NusaNTaRa.Com
Banyak yang mengarahkan sorotan pada Joko Widodo atas sejumlah peristiwa politik mutakhir, terutama soal keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah persyaratan usia calon presiden dan wakil presiden yang memungkinkan putra sulungnya, Gibran, maju sebagai calon wakil presiden. Keputusan MK dianggap tidak independen atau parsial karena terkait dengan bisa tidaknya anak presiden maju dalam pemilihan.
Namun di luar itu semua, saya melihat satu figur yang membuat kisruh dan menjadikan politik Indonesia kurang berjalan sebagaimana seharusnya. Keputusan-keputusan politik elit terasa aneh, di luar kebiasaan. Sejumlah elit berperilaku abnormal alias tidak berjalan sebagai mana mestinya sehingga terasa aneh bagi masyarakar Indonesia.
Kader PDI Perjuangan, seperti Budiman Sudjatmiko, tiba-tiba melawan keputusan partai yang telah mengusung Ganjar sebagai calon presiden. Sebelum PDI Perjuangan menetapkan Ganjar, tak terdengar Budiman bicara tentang tokoh di luar partainya yang pantas didukung. Tidak ada usulan pada DPP PDI Perjuangan untuk mengusung Prabowo. Setelah partai menetapkan calon, kok tiba-tiba mendukung Prabowo yang merupakan orang lain ?.
Keanehan terbesar adalah ambivalensi Joko Widodo soal calon presiden. Partainya sudah jelas mendukung Ganjar, namun Joko Widodo terlihat tidak tegas menentukan dukungan. Hal itu membuka peluang tafsir bahwa Jokowi mendua soal calon presiden, bahkan banyak yang menduga dia condong ke Prabowo.
Wacana Gibran menjadi calon wakil presiden untuk Prabowo memunculkan isu hengkang dari PDI Perjuangan yang telah mendudukkannya sebagai walikota. Tidak hanya itu, Golkar yang sebelumnya memutuskan Airlangga sebagai Capres atau setidaknya Cawapres kini muncul dengan keputusan baru: Gibran Cawapres Prabowo. Keputusan ini potensial menimbulkan kekecewaan di tubuh beringin. Kenapa partai sebesar dan seberpengalaman Golkar bisa mengajukan posisi Cawapres kader partai lain? Ada apa dengan Golkar ?.
Saya melihat kisruh politik ini berpusat pada satu orang: Prabowo. Tokoh ini yang menjadi penyebab perilaku ganjil sejumlah elit politik. Tata krama politik telah dirusak. Penghianatan demi penghianatan di internal partai terjadi. Rasa hormat kader pada keputusan partai menghilang. Para elit bermain kasar. Jangankan tunduk pada atau mendengarkan aspirasi arus bawah, marwah partai disepelekan.
Setelah hari ini, politik Indonesia di tingkat elit mungkin akan semakin kehilangan harga diri. Tak ada lagi respek antar-elit. Mengerikan. (dr.tweetSAIDIMAN AHMAD,Makassar, 21/10/2023)
Banyak putusan terlahirkan terkait Pemilu 2024 nanti.
Perubahan UU Pemilu terkait usia dikaitkan meloloskan RakaBumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar