NusaNTaRa.Com
byIndaHPalloranG, S e n i n, 3 0 O k t o b e r 2 0 2 3
Pekerja Migran Indonesia di Kapal Perikanan di Luar negeri |
Kode K-188 atau Konvesi Organisasi Buruh Internasional Perserikatan Bangsa-bangsa (ILO) tentang Pekerjaan dalam Penangkan Ikan diketahui sejak 14 Juni 2007 telah dideklarasikan di Jenewa, Swiss dan telah berjalan di banyak negara dunia. Meski di lingkup regional Asia Tenggara, aturan internasional dengan kode K-188 itu masih belum banyak yang mengadopsinya dan baru Thailand saja yang mengadopsi ke dalam aturan perundang-undangan melalui proses ratifikasi. Indonesia sebagai negara berpenduduk terbanyak di Asia Tenggara, dinilai sangat penting untuk melaksanakan ratifikasi K-188. Pasalnya, banyak penduduk Indonesia yang bekerja menjadi pekerja migran Indonesia pelaut perikanan (PMI PP).
Sebagian
besar PMI PP bekerja pada kapal perikanan sebagai awak kapal perikanan (AKP),
terutama pada kapal berbendera asing,
saat bekerja banyak kasus
merugikan yang menimpa para AKP asal Indonesia itu. Jaminan keselamatan, kesehatan, dan
kesejahteraan masih menjadi sesuatu yang diidamkan oleh para pekerja migran
Indonesia pelaut perikanan (PMI PP) yang berprofesi sebagai awak kapal
perikanan (AKP). Impian itu terus
muncul, karena AKP masih terus mengalami beragam persoalan saat bekerja di atas
kapal perikanan berbendera asing.
Konvensi
yang diterbitkan Organisasi Buruh Internasional Perserikatan Bangsa-bangsa
(ILO) tersebut secara khusus mengatur standar pelindungan bagi para pekerja di
sektor kelautan. ILO mengesahkan konvensi tersebut pada 14 Juni 2007 di Jenewa,
Swiss. Sampai saat ini perlindungan penuh bagi PMI
PP karena Indonesia sampai saat masih
belum melaksanakan ratifikasi Konvensi ILO 188 (K-188) tentang Pekerjaan dalam
Penangkapan Ikan yang memuat yentang kaedah dan paying perlindungan iku bagi
karangan Pekerja Perikanan Laut.
Pekerja di kapal perikanan |
GreenPeace
Indonesia menyeruakan desakan ratifikasi K-188 bersama
Tim 9 yang dari berbagai institusi
misalnya, Serikat Awak Kapal Transportasi Indonesia (SAKTI), dan
Kesatuan Pelaut dan Pekerja Perikanan Indonesia (KP3I). Ada juga Indonesia Ship Manning Agents
Association (ISMAA), Human Rights Working Group (HRWG), Serikat Awak Kapal
Perikanan Bersatu Indonesia Sulawesi Utara (SAKTI Sulut), Serikat Nelayan
Indonesia (SNI), Rumah Transparansi, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan
(KIARA), Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).
Arifsyah
Nasution Juru Kampanye Laut Greenpeace Asia Tenggara memahami akan desakan, ia
meyakini proses itu tidak bisa dilakukan
buru-buru, berharap dilakukan secara
bertahap, namun jelas dan tegas. Karena
sudah pengalaman saat MLC digelar pada
2006 lalu, di mana saat itu sudah dilakukan ratifikasi K-188. Namun sayang,
ratifikasi mengecualikan perlindungan PMI PP dan hanya fokus pada pekerja kapal
niaga, belum kepada pekerja kapal perikanan,
“ Tidak perlu buru-buru
meratifikasi, tapi perlu langkah progresif
”, Ujar SiDin Arifsyah Nasution
dengan Plabomoranya (Hebatnya) di Jakarta.
Arifsyah
Nasution mengatakan rencana melaksanakan
ratifikasi K-188 sudah ada
sejak lama yang akan harus
dilakukan oleh kementerian dan lembaga terkait.
Namun, sampai saat ini belum ada sinergi yang baik di antara lembaga dan
kementerian Negara dalam melaksanakan rencana adopsi K-188 yang menjadi aturan
internasional melindungi AKP Indonesia
saat bekerja di kapal perikanan dalam dan luar negeri. Pemerintah harus bisa melakukan perbaikan tata
kelola perikanan di dalam negeri melalui berbagai cara. Pasalnya, jika
dibiarkan terus lemah, maka akan semakin banyak AKP yang berangkat kerja ke
luar negeri. Saat itu terjadi, maka
praktik eksploitasi saat berada di atas kapal perikanan akan terus diterima
para AKP dari Indonesia.
Dia menilai, ada keengganan yang dirasakan AKP saat harus bekerja di dalam negeri dengan gaji tidak menentu nilainya. Ketika menerima praktik eksploitasi saat bekerja kapal perikanan berbendera asing, AKP Indonesia tidak mempersoalkannya selama gaji lebih besar, “ Sekitar 450-650 USD per bulan. Dibilang lebih besar, memang iya, tapi resiko juga jauh lebih besar ”, Ujar SiDin A Nasution menjelaskan.
157 awak kapal perikanan (AKP) asal Indonesia, termasuk dua jenazah yang dipulangkan Pemerintah Indonesia dari Republik Rakyat Tiongkok November 2020 |
K – 188 Konvesi ILO tentang perlindungan Buruh
perikanan.
Indonesia kini belum meratifikasi K-188 dalam
perundangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar