Sabtu, 02 Desember 2023

INDONESIA BELUM MERATIFIKASI KONVENSI ILO 188, AKP SANGAT MEMBUTUHKAN PERLINDUNGAN ITU

NusaNTaRa.Com 

byIndaHPalloranG,       S  e  n   i  n,    3   0     O  k  t  o  b  e  r     2   0   2   3 

Pekerja Migran Indonesia di Kapal Perikanan di Luar negeri

Kode K-188  atau Konvesi Organisasi Buruh Internasional Perserikatan Bangsa-bangsa (ILO) tentang  Pekerjaan dalam Penangkan Ikan diketahui  sejak 14 Juni 2007 telah dideklarasikan  di Jenewa, Swiss dan telah berjalan di banyak negara  dunia.   Meski  di lingkup regional Asia Tenggara, aturan internasional dengan kode K-188 itu masih belum banyak yang mengadopsinya dan  baru Thailand saja yang mengadopsi ke dalam aturan perundang-undangan melalui proses ratifikasi.   Indonesia sebagai negara berpenduduk terbanyak di Asia Tenggara, dinilai sangat penting untuk melaksanakan ratifikasi K-188. Pasalnya, banyak penduduk Indonesia yang bekerja menjadi pekerja migran Indonesia pelaut perikanan (PMI PP).  

Sebagian besar PMI PP bekerja pada kapal perikanan sebagai awak kapal perikanan (AKP), terutama pada kapal berbendera asing,  saat bekerja  banyak kasus merugikan yang menimpa para AKP asal Indonesia itu.   Jaminan keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan masih menjadi sesuatu yang diidamkan oleh para pekerja migran Indonesia pelaut perikanan (PMI PP) yang berprofesi sebagai awak kapal perikanan (AKP).  Impian itu terus muncul, karena AKP masih terus mengalami beragam persoalan saat bekerja di atas kapal perikanan berbendera asing.

Konvensi yang diterbitkan Organisasi Buruh Internasional Perserikatan Bangsa-bangsa (ILO) tersebut secara khusus mengatur standar pelindungan bagi para pekerja di sektor kelautan. ILO mengesahkan konvensi tersebut pada 14 Juni 2007 di Jenewa, Swiss.   Sampai saat ini perlindungan penuh bagi PMI PP  karena Indonesia sampai saat masih belum melaksanakan ratifikasi Konvensi ILO 188 (K-188) tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan yang memuat yentang kaedah dan paying perlindungan iku bagi karangan Pekerja Perikanan Laut.

Pekerja di kapal perikanan

Greenpeace Indonesia kemudian menerbitkan desakan ratifikasi yang harus dilaksanakan Pemerintah Indonesia. Dua pihak yang paling berwenang untuk melaksanakan langkah tersebut, adalah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).   Kedua lembaga negara itu ditunjuk, karena mereka sudah menerima mandat dari Negara untuk melaksanakan tata kelola kelautan dan perikanan, serta perlindungan pekerja perikanan, baik lokal dan migran Indonesia.

GreenPeace Indonesia  menyeruakan desakan ratifikasi  K-188 bersama  Tim 9 yang dari berbagai institusi  misalnya, Serikat Awak Kapal Transportasi Indonesia (SAKTI), dan Kesatuan Pelaut dan Pekerja Perikanan Indonesia (KP3I).  Ada juga Indonesia Ship Manning Agents Association (ISMAA), Human Rights Working Group (HRWG), Serikat Awak Kapal Perikanan Bersatu Indonesia Sulawesi Utara (SAKTI Sulut), Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Rumah Transparansi, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).

Arifsyah Nasution Juru Kampanye Laut Greenpeace Asia Tenggara memahami akan desakan, ia meyakini  proses itu tidak bisa dilakukan buru-buru, berharap  dilakukan secara bertahap, namun jelas dan tegas.  Karena sudah  pengalaman saat MLC digelar pada 2006 lalu, di mana saat itu sudah dilakukan ratifikasi K-188. Namun sayang, ratifikasi mengecualikan perlindungan PMI PP dan hanya fokus pada pekerja kapal niaga, belum kepada pekerja kapal perikanan,     Tidak perlu buru-buru meratifikasi, tapi perlu langkah progresif  ”,  Ujar SiDin Arifsyah Nasution dengan Plabomoranya (Hebatnya) di Jakarta.

Arifsyah Nasution mengatakan  rencana melaksanakan ratifikasi  K-188 sudah  ada  sejak lama  yang akan harus dilakukan oleh kementerian dan lembaga terkait.  Namun, sampai saat ini belum ada sinergi yang baik di antara lembaga dan kementerian Negara dalam melaksanakan rencana adopsi K-188 yang menjadi aturan internasional  melindungi AKP Indonesia saat bekerja di kapal perikanan dalam dan luar negeri.   Pemerintah harus bisa melakukan perbaikan tata kelola perikanan di dalam negeri melalui berbagai cara. Pasalnya, jika dibiarkan terus lemah, maka akan semakin banyak AKP yang berangkat kerja ke luar negeri.   Saat itu terjadi, maka praktik eksploitasi saat berada di atas kapal perikanan akan terus diterima para AKP dari Indonesia.

Dia menilai, ada keengganan yang dirasakan AKP saat harus bekerja di dalam negeri dengan gaji tidak menentu nilainya.   Ketika  menerima praktik eksploitasi saat bekerja  kapal perikanan berbendera asing, AKP Indonesia tidak mempersoalkannya selama gaji lebih besar,    Sekitar 450-650 USD per bulan. Dibilang lebih besar, memang iya, tapi resiko juga jauh lebih besar  ”,  Ujar SiDin A Nasution menjelaskan.  

157 awak kapal perikanan (AKP) asal Indonesia, termasuk dua jenazah yang dipulangkan
 Pemerintah Indonesia dari Republik Rakyat Tiongkok November 2020


K – 188  Konvesi ILO tentang perlindungan Buruh perikanan.

Indonesia  kini belum meratifikasi K-188 dalam perundangan.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LIMA PEMBUANGAN SAMPAH TERBESAR DI DUNIA, ADA BANTAR GEBANG !!

NusaNTaRa.Com       byBatiSKambinG,        R   a   b   u,    2   0      N   o   p   e   m   b   e   r      2   0   2  4     Tempat Pengelola...