NusanTaRa.Com
byJonedPringgondandI, 3/6/2018
Puncak Everest menggapai Langit,
Dee Dee dan Mathilda wanita Indonesia penakluk Seven Summit.
byJonedPringgondandI, 3/6/2018
Dee Dee dan Mathilda di Puncak Mount Everest 2018 |
Dee Dee dan
Mathilda dua pendaki wanita Indonesia yang berhasil
menoreh sejarah, Kamis 17 mei 2018 karena berhasil
menancapkan bendera Merah Putih di puncak gunung tertinggi di Dunia, Mount
Everest (8.848 meter diatas permukaan laut/mdpl), sekaligus menempatkan mereka
sebagai wanita pertama dari Indonesia yang berhasil menancapkan sang Merah
Putih di Tujuh Puncak tertinggi di Tujuh Benua (Seven Summits). Sebelumnya
mereka telah menaklukkan 6 puncak gunung tertinggi yaitu Carstensz Pyramid 4.884 mdpl di Papua pada 13 Agustus 2014, Elbrus 5.642 mdpl di Rusia pada 15 mei 2015, Kilimanjaro 5.895 mdpl di Tanzania pada 24
mei 2015, Aconcagua 6.962 mdpl di
Argentina pada 30 Januari
2016, Vinson Massif 4.892 mdpl di Antartika pada 05 Januari 2017 dan Denali
6.190 mdpl di Amerika Serikat pada 02
Juli 2017.
Fransiska
Dimistri Inkirawang (Dee Dee) dan Mathilda Dwi Lestari (Mathilda)
merupakan dua mahasiswa hubungan
internasional (HI) Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung dalam kegiatan ekstrakulikuler mereka berdua tergabung dalam organisasi mahasiswa
pencinta alam kampus Unpar yang bernama Mahitala. Misi pendakian tujuh puncak tertinggi di tujuh benua itu
diberi nama The Women of Indonesia’s Seven
Summits Expedition Mahitala-Unpar (WISSEMU)
yang mulai mereka lakoni sejak
Agustus 2014 hingga mei 2018 dengan dukungan kalangan kampus Unpar,
keluarga dan pemerintah.
Deedee dan Mathilda
tiba di Terminal II Bandara Soekarno Hatta dari Mount Everest, Jumat (1/6) disambut langsung Menpora Imam Nahrawi bersama jajarannya, Staf Khusus
Presiden Diaz Hendropriyono dan Rektor Unpar Bandung Mangadar Situmorang dengan pengalungan bunga
dan penghargaan masing-masing Rp 20 juta.
" Saya
ucapakan selamat atas prestasi yang diraih oleh kedua pendaki tim WISSEMU
Unpar Fransiska Dimitri Inkiriwang dan
Mathilda Dwi Lestari yang telah berhasil mengibarkan merah putih setelah
mencapai puncak Gunung Everest. Mereka sudah dapat melebihi dari emas. Semoga nanti atlet Indonesia di Asian Games
bisa terinspirasi oleh kedua pahlawan kita ini
yang sudah meninggalkan keluarga,
teman dan kebahagiaan. Mereka ini sudah mengorbankan semuanya, mereka
hanya berpikir untuk memuat sejarah besar bagi negeri ini. Merah Putih
ditancapkan di tujuh puncak gunung tertinggi dan tentu ini merupakan kebanggaan
Indonesia dan dunia ", Ujar SiDin Mangadar Situmorang rektor
Unpar.
Lebih dari 50
orang memenuhi restoran Mang Engking di
kompleks Soewarna, Bandara Soekarno-Hatta, Jumat (1/6) dari kalangan Forum Komunikasi Keluarga Besar Pencinta Alam
Bandung Raya (FKKBPABR), Selain menunggu
jam buka bersama mereka juga ingin mendengar pengalaman Mathilda dan Dee
Dee dalam pendakian menaklukkan puncak
Everest. Pertemuan ini menjadi seru
karena Dee Dee dan Mathilda secara bergantian menceritakan semua seluk beluk
pendakian mereka dan permasaalahan yang
mereka temukan secara jelas.
Dari
Indonesia menuju Kathmandu, Nepal tiba 30 Maret 2018. Kemudian, lanjut terbang menuju Lhasa, Tibet, pada 10 April dan
terus menuju Everest Base Camp (EBC) dengan menggunakan mobil, lama perjalanan
mencapai lima hari. ” Kami tiba di EBC
pada 18 April. Syukur cuaca cerah ”,
Ujar SiGaluh Dee Dee. Di EBC mereka berdua menjalani pematangan
materi selama enam hari dilanjutkan proses aklimatisasi pada 26 April berlangsung sepekan hingga 03
mei 2018. Proses aklimatisasi adalah
suatu upaya untuk penyesuaian fisiologis atau adaptasi tubuh menghadapi kondisi
alam baru, proses aklimatisasi tertinggi
pernah mencapai titik 7.400 mdpl.
Ditengah
canda Dee Dee mengatakan bahwa di
kalangan pencinta alam ada ungkapan
bahwa mendaki ke puncak Everest sama dengan makan kue black forest, ” Tidak
bisa langsung. Dinikmati satu potong,
satu potong, satu potong ”, Ujar Dara kelahiran Jakarta, 4 Oktober 1993, bermakna bahwa di setiap sesi mendaki ke puncak
Everest, perlu ada istirahat supaya
tidak stres, karena perjalanan menuju puncak sangat jauh.
Vinson Massif di Antartika |
Setelah kesiapan fisik dan mental siap mereka naik ke
Advance Base Camp (ABC) berada di titik ketinggian 6.400 mdpl dan
merasakan sebuah Anomali kata Mathilda. Umumnya pendaki memanfaatkan waktu istirahat
dengan tidur agar tubuh tetap segar dan siap melanjutkan pendakian. ” Tetapi
ini beda. Bangun tidur malah pusing. Seperti habis digebukin. Pokoknya, habis tidur malah babak belur ”, Ujar SiGaluh kelahiran Jakarta, 26 September 1993. Kondisi tersebut terjadi karena mereka tidur
di titik yang memiliki kandungan oksigen rendah.
Dari
ABC menuju puncak para pendaki harus melewati camp 1 atau yang biasa dikenal
dengan sebutan North Col di ketinggian 7.000 mdpl, kemudian ke camp 2 (7.800 mdpl) dan menuju camp 3
(8.224 mdpl) baru menuju puncak Everest di ketinggian 8.484 mdpl. Di setiap Camp mereka harus
beristirah ditenda kecil dengan dilengkapi tabung oksigen agar tak kekurangan
oksigen lagi, sehingga selama jalan dan
tidur tabung Oksigen tak pernah lepas dari hidung.
The Trueth
Journey to Everest di mulai dari Camp
3, Saat itu, sekitar pukul 21.00 waktu
setempat agak gelap, mereka dibangunkan
dua pemandu yang berasal dari etnis Sherpa bernama Pemba Tenzing dan Pasang Tendi, medan yang mereka lalui malam itu berupa
tebing. Meski sudah dilengkapi dengan
oksigen, tidak berarti mereka sama dengan di daratan biasa kata Mathilda. ” Saya
sempat mengira akan kolaps. Tetapi, ternyata oksigennya mampet ”, Ujar SiGaluh Dee Dee. Pagi harinya perjalanan menuju puncak Everest
akhirnya berakhir dipuncak Gunung
Everest bersama para pendaki lain dari
penjuru dunia. ” Pendakian
lancar. Tapi, bukan berarti mudah. Untungnya, cuaca cerah dan dapat pendamping
pendakian yang andal ”, Ujar SiGaluh Mathilda.
Dee Dee ketika telah menaklukkan Gunung Vinson Massif di Antartika dahulu, mengatakan dirinya sangat bersyukur bisa kembali ke
tanah air, Sebab perjuangan di Antartika
tidaklah mudah, pada konferensi pers di Aula Gedung BRI 1,
Jakarta, Selasa sore 24 Januari 2017. “ Kami harus menghadapi cuaca yang ekstrim,
dengan suhu dibawah minus 30 derajat celsius. Dan harus melakukan load carry ke
High Camp sebelum melakukan summit attempt
”, Ujar SiGaluh Dee dee. Kedua
pendakian ini memerlukan kesiapan atas perlakuan suhu yang cukup tinggi
perbedaannya dan suhu sangat rendah hingga minus 30 derajat C.
Motivasi
mereka untuk menjalankan misi seven summits tersebut ?. Mathilda mengatakan, sejatinya misi itu berawal
ketika mereka ke puncak Gunung Carstensz
Pyramid, kemudian mereka melihat ada peluang untuk melakukan
seven summits serta belum adanya pendaki
Seven Summit wanita asal Indonesia. Kemudian,
tim WISSEMU langsung dibentuk sekaligus menyusun perencanaan penaklukkan tuuju
puncak dunia tersebut.
Puncak Everest menggapai Langit,
Dee Dee dan Mathilda wanita Indonesia penakluk Seven Summit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar