NusanTaRa.Com
bySitiHardijantiRukmana, 31/5/2018
bySitiHardijantiRukmana, 31/5/2018
Pagi itu
saya berpakaian rapi dan resmi, karena pagi itu bapak akan menyampaikan pidato
berhentinya dari Presiden di istana Merdeka. Di Cendana saya menemui bapak yang
sudah duduk di ruang keluarga.
Bapak
melihat saya berpakaian rapi bertanya pada saya : “ arep nang endi kowe (mau kemana kamu) ”, “ Mau nderek (ikut) bapak ke istana ”, saya menjawab lirih. Bapak agak kaget, lalu beliau mengatakan : ” Kamu di rumah saja, ini acara resmi
kenegaraan ”, “ Tapi
saya mau ikut bapak ”, saya bersikeras memohon.
“ Lihat di TV saja nanti, kan sama saja, lagi
pula ini bukan acara keluarga ”, bapak pun bersikeras. Saya tetap pada pendirian saya : “ Kali ini saya mau ikut bapak, saya mau
menemani bapak ”.
“ Kamu nanti nggak kuat mendengarnya ”, bapak menjelaskan. “ In
sya Allah saya kuat pak, saya ikut ya pak
”, saya memohon.
Akhirnya
bapak mengizinkan saya ikut ke istana. Sampai di istana bapak menuju ruang
keluarga sambil menunggu waktu upacara dilaksanakan. Tidak lama kemudian,
Ajudan dan Protokol istana masuk ruangan memberi tahu bahwa acara segera
dimulai. Bapak berdiri lalu berjalan menuju ruang upacara. Sayapun berdiri ikut
berjalan di belakang bapak.
Melihat saya
ikut, bapak berhenti sambil berkata : “ Kamu
tunggu di sini saja wuk. Biar bapak sendiri ”.
Saya jawab :
“ Tidak pak, saya ikut, saya mau menemani bapak terus ”.
“ Bapak kan
sudah bilang ini acara kenegaraan, jadi kamu tunggu disini saja ”, “ Saya nggak mau bapak sendiri, saya mau
menemani bapak ”, “ Ini
bukan acara keluarga, tidak ada keluarga yang boleh ikut, kowe nunggu ning kene
wae (kamu nunggu di sini saja). Dan nanti kamu nggak kuat, malah nggak baik
jadinya ”.
Karena bapak
selalu berbicara bahwa ini bukan acara keluarga, akhirnya saya menyampaikan
satu kenyataan yang mungkin bapak lupa :
“ Bapak… saya tahu bahwa ini
bukan acara keluarga, tapi saya tetap akan ikut dengan bapak sebagai putri
bapak, tapi bapak jangan lupa bahwa hingga saat ini saya masih Menteri bapak,
jadi saya akan ikut juga sebagai salah seorang pembantu bapak, izinkan saya
mendampingi bapak ”.
Mendengar
jawaban saya, bapak memandang saya agak lama, lalu berkata : “ Ya sudah, tapi kamu harus kuat ya ”. “ In
sya Allah pak ”, saya
menjawab dengan menahan berlinangnya air mata agar bapak tidak melihat, karena
akhirnya saya bisa menemani bapakku tercinta yang telah mengabdikan sebagian
besar usianya untuk masyarakat, bangsa dan Negara, pada momen yang sangat
penting dalam perjalanan sejarah Republik Indonesia tercinta ini.
Bapak kami seorang
negarawan yang selalu menjunjung tinggi prinsip aturan, undang-undang yang
berlaku di Negara Indonesia, tapi juga seorang bapak yang selalu melindungi
keluarganya. Beliau sangat mengkhawatirkan perasaan saya menerima kenyataan
bahwa bapak akan berhenti dari jabatan Presiden yang dipilih oleh masyarakat
melalui wakil-wakilnya di MPR-RI.
Alhamdulillah
beliau bapakku…, terima kasih Tuhan.
Bapak,
apapun yang bapak putuskan, kami anak-anak bapak, akan selalu mendukungmu
setulus hati, sepenuh jiwa. Bapak sampaikan kepada kami jangan berkecil hati
akan apa yang terjadi saat itu, karena Allah tidak pernah tidur, suatu saat
masyarakat akan bisa menilai sendiri.
Doa kami
selalu menyertai Bapak dan ibu, bahagialah bapak dan ibu berdua di atas sana,
di surga-NYA …. Aamiin.
Bapak,
Ibu….. we love you.
Jakarta, 31
Mei 2018
Jam 02.00,
usai menghadap Illahi menanti saur
drTutuTSoehartO-FB
drTutuTSoehartO-FB
Soeharto presiden RI ke dua,
Reformasi 1998 wujutkan demokrasi lebih Pancasila.
Satu kisah besar dalam sejarah Indonesia dari Orba ke era Reformasi ... dengan pengorbanan darah pemuda, harta benda dan moral menuju Indonesia " LEBIH BAIK ".
BalasHapus