Selasa, 12 November 2019

OEI TIONG HAM SANG PESOHOR, SANG RAJA GULA DAN SANG RAJA CANDU TERAKHIR DARI SEMARANG

NusanTaRa.Com
byPaKeLee, 02/04/2019



TUAN OEI TIONG HAM diedisi saat ini mungkin sudah tidak ada yang mengenalnya terlebih melihat namanya yang asing, tapi sebenarnya Dia seorang konglomerat fenomenal  tersohor dengan julukan   Raja Gula dari Semarang  “, Bahkan beliau tercatat sebagai     Raja Candu Terakhir di Semarang  .       Di antara pachter-pachter madat yang terakhir, hanya Tuan Oei Tiong Ham yang paling beruntung bisa mendapatkan keuntungan dalam perdagangan madat itu  ”, Ujar SiDin Liem Thian Joe, jurnalis kawakan kelahiran Parakan, Jawa Tengah.

Oei merupakan pakter candu terakhir di Semarang,  kendati hanya menjadi pakter kawasan Semarang, Surakarta, Yogyakarta, dan Surabaya setidaknya sejak 1890 hingga 1903  hingga telah mendapat keuntungan bersih ƒ 18.000.000.    Sehingga  perkiraan keuntungan bersih Oei  jika diperkiraakan ke saat ini (2015) adalah,  jika   ketika itu harga  1 gram emas  sekitar  ƒ  7  bermakna bahwa  uang sebanyak itu bisa digunakan untuk membeli 2,5 ton emas,  jika harga  1 gram  emas saat ini  Rp 473.000, asumsi harga emas tak banyak berubah maka  keuntungan bersih Oei dalam bisnis candu selama 13 tahun itu sejumlah Rp 1,7 triliun, atau sekitar Rp 132 milyar setiap tahunnya !  apa tidak Gollaluu. 

Papan yang tergantung di dinding rumahnya di Kampung Totgan Surakarta itu menunjukkan " Tempat Pendjoewalan Tjandoe "  sekitar 1895-1905. Pada masa itu Oei tiong Ham merupakan pakter madat hingga kawasan Surakarta.     Pakter madat atau candu adalah pemegang lisensi izin perdagangan candu yang sekaligus pengelola perdagangan candu dan membayar sewa setiap tahunnya kepada pemerintah Hindia Belanda.  Sejarah pakter bermula pada pemerintahan Raffles 1811-1816, ketika itu berbagai pengelolaan gerbang tol dan pasar wilayah kerajaan diambil alih pemerintah Inggris, sementara orang-orang Cina menjadi bandar besar yang statusnya penyewa usaha, selanjutnya  celah kebijakan itu melahirkan laju perkembangan kilat dalam perniagaan candu ketengan.

Taman dari Oei Tiong Ham di Gergajian Semarang thn 1900
Sekitar akhir 1880-an krisis perniagaan candu melanda,  hanya empat dari 19 pakter candu yang bertahan,  Oei Tiong Ham pun melihat celah untuk memasuki bisnis ini, meski Oei Tiong Ham bukanlah orang yang hidup dimasa awal masuknya candu ke Jawa karena ia terlahir di Semarang pada November 1866, anak dari seorang ayah singkeh Oei Tjie Sien.   Menurut Liem, sederet pakter terdahulu pada awalnya mendapat keuntungan, namun pada akhirnya jatuh bangkrut.  “ Tetapi, Tuan Oei Tiong Ham sebaliknya mendapat keuntungan besar...  ”, Ujar SiDin Liem Thian Joe sang penulis buku.

Liem Thian Joe (1895-1963) menulis ungkapan itu dalam bukunya yang menjadi penanda permulaan abad yang silam,     Riwajat Semarang : dari djamannja Sam Po sampe terhapoesnja Kongkoan  . Buku itu pertama kali diterbitkan oleh Ho Kim Yoe di Semarang pada 1933,   “ Penduduk pribumi yang paling banyak menghisap madat ialah di residentie Surakarta, Yogyakarta dan Kediri ”  dan   “ Keadaan ini berlangsung sampai sekarang, tidak berubah! “, tulisannya dalam buku tersebut.  

Sejak 1890, Oei Tiong Ham menjabat sebagai mayor tituler di kota kelahirannya selama 13 tahun, warisannya  masih tampak megah hingga kini adalah sebuah kediaman bergaya indis dengan beranda berpilar dan memiliki 16-18 kamar di bilangan Gergaji, Semarang.  Tampaknya dia memiliki pribadi yang revolusioner sehingga ia orang Cina pertama yang  berbusana ala Eropa di Semarang, sekaligus orang Cina pertama yang memotong taucangnya.

Ayahnya mendirikan usaha “ Kian Gwan “ tahun 1863, yang kelak menjadi lahan subur bisnis bagi Oei Tiong Ham yang kemudian mendirikan bisnis konglomerasi Oei Tiong Ham Concern dengan bisnis utamanya “ gula tebu “ mulai melesat tahun 1890-an, sebelumnya ia telah merintis niaga candu pada 1887 dan meluaskan dari Semarang ke Kudus hingga Mayong, seiring perluasan jangkauan rel kereta api.    Sebelum Perang Dunia Kedua, induk bisnis keluarga Oei ini merupakan perusahaan konglomerasi pertama dan terbesar di Asia Tenggara dan  orang terkaya di Hindia Belanda yang tersohor seantero Asia, Australia, Amerika, hingga Eropa.  Belakangan, orang-orang menjulukinya sebagai Raja Gula dari Semarang, meskipun sebagian dari kekayaan itu diperoleh dari kesuksesan perniagan candunya.  

NV Handel Maatschappij Kian Gwan sebuah perusahaan perdagangan gula internasional miliknya serta  NV Algemeene Maatschappij tot Exploitatie der Oie Tiong Ham Suikerfabrieken yang mengelola lima perkebunan dan penggilingan tebu di Jawa :  Pakis,  Rejoagung, Krebet, Tanggulangin, dan Ponen.    Bisnis lainnya seperti   perkapalan, perbankan, pabrik tepung tapioka, pergudangan, dan perusahaan properti pun turut menggurita pada awal abad ke-20 semua itu dimilikinya sebelum ia berusia 30 tahun dan menjadi orang terkaya di Hindia Belanda

Pada awal 1904 pemerintah Belanda mencabut semua lisensi madat dengan cara opium-regi, yaitu pemerintah secara resmi menjual opium dalam bungkus tube timah, membuat perniagaan candu sang pakter madat terakhir di Semarang itu pun pupus.  Raja gula itu pindah dari Semarang ke Singapura pada 1921 dan wafat tiga tahun kemudian. Tampaknya, Oei pindah dengan dalih menghindari beban pajak yang menurutnya tak adil,  sekaligus ingin mengatur warisannya tanpa campur tangan pemerintah Hindia Belanda.   Ironisnya justru  imperium dagangnya hancur pada masa Indonesia merdeka, tahun 1961 Pemerintah Republik Indonesia mengambil alih “ Oei Tiong Ham Concern “  yang mendakwa bahwa ada kejahatan ekonomi dibaliknya.    

   
Raja Gula Raja Candu sama mengasikkan,

Oei Tiong Ham raja Gula - candu semarang yang keren.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LIMA PEMBUANGAN SAMPAH TERBESAR DI DUNIA, ADA BANTAR GEBANG !!

NusaNTaRa.Com       byBatiSKambinG,        R   a   b   u,    2   0      N   o   p   e   m   b   e   r      2   0   2  4     Tempat Pengelola...