NusanTaRa.Com
byMohMahfudMD, 30/5/2018
Khilafah sebagai sistem pemerintahan adalah ciptaan manusia yang isinya bisa bermacam-macam dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Di dalam Islam tidak ada sistem ketatanegaraan dan pemerintahan yang baku.
Para pendukung sistem khilafah sering mengatakan, sistem negara Pancasila telah gagal membangun kesejahteraan dan keadilan. Kalau itu masalahnya, maka dari sejarah khilafah yang panjang dan beragam (sehingga tak jelas yang mana yang benar) itu banyak juga yang gagal dan malah kejam dan sewenang-wenang terhadap warganya sendiri.
MOH MAHFUD MD
Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN); Ketua Mahkamah Konstitusi RI Periode 2008-2013.
Islam keselamatan manusia,
Khilafiah Negara Islam di bawah satu bendera.
byMohMahfudMD, 30/5/2018
"Buktikan bahwa sistem politik dan ketatanegaraan Islam itu tidak ada. Islam itu lengkap dan sempurna, semua diatur di
dalamnya, termasuk khilafah sebagai sistem pemerintahan”. Pernyataan
dengan nada agak marah itu diberondongkan kepada saya oleh seorang
aktivis ormas Islam asal Blitar saat saya mengisi halaqah di dalam
pertemuan Muhammadiyah se-Jawa Timur ketika saya masih menjadi ketua
Mahkamah Konstitusi.
Saat
itu, teman saya, Prof Zainuri yang juga dosen di Universitas
Muhammadiyah Sidoarjo, mengundang saya untuk menjadi narasumber dalam
forum tersebut dan saya diminta berbicara seputar ”Konstitusi bagi Umat
Islam Indonesia”.
Pada saat itu saya mengatakan, umat Islam
Indonesia harus menerima sistem politik dan ketatanegaraan Indonesia
yang berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sistem
negara Pancasila yang berbasis pluralisme, Bhinneka Tunggal Ika, sudah
kompatibel dengan realitas keberagaman dari bangsa Indonesia.
Saya mengatakan pula, di dalam sumber primer ajaran Islam, Al Quran dan
Sunah Nabi Muhammad SAW, tidak ada ajaran sistem politik,
ketatanegaraan, dan pemerintahan yang baku. Di dalam Islam memang ada
ajaran hidup bernegara dan istilah khilafah, tetapi sistem dan
strukturisasinya tidak diatur di dalam Al Quran dan Sunah, melainkan
diserahkan kepada kaum Muslimin sesuai dengan tuntutan tempat dan zaman.
SISTEM NEGARA PANCASILA
Khilafah sebagai sistem pemerintahan adalah ciptaan manusia yang isinya bisa bermacam-macam dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Di dalam Islam tidak ada sistem ketatanegaraan dan pemerintahan yang baku.
Umat Islam Indonesia boleh mempunyai sistem pemerintahan sesuai dengan
kebutuhan dan realitas masyarakat Indonesia sendiri. Para ulama yang
ikut mendirikan dan membangun Indonesia menyatakan, negara Pancasila
merupakan pilihan final dan tidak bertentangan dengan syariah sehingga
harus diterima sebagai mietsaaqon ghaliedzaa atau kesepakatan luhur
bangsa.
Penjelasan saya yang seperti itulah yang memicu
pernyataan aktivis ormas Islam dari Blitar itu dengan meminta saya untuk
bertanggung jawab dan membuktikan bahwa di dalam sumber primer Islam
tidak ada sistem politik dan ketatanegaraan. Atas pernyataannya itu,
saya mengajukan pernyataan balik. Saya tak perlu membuktikan apa-apa
bahwa sistem pemerintahan Islam seperti khilafah itu tidak ada yang baku
karena memang tidak ada.
Justru yang harus membuktikan adalah
orang yang mengatakan, ada sistem ketatanegaraan atau sistem politik
yang baku dalam Islam. ”Kalau Saudara mengatakan bahwa ada sistem baku
di dalam Islam, coba sekarang Saudara buktikan, bagaimana sistemnya dan
di mana itu adanya,” kata saya.
Ternyata dia tidak bisa menunjuk
bagaimana sistem khilafah yang baku itu. Kepadanya saya tegaskan lagi,
tidak ada dalam sumber primer Islam sistem yang baku. Semua terserah
pada umatnya sesuai dengan keadaan masyarakat dan perkembangan zaman.
Buktinya, di dunia Islam sendiri sistem pemerintahannya berbeda-beda.
Ada yang memakai sistem mamlakah (kerajaan), ada yang memakai sistem
emirat (keamiran), ada yang memakai sistem sulthaniyyah (kesultanan),
ada yang memakai jumhuriyyah (republik), dan sebagainya.
Bahwa di
kalangan kaum Muslimin sendiri implementasi sistem pemerintahan itu
berbeda-beda sudahlah menjadi bukti nyata bahwa di dalam Islam tidak ada
ajaran baku tentang khilafah. Istilah fikihnya, sudah ada ijma’ sukuti
(persetujuan tanpa diumumkan) di kalangan para ulama bahwa sistem
pemerintahan itu bisa dibuat sendiri-sendiri asal sesuai dengan maksud
syar’i (maqaashid al sya’iy).
Kalaulah yang dimaksud sistem
khilafah itu adalah sistem kekhalifahan yang banyak tumbuh setelah Nabi
wafat, maka itu pun tidak ada sistemnya yang baku.
Di antara
empat khalifah rasyidah atau Khulafa’ al-Rasyidin saja sistemnya juga
berbeda-beda. Tampilnya Abu Bakar sebagai khalifah memakai cara
pemilihan, Umar ibn Khaththab ditunjuk oleh Abu Bakar, Utsman ibn Affan
dipilih oleh formatur beranggotakan enam orang yang dibentuk oleh Umar.
Begitu juga Ali ibn Abi Thalib yang keterpilihannya disusul dengan
perpecahan yang melahirkan khilafah Bani Umayyah. Setelah Bani Umayyah
lahir pula khilafah Bani Abbasiyah, khilafah Turki Utsmany (Ottoman) dan
lain-lain yang juga berbeda-beda.
Yang mana sistem khilafah yang
baku? Tidak ada, kan? Yang ada hanyalah produk ijtihad yang
berbeda-beda dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Ini berbeda
dengan sistem negara Pancasila yang sudah baku sampai pada
pelembagaannya. Ia merupakan produk ijtihad yang dibangun berdasar
realitas masyarakat Indonesia yang majemuk, sama dengan ketika Nabi
membangun Negara Madinah.
BERBAHAYA
Para pendukung sistem khilafah sering mengatakan, sistem negara Pancasila telah gagal membangun kesejahteraan dan keadilan. Kalau itu masalahnya, maka dari sejarah khilafah yang panjang dan beragam (sehingga tak jelas yang mana yang benar) itu banyak juga yang gagal dan malah kejam dan sewenang-wenang terhadap warganya sendiri.
Semua sistem khilafah,
selain pernah melahirkan penguasa yang bagus, sering pula melahirkan
pemerintah yang korup dan sewenang-wenang. Kalaulah dikatakan bahwa di
dalam sistem khilafah ada substansi ajaran moral dan etika pemerintahan
yang tinggi, maka di dalam sistem Pancasila pun ada nilai-nilai moral
dan etika yang luhur. Masalahnya, kan, soal implementasi saja. Yang
penting sebenarnya adalah bagaimana kita mengimplementasikannya
Maaf, sejak Konferensi Internasional Hizbut Tahrir tanggal 12 Agustus
2007 di Jakarta yang menyatakan ”demokrasi haram” dan Hizbut Tahrir akan
memperjuangkan berdirinya negara khilafah transnasional dari Asia
Tenggara sampai Australia, saya mengatakan bahwa gerakan itu berbahaya
bagi Indonesia. Kalau ide itu, misalnya, diterus-teruskan, yang terancam
perpecahan bukan hanya bangsa Indonesia, melainkan juga di internal
umat Islam sendiri.
Mengapa? Kalau ide khilafah diterima, di
internal umat Islam sendiri akan muncul banyak alternatif yang tidak
jelas karena tidak ada sistemnya yang baku berdasar Al Quran dan Sunah.
Situasinya bisa saling klaim kebenaran dari ide khilafah yang
berbeda-beda itu. Potensi kaos sangat besar di dalamnya.
Oleh
karena itu, bersatu dalam keberagaman di dalam negara Pancasila yang
sistemnya sudah jelas dituangkan di dalam konstitusi menjadi suatu
keniscayaan bagi bangsa Indonesia. Ini yang harus diperkokoh sebagai
mietsaaqon ghaliedzaa (kesepakatan luhur) seluruh bangsa Indonesia. Para
ulama dan intelektual Muslim Indonesia sudah lama menyimpulkan
demikian.
drDanaAnwari(FB)-MeraHPutiHIndonesiAMOH MAHFUD MD
Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN); Ketua Mahkamah Konstitusi RI Periode 2008-2013.
Khilafiah Negara Islam di bawah satu bendera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar