NusanTaRa.Com
byMuhammaDNunukaN, 28/04/2020
byMuhammaDNunukaN, 28/04/2020
Kurang
lebih empat koma lima ton ikan
Tuna hasil tangkapan nelayan Desa Wasileo, Halmahera Timur, Maluku Utara,
rusak karena kekurangan es (pendingin), awal April lalu. Di Desa Wasileo, tak ada es balok atau es
butiran, mereka Cuma menggunakan es dari Morotai yang disiapkan
pengepul untuk keperluan hasil tangkapannya yang tentunya sangat kurang dari
kebutuhannya.
Keadaan
ini tentunya membuat banyak nelayan di Halmahera Timur, Maluku Utara, terpaksa
mengubur tuna hasil tangkapan mereka karena rusak sebelum terjual di Pulau
Morotai. Ada sekitar empat koma lima ton tuna, tiga ton dikubur di Sangowo,
Morotai Timur, selebihnya dibawa lagi ke Desa Wasileo, Kecamatan Wasile Utara,
Halmahera Timur. “ Katanya berbau tak sedap karena kekurangan es
untuk pendinginan ikan itu ”, Ujar SiDin
Muksin Goroahe, nelayan Wasileo, Wasile Utara, Halmahera Timur, 9 April lalu.
Muksin
bilang, tuna sekitar empat koma lima ton dibawa ke pengepul di Morotai dan
rusak, “ Torang
pe ikan dibawa ke Morotai karena ada yang meminta stok yang ditangkap segera
dibawa. Sayangnya, sampai di perusahaan
dikatakan ikan sudah rusak atau berbau karena kekurangan es ”, Ujar SiDin Muksin. Semua
itu hasil tangkapan 20 armada nelayan selama dua hari, pada 3-4 April, hasil tangkapan melimpah namun es terbatas hingga ikan rusak
cepat, kalaupun ada mereka gunakan es
dari Marotai yang torbatas. Di Morotai,
mayoritas nelayan tuna di bawah naungan Koperasi Sentra Kelautan Perikanan
Terpadu (SKPT) Morotai, yang ditangani langsung perusahaan pembeli tuna, PT
Harta Samudera.
Es
dari Halmahera Timur dihasilkan Koperasi
Nelayan dengan kapasitas terbatas bahkan untuk memenuhi anggotanyapun masih
kurang. Akibat kerusakan ini nelayan tidak
memperoleh uang dan 20 armada harus
menanggung utang bahan bakar karena
sebelumnya saat berangkat disediakan para pengepul demikian juga kebutuhan
laimnya. “ BBM
dibeli per liter Rp12.000 dan terpakai ada sekira dua ton. Artinya, nelayan
berutang lagi karena ikan mereka tidak laku
“, sehingga kerugian sekali melaut itu tidak kurang Rp 50 juta “.
Nelayan
lebih memilih menjual hasil ke Morotai ketimbang ke Pelabuhan Pendaratan Ikan
(PPI) Manitingting di Haltim. Jarak dari Wasileo ke PPI Manitingting sekitar
135 kilometer. Dari Wasileo ke Morotai, hanya 36 kilometer atau dengan
transportasi laut sekitar tiga jam lebih.
“ Perusahaan di PPI Manitingting
membeli ikan kami murah jadi tidak dijual ke sana. Ikan tidak masuk ukuran
ekspor dibeli per kg hanya Rp5.000 ”, Ujar SiDin Muksin dengan Plabomoranya
(hebatnya).
“ Saya yang sponsor BBM dan es untuk nelayan
Wasileo. Saat dibawa datang ikan rusak. Saat dibawa ke perusahaan pembeli tuna
di SKPT Morotai, juga ditolak ”, Ujar SiDin Kahar Lastori, pengepul tuna asal
Haltim. Dia membenarkan kekurangan es
jadi sumber masalah hingga tuna rusak. “ Saya beli es balok di pabrik es Morotai per
per balok Rp10.000. Ada 220 balok total Rp3 juta, dibawa ke Halmahera Timur. Itu
juga tidak cukup ”, Ujar SiDin Kahar.
“ Perusahaan
mengecek daging, semua sudah berbau. Akhirnya,
saya minta ikan dikeluarkan dari pabrik pengolahan. Perusahaan membeli
ikan yang kualitas baik ”, katanya. Hanya ada enam tuna seberat 177 kilogram
seharga Rp 4 juta, sisanya, terpaksa dikubur.
Mereka mencoba membawa 25 tuna ke pasar tetapi tidak semua laku karena
daging sudah terasa gatal. “ Sebagian kita berikan ke warga untuk abon ikan ”.
Hamka
Lastori, pengepul, mengaku rugi sampai Rp100 juta dan berkata, “ Kami rugi lumayan besar karena BBM, es, dan kebutuhan
nelayan kami sediakan “. Sebagai pengepul, dia juga meminta pemerintah memperhatikan persoalan ini. Setidaknya,
kata Lastori, ada pabrik es tidak jauh dari operasi nelayan, misal, di Haltim ada
pabrik es kapasitas lima ton, “ Kalau
tidak, kasus ikan rusak akan tetap terjadi
”, Hamka bilang, kejadian ini
bukan kali pertama. Setiap tahun, mereka mengubur ikan karena kurang es
terutama saat tangkapan meningkat.
Asmar
Daud, Kepala Dinas Perikanan Halmahera Timur mengatakan, masalah ini seharusnya
sudah tanggung jawab pengusaha atau pengepul. Pengepul, katanya, yang datang
membeli ikan nelayan harusnya sudah menyiapkan kebutuhan es sampai cukup agar
tak rusak. Dia contohkan, selama
mengizinkan pembeli dari Bitung, Sulawesi Utara, masuk, tuna daerah itu tak
pernah ada masalah bahkan pembeli telah
berjaga berbulan-bulan untuk membeli ikan nelayan sehingga tak ada yang
rusak.
Ikan
tuna ditangkap ditengah lauk,
Di
Waesilo Haltim 20,5 ton ikan tuna membusuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar