NusanTaRa.Com
byFelGM, 29/5/2018
Dari perbandingan itu, International Union for Conservation of Nature
memasukkan pesut ke daftar merah spesies yang terancam punah. Status
pesut dikategorikan kritis atau berstatus rawan punah. Adapun angka
kematian pesut tertinggi adalah pada 2012. Sebanyak enam ekor mati, lima
di antaranya disebabkan jaring nelayan, seperti dilaporkan dalam jurnal
berjudul Kelimpahan dan Sebaran Populasi Pesut Mahakam di Sungai Mahakam Kalimantan Timur (2012).
Sungai Mahakam membelah bumi Kalimantan,
Pesut maskot Kaltim terancam Hilan.
byFelGM, 29/5/2018
Untuk kesekian kali, pesut ditemukan mati di perairan Sungai Mahakam.
Sabtu, 26 Mei 2018, warga mendapati tubuh mamalia air tawar itu di Desa
Bakungan, Kecamatan Loa Janan, Kutai Kartanegara. Peneliti masih
menyelidiki penyebab kematian satwa malang yang ditemukan dengan badan
sudah kekuning-kuningan.
Sebelum menjadi bangkai, binatang yang terancam punah itu berusia
lebih dari 19 tahun. Para peneliti mengenalinya sebagai pesut yang
pernah diidentifikasi pada 1999 di Desa Bukit Jering, Kecamatan Muara
Kaman, Kutai Kartanegara. Danielle Kreb, perempuan Belanda yang selama
21 tahun mengabdikan diri meneliti pesut Mahakam, menamainya Pepe.
Dalam survei April 2016 lalu, peneliti Yayasan Konservasi RASI, Rare
Aquatic Species of Indonesia, kembali bertemu Pepe. Ia diberi kode SKR
35 saat didokumentasikan di Sungai Pela, anak Sungai Mahakam di
Kecamatan Kota Bangun, Kukar. “Dari dokumentasi dan pencocokan bentuk
sirip di database komunitas, individu yang mati adalah SKR 35,” tulis
pengelola media sosial Save The Mahakam Dolphin yang mengidentifikasi bangkai pesut. Pepe adalah pesut kedua yang mati sepanjang 2018. Pesut pertama
ditemukan pada Senin, 5 Februari silam, di Kecamatan Anggana, Kukar.
Merosotnya Populasi
Habitat pesut semakin sempit dalam beberapa dekade ini. Sampai 2007,
ruang hidup pesut di Sungai Mahakam telah berkurang 120 kilometer. Pesut
hanya ditemukan di 180 kilometer dari muara sungai, yakni di Kukar,
hingga 600 kilometer ke arah hulu (Status and Conservation of Irrawaddy Dolphins Orcaella Brevirostris in the Mahakam River of Indonesia, 2007).
Menyusutnya habitat seturut dengan melorotnya populasi. Pada 1980-an,
jumlah mereka diperkirakan masih 200 hingga 300 ekor. Pesut dalam
kelompok besar terkonsentrasi di Danau Melintang dan Danau Jempang (Dolphins and Porpoises: A Worldwide Guide, 1993). Enam tahun lalu atau pada 2012, jumlah pesut tersisa 92 ekor. Angka
itu terus melorot pada 2016 menjadi 77 ekor, dengan jumlah maksimal 84
ekor, menurut Danielle Kreb selaku peneliti sebagaimana dilansir dari Antara.
Setiap tahun, rata-rata tiga sampai empat ekor pesut mati di Sungai
Mahakam. Angka kematian rata-rata itu hanya sedikit lebih rendah dari
angka kelahiran yakni lima ekor per tahun. Apabila angka kematian
rata-rata mencapai 6 ekor per tahun, pesut akan punah dengan tingkat
kepastian 60 persen.
Kematian pesut dewasa jelas membawa dampak buruk bagi populasinya.
Sebagai gambaran, seekor pesut harus mengandung selama 14 bulan untuk
melahirkan anak. Pesut dewasa di Sungai Mahakam diperkirakan tersisa
40-an ekor. Jika asumsi jumlah jantan dan betina merata, hanya 25 persen
pesut betina dewasa yang melahirkan setiap tahun. Kematian seekor pesut
betina dewasa dapat menurunkan angka kelahiran dari 5 ekor menjadi 4,75
ekor per tahun.
Makin Terjepit
Pesut tersingkir dari muara Sungai Mahakam hingga perairan Samarinda
karena semakin ramainya aktivitas pelayaran. Satwa itu sukar hidup
berdampingan dengan bising kapal. Sebagai mamalia yang hidup di air,
binatang itu memiliki penglihatan yang buruk. Mereka melihat keadaan
sekitar dari pantulan suara, sebagaimana yang kelelewar lakukan (Whales of The World, 1988).
Suara gaduh kapal penarik tongkang yang melintasi habitat pesut akan
mengganggu sistem sonar. Ketika “penglihatan” utama terganggu, mereka
menderita kebutaan. Satu-satunya cara untuk keluar dari kebutaan itu
adalah menuju sinar di atas permukaan Sungai Mahakam. Pesut pun bergerak
naik ke permukaan air.
Celakanya, gerakan alami itu kemungkinan besar membuat mereka segera
ditabrak kapal beserta tongkang. Itulah pembunuh nomor dua pesut setelah
jaring nelayan menurut penelitian Yayasan Konservasi RASI.
Pesut akhirnya menyingkir ke anak-anak Sungai Mahakam yang sepi dari
lalu lintas tongkang. Habitat mereka kini di Sungai Kedang Rantau,
Sungai Kedang Kepala, Sungai Belayan, Sungai Pela, dan Batubumbun.
Pergi jauh ke cabang Mahakam bukan berarti hidup pesut menjadi
tenang. Mereka justru kehilangan sumber makanan. Sejumlah rawa-rawa yang
menopang kehidupan sungai dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit.
Padahal, di situlah tempat berkembang biak ikan kecil yang merupakan
makanan utama pesut.
Binatang Purba
Sebagai mamalia yang hidup di dalam air, pesut adalah keluarga dekat
lumba-lumba dan paus. Ketiganya istimewa karena hidup di habitat yang
tak semestinya bagi kelompok mamalia. Mereka menjadi “ikan” yang
bernapas dengan paru-paru, hamil, melahirkan, dan menyusui di dalam air. Mamalia ini memang bukan ikan. Paus, lumba-lumba, dan pesut, meluncur
di dalam air dengan gerakan tubuh naik turun. Berbeda dengan cara ikan
berenang yakni mengibaskan tubuh ke kiri dan kanan.
Pesut dan lumba-lumba, sebagaimana nenek mereka yakni paus, adalah
binatang purba. Para ahli biologi menduga bahwa kelompok mamalia yang
hidup di air adalah hasil evolusi. Kesimpulan itu semakin kuat setelah
penemuan fosil pada 2000 dan 2004 di Pakistan. Belulang itu adalah hewan
darat berbobot sangat besar yang diperkirakan sebagai cikal-bakal paus (Great Transformation in Vertebrate Evolution, 2015).
Paus adalah hasil evolusi pada 50 juta tahun yang lalu. Sebelumnya,
paus merupakan binatang darat yang hidup bersama-sama kaum dinosaurus.
Perpindahan mereka ke laut diduga untuk menghindari kompetisi dengan
para dinosaurus. Makanan di laut berlimpah dan pesaing di sana sedikit.
Selama 20 juta tahun berjalan, evolusi mencapai bentuk sempurnanya pada
spesies paus sperma. Delapan juta tahun kemudian, evolusi paus sperma
melahirkan lumba-lumba dan pesut (Whales, 2003).
Setelah 12 juta tahun menghuni bumi, pesut pertama kali
dideskripsikan profesor biologi berkebangsaan Inggris bernama Sir
Richard Owen. Dia meneliti pesut yang dikirim dari India. Salah satu
keunikan hewan itu adalah selalu tersenyum. Hal itu, menurut Owen,
karena mulut pesut dikelilingi bibir yang melengkung ke arah mata (Orcaella Brevirostris, 1866).
Pesut dewasa jantan dapat memiliki panjang 2 sampai 2,5 meter dengan
berat 90 sampai 100 kilogram. Mereka adalah perenang santai yang
bergerak lamban. Kemampuan menyelam pesut juga lumayan karena mampu
menahan napas antara 70 sampai 150 detik. Mereka menghirup udara dengan
mengeluarkan kepala lebih dulu diikuti oleh ekor yang menepuk-nepuk
permukaan air.
Sebagai mamalia yang istimewa dan langka, pesut mendapat tempat yang
istimewa pula. Bukan hanya maskot kota, namanya menjadi julukan bagi
klub sepak bola di Samarinda. Sayang, keistimewaan bagi pesut itu hanya
di darat, tidak berlaku di Sungai Mahakam. Habitat pesut terus
berkurang, begitu pula ketersediaan makanan.
Lima puluh juta tahun lalu, nenek moyang pesut pergi dari darat ke
air. "Keputusan" itu ditempuh karena kalah bersaing dalam perebutan
makanan dengan dinosaurus yang juga memangsa mereka. Hari ini, pesut
yang sudah hidup di Sungai Mahakam justru kekurangan makanan dan terus
terbunuh. Bukan dinosaurus, manusia yang melakukannya.
drKaltimKece.Com.12mei2018.Sungai Mahakam membelah bumi Kalimantan,
Pesut maskot Kaltim terancam Hilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar