat Presiden Soeharto mendirikan Yayasan Supersemar pada 16 Mei 1974 dengan tujuannya untuk membantu pendidikan Indonesia. Dua tahun berselang kemudian Presiden Soeharto mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 15/1976 yang menentukan 50 persen dari 5 persen sisa bersih laba bank negara disetor ke Yayasan Supersemar. Bermodal PP ini, Yayasan Supersemar mendapatkan uang sebesar USD 420 juta dan Rp 185 miliar.
Lika-liku Rebut Supersemar : 2 Presiden, 3 Jaksa Agung, 9 Hakim Agung, Jaksa Agung Prasetyo, Jaksa Agung pun silih berganti, yaitu Hendarman Supandji, Basrief Arief dan Prasetyo. Sejarah mencatat, Hendarman mengajukan gugatan, Prasetyo mengeksekusi putusan dan butuh 9 hakim agung agar putusan itu bisa inkrah dan berkekuatan hukum tetap.
Dalam perjalanannya, dana yang terkumpul bukannya untuk beasiswa, pembangunan gedung sekolah, kampus dkk, tapi malah diselewengkan ke bisnis keluarga Cendana dkk. di antaranya yaitu ;
1. PT Bank Duta USD 125 juta.
2. PT Bank Duta juga kembali diberi dana USD 19 juta.
3. PT Bank Duta kembali mendapat kucuran dana USD 275 juta.
4. Sempati Air sebesar Rp 13 miliar kurun 1989 hingga 1997.
5. Diberikan kepada PT Kiani Lestari sebesar Rp 150 miliar pada 13 November 1995.
6. Diberikan kepada PT Kalhold Utama, Essam Timber dan PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri sebesar Rp 12 miliar pada 1982 hingga 1993.
7. Diberikan kepada kelompok usaha Kosgoro sebesar Rp 10 miliar pada 28 Desember 1993.
Kasus bermula saat Presiden Soeharto mendirikan Yayasan Supersemar pada 16 Mei 1974 dengan tujuannya untuk membantu pendidikan Indonesia. Dua tahun berselang kemudian Presiden Soeharto mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 15/1976 yang menentukan 50 persen dari 5 persen sisa bersih laba bank negara disetor ke Yayasan Supersemar. Bermodal PP ini, Yayasan Supersemar mendapatkan uang sebesar USD 420 juta dan Rp 185 miliar.
Lika-liku Rebut Supersemar : 2 Presiden, 3 Jaksa Agung, 9 Hakim Agung, Jaksa Agung Prasetyo, Jaksa Agung pun silih berganti, yaitu Hendarman Supandji, Basrief Arief dan Prasetyo. Sejarah mencatat, Hendarman mengajukan gugatan, Prasetyo mengeksekusi putusan dan butuh 9 hakim agung agar putusan itu bisa inkrah dan berkekuatan hukum tetap.
Dalam perjalanannya, dana yang terkumpul bukannya untuk beasiswa, pembangunan gedung sekolah, kampus dkk, tapi malah diselewengkan ke bisnis keluarga Cendana dkk. di antaranya yaitu ;
1. PT Bank Duta USD 125 juta.
2. PT Bank Duta juga kembali diberi dana USD 19 juta.
3. PT Bank Duta kembali mendapat kucuran dana USD 275 juta.
4. Sempati Air sebesar Rp 13 miliar kurun 1989 hingga 1997.
5. Diberikan kepada PT Kiani Lestari sebesar Rp 150 miliar pada 13 November 1995.
6. Diberikan kepada PT Kalhold Utama, Essam Timber dan PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri sebesar Rp 12 miliar pada 1982 hingga 1993.
7. Diberikan kepada kelompok usaha Kosgoro sebesar Rp 10 miliar pada 28 Desember 1993.
Sepanjang Soeharto
menjabat, laporan keuangan Yayasan Supersemar tak tersentuh. Pasca lengser pada
1998, uang yang terkumpul itu mulai dibidik sebagai bagian amanat
reformasi. Hingga pada 2007, Negara
menggugat Yayasan Supersemar untuk mengembalikan dana yang diselewengkan.
Gayung bersambut, pada 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengabulkan gugatan Kejagung dan menghukum Yayasan Supersemar membayar ganti rugi kepada RI. Vonis itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 19 Februari 2009. Setahun setelahnya, hakim agung Harifin Tumpa dengan anggota Rehngena Purba dan Dirwoto menguatkan vonis itu. Sayang, ada salah ketik di amar sehingga tak bisa dieksekusi. Seharusnya tertulis Rp 185 miliar, tetapi tertulis Rp 185.918.904.
Jaksa Agung mengajukan PK atas kesalahan ketik itu. Pada Agustus 2015, MA memperbaiki salah ketik itu, menjadi: " Menghukum Tergugat II (Yayasan Supersemar) untuk membayar kepada Penggugat (Republik Indonesia) sejumlah 75 persen x US $ 420.002.910,64 = US $ 315.002.183,00 dan 75 persen x Rp 185.918.048.904,75 = Rp139.438.536.678,56 ", putus ketua majelis Suwardi dengan anggota Mahdi Soroinda Nasution dan Sultoni Mohdally.
Namun cerita belum berakir. Yayasan Supersemar mengajukan perlawanan eksekusi pada 2016. Pada 29 Juni 2016, PN Jaksel mengabulkan perlawanan eksekusi Yayasan Supersemar dan PN Jaksel menyatakan Yayasan Supersemar sudah menyalurkan dana pendidikan ke yang berhak. Tapi pada 19 Oktober 2017, MA menolak perlawan eksekusi Yayasan Supersemar itu dengan alasan perlawanan eksekusi Yayasan Supersemar nebis in idem.
" Sehingga putusan perkara a quo nebis ini idem ", Ujar majelis dengan suara bulat.
Mengantongi putusan itu, Jaksa Agung mengajukan permohonan eksekusi. Perlahan, uang negara yang diselewengkan yayasan bisa diambil kembali. " Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung RI, telah berhasil melaksanakan pemulihan keuangan Negara dari beberapa rekening deposito/giro/rekening milik Yayasan Supersemar/Yayasan Beasiswa Supersemar di bank dengan total keseluruhan sebesar Rp 241.870.290.793,62 yang saat ini berada di rekening Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan rekening RPL 175 PN ", Ujar SiDin M Rum Kapuspenkum Kejagung pada Maret 2018.
Langkah sunyi Jokowi tak sampai di situ. Diam-diam, lewat Jaksa Agung, ia terus menuntaskan kasus itu, salah satunya meminta eksekusi tanah dan Gedung Granadi. " Sudah lama (disita) ", Ujar SiDin Achmad Guntur pejabat Humas PN Jaksel saat dihubungi Senin (19/11) lalu. Selain gedung Granadi, yang terletak di Jl HR Rasuna Said, sejumlah aset lainnya disita terkait kasus Yayasan Supersemar, di antaranya tanah di Megamendung, Kampung Citalingkup, Bogor, seluas 8.120 meter persegi.
" Ada tanah di Megamendung dan rekening sama uangnya ", Ujar SiDin Guntur.
Lalu apa kata keluarga Cendana soal penyitaan aset Yayasan Supersemar? Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto menduga penyitaan gedung Granadi di Kuningan, Jaksel, berkaitan dengan dirinya yang vokal terhadap pemerintah. " Granadi itu ya, setiap kali saya bicara vokal ke pemerintah, selalu ada yang angkat mengenai penyitaan Granadi. Padahal ini cerita yang sudah beberapa bulan yang lalu ", Ujar SiGaluh Titiek di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (22/11/2018).
Gayung bersambut, pada 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengabulkan gugatan Kejagung dan menghukum Yayasan Supersemar membayar ganti rugi kepada RI. Vonis itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 19 Februari 2009. Setahun setelahnya, hakim agung Harifin Tumpa dengan anggota Rehngena Purba dan Dirwoto menguatkan vonis itu. Sayang, ada salah ketik di amar sehingga tak bisa dieksekusi. Seharusnya tertulis Rp 185 miliar, tetapi tertulis Rp 185.918.904.
Jaksa Agung mengajukan PK atas kesalahan ketik itu. Pada Agustus 2015, MA memperbaiki salah ketik itu, menjadi: " Menghukum Tergugat II (Yayasan Supersemar) untuk membayar kepada Penggugat (Republik Indonesia) sejumlah 75 persen x US $ 420.002.910,64 = US $ 315.002.183,00 dan 75 persen x Rp 185.918.048.904,75 = Rp139.438.536.678,56 ", putus ketua majelis Suwardi dengan anggota Mahdi Soroinda Nasution dan Sultoni Mohdally.
Namun cerita belum berakir. Yayasan Supersemar mengajukan perlawanan eksekusi pada 2016. Pada 29 Juni 2016, PN Jaksel mengabulkan perlawanan eksekusi Yayasan Supersemar dan PN Jaksel menyatakan Yayasan Supersemar sudah menyalurkan dana pendidikan ke yang berhak. Tapi pada 19 Oktober 2017, MA menolak perlawan eksekusi Yayasan Supersemar itu dengan alasan perlawanan eksekusi Yayasan Supersemar nebis in idem.
" Sehingga putusan perkara a quo nebis ini idem ", Ujar majelis dengan suara bulat.
Mengantongi putusan itu, Jaksa Agung mengajukan permohonan eksekusi. Perlahan, uang negara yang diselewengkan yayasan bisa diambil kembali. " Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung RI, telah berhasil melaksanakan pemulihan keuangan Negara dari beberapa rekening deposito/giro/rekening milik Yayasan Supersemar/Yayasan Beasiswa Supersemar di bank dengan total keseluruhan sebesar Rp 241.870.290.793,62 yang saat ini berada di rekening Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan rekening RPL 175 PN ", Ujar SiDin M Rum Kapuspenkum Kejagung pada Maret 2018.
Langkah sunyi Jokowi tak sampai di situ. Diam-diam, lewat Jaksa Agung, ia terus menuntaskan kasus itu, salah satunya meminta eksekusi tanah dan Gedung Granadi. " Sudah lama (disita) ", Ujar SiDin Achmad Guntur pejabat Humas PN Jaksel saat dihubungi Senin (19/11) lalu. Selain gedung Granadi, yang terletak di Jl HR Rasuna Said, sejumlah aset lainnya disita terkait kasus Yayasan Supersemar, di antaranya tanah di Megamendung, Kampung Citalingkup, Bogor, seluas 8.120 meter persegi.
" Ada tanah di Megamendung dan rekening sama uangnya ", Ujar SiDin Guntur.
Lalu apa kata keluarga Cendana soal penyitaan aset Yayasan Supersemar? Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto menduga penyitaan gedung Granadi di Kuningan, Jaksel, berkaitan dengan dirinya yang vokal terhadap pemerintah. " Granadi itu ya, setiap kali saya bicara vokal ke pemerintah, selalu ada yang angkat mengenai penyitaan Granadi. Padahal ini cerita yang sudah beberapa bulan yang lalu ", Ujar SiGaluh Titiek di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (22/11/2018).
Jaksa Agung Prasetyo |
Kayu Cendana mahal
harganya,
Jokowi dengan sunyi
kembaliin harta Negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar