NusaNTaRa.Com
byRaisALembuduT,
J u m
a t, 2
2 S e
p t e
m b e
r 2 0
2 3
Keraton Yogyakarta Warisan Dunia oleh UNESCO |
Meski begitu,
saat kunjungan dari UNESCO ke DIY beberapa waktu lalu sudah disampaikan salah
satu rekomendasinya yakni mengembalikan fasad Beteng Keraton ke bentuk aslinya, bermakna
bahwa revitalisasi Beteng Keraton harus dilakukan,
meski saat ini revitalisasi tersebut
juga terus berjalan. “ Kami akan melaksanakan rekomendasi yang ada
sebagai salah satu konsekuensi (ditetapkannya Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai
Warisan Budaya Dunia). Misalnya catatan (rekomendasi) yang sudah pasti
disampaikan kepada kami, Beteng (keraton) harus kembali ”,
Ujar SiDin Sri Sultan H di Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Selasa (19/09/2023).
Sri Sultan H
menyebut bahwa di 2024 nanti pihaknya akan mengosongkan area dalam Beteng
Keraton atau yang disebut dengan Jeron Beteng,
karena banyak bangunan warga yang dibangun menempel dengan
dinding Beteng Keraton. “ Kami sudah membangun kembali, tapi mungkin
2024 ini akan mengosongkan yang ada di dalam (Jeron Beteng). Ini salah satu
catatan yang mungkin nanti secara resmi akan menjadi rekomendasi dengan
diterimanya Filosofi Yogya ini sebagai bagian dari dunia ”,
Cakap Besar Sri Sultan H dengan Sopengernya (Jumawanya).
Pengosongan
kawasan Jeron Beteng yang dimaksud yakni dengan membebaskan warga yang bangunan
rumahnya menempel di kawasan Beteng Keraton atau ngindung, sehingga
warga yang bangunan rumahnya menempel akan dilakukan relokasi untuk
mendukung revitalisasi yang dilakukan dalam rangka mengembalikan bentuk semula
dari Beteng Keraton. “ (Bukan berarti) Membangun (di area) itu tidak
boleh, bukan (seperti itu). Nanti tidak
boleh lagi orang bangun di kawasan itu, boleh (saja). Tetap boleh, hanya
masalahnya bagaimana yang sudah ada dan sebagainya yang dianggap itu bagian
dari Sumbu Filosofi itu harus dijaga ”, Ujar
SiDin Laji.
Revitalisasi
Beteng Keraton sendiri sudah dilakukan di beberapa titik dan akan terus berlanjut hingga tahun 2024
nanti, namun Sri Sultan H berharap
agar warga yang ada di kawasan Jeron Beteng tidak khawatir. Sebab, pihaknya juga menyiapkan ganti untung
yang sesuai bagi warga yang dilakukan relokasi. Meski, warga yang tinggal di
area dalam Beteng Keraton tersebut tidak memiliki sertifikat kepemilikan tanah
yang sah, mengingat kepemilikannya merupakan milik Keraton Yogyakarta, “ Asal
beli tanahnya bukan semuanya sendiri, tapi mensejahterakan masyarakat bisa
lebih punya rumah yang lebih besar (dari ganti untung yang diberikan) kan juga
tidak ada masalah ”, Cakap SiDin
Sri Sultan.
Sultan juga
mencontohkan terkait pembebasan tanah yang dilakukan untuk pembangunan jalan
tol di DIY. Dalam proses pembebasan tanah, juga diberikan
ganti untung kepada warga yang cukup besar, sehingga tidak ada masalah yang
terjadi usai pembebasan tanah
dilakukan, “ Yang penting itu bagaimana masyarakat itu
bukan makin miskin setelah dikosongkan, tapi justru makin sejahtera, kan tidak
mungkin tidak akan mau. Seperti tol juga begitu, kami juga tidak ada hambatan
untuk tol kalau harganya (ganti untungnya) jauh lebih bagus dari yang
diperkirakan, sama saja (dengan Jeron Beteng)
”, Cakap SiDin Sri Sultan H dengan Ahmadernya (Manisnya).
Penetapan Sumbu
Filosofi Yogyakarta ini menambah daftar Warisan Dunia dari Indonesia yang
diakui Unesco yaitu saat ini sudah ada 10 Warisan Dunia dari
Indonesia. Warisan Budaya dari
Indonesia yaitu Candi Borobudur yang ditetapkan 1991, Candi Prambanan
ditetapkan 1991, Situs Sangiran ditetapkan 1996, Subak Bali ditetapkan 2012,
Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto ditetapkan 2019, dan Sumbu Filosofi
Yogyakarta ditetapkan 2023.
Sumbu Filosofi
Yogyakarta yang dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO bertajuk lengkap the
Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks. Sumbu Filosofi
Yogyakarta sah diterima sepenuhnya tanpa sanggahan menjadi Warisan Budaya Dunia
sesuai dokumen penetapan WHC 2345.COM 8B. 39 tanggal 18 September 2023. Konsep tata ruang yang kemudian dikenal
sebagai Sumbu Filosofi Yogyakarta ini dicetuskan pertama kali oleh Raja Pertama
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono I pada abad
ke-18.
Dijelaskan oleh
Pemda DIY bahwa konsep tata ruang ini dibuat berdasarkan konsepsi Jawa dan
berbentuk struktur jalan lurus yang membentang antara Panggung Krapyak di
sebelah selatan, Keraton Yogyakarta, dan Tugu Yogyakarta di sebelah utara.
Struktur jalan tersebut berikut beberapa kawasan di sekelilingnya yang penuh
simbolisme filosofis merupakan perwujudan falsafah Jawa tentang keberadaan
manusia.
Yakni meliputi daur hidup manusia (Sangkan Paraning Dumadi), kehidupan harmonis antar manusia dan antara manusia dengan alam (Hamemayu Hayuning Bawana), hubungan antara manusia dan Sang Pencipta, antara pemimpin dan rakyatnya (Manunggaling Kawula Gusti), serta dunia mikrokosmik dan makrokosmik. Lebih lanjut dikatakan bahwa beragam tradisi dan praktik budaya Jawa, baik dalam pemerintahan, hukum adat, seni, sastra, festival, dan ritual masih dilakukan di sekitar kawasan Sumbu Filosofi pada khususnya dan di Yogyakarta pada umumnya. Ini juga merupakan bukti akan peradaban Jawa dan tradisi budayanya yang masih terus dilestarikan sampai sekarang. (Dr. GarudaNews24.22.09.2024)
Tembok Beteng Baluwerti Yogyakarta Putih Bersih |
Sumbu Filosofi Yogyakarta Warisan
Budaya Dunia oo.
Sri Sultan H akan jalankan
rekomendasi UNESCO.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar