NusanTaRa.Com
byRaisALembuduT, 1/11/2018
byRaisALembuduT, 1/11/2018
Meski mendapat tekanan dari Dewan
Pimpinan Wilayah (DPW) Front Pembela Islam (FPI) Banyuwangi, Pemeritah
Kabupaten Banyuwangi tetap menggelar “ Festival Gandrung Sewu 2018 “ Sabtu, 20/10/2018 dengan
meriah. Festival Gandrung Sewu yang merupakan warisan
seni budaya asli Banyuwangi dan diakui dunia, diselenggarakn ke -8 kalinya sangat memukau
para wisatawan yang hadir di Bibir Pantai Boom.
Berlatar selat Bali penampilan Gerak Rampak 1.200 penari Gandrung Sewu berkostum merah menyala mampu
menghipnotis ribuan wisatawan yang hadir saat itu. “ Saya
salut dengan Banyuwangi. Lagi-lagi Banyuwangi menunjukkan kelasnya sebagai
destinasi dengan kreativitas luar biasa ”,
Ujar SiDin Arief Yahya Menteri Pariwisata
saat
membuka acara. Atraksi wisata
budaya itu dihadiri Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf, Deputi Gubernur
Bank Indonesia Rosmaya Hadi, Guru Besar UI Prof Rhenald Kasali dan Bupati
Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
Arief Yahya mengatakan, Gandrung Sewu
memenuhi tiga nilai sebuah pertunjukan yang baik, yaitu cultural atau creative
value, communication value, hingga commercial value. “
Nilai kultur dan kreativitasnya sangat terasa. Tingkat komunikasinya
tinggi, terbukti selalu viral di media sosial. Dan yang terakhir, dari sisi
komersil tidak perlu diperdebatkan lagi. Pesawat penuh, penginapan penuh,
kuliner ramai. Rakyat Banyuwangi yang menikmati
”, terangnya.
Wagub Jatim Saifullah Yusuf (Gus
Ipul) berharap, festival seni-budaya terus menjadi bagian dari pengembangan
daerah. “ Jawa Timur adalah daerah kaya seni-budaya,
dan Banyuwangi telah terbukti mampu mengolahnya untuk memajukan daerah serta
memberi manfaat ekonomi untuk warga ”,
Ujar SiDin Gus Ipul.
Thema
Festival Gandrung Sewu 2018
adalah “ Layar Kumendung ”, sebuah kisah kepahlawanan dari Raden Mas
Alit, Bupati Banyuwangi pertama. Beliau
menjadi Bupati saat berusia 18 tahun dan
diharuskan mengambil sikap di
antara dua pilihan sulit, yaitu terdesak mengikuti perintah penjajah yang
menindas atau melakukan perlawanan
bersama rakyat yang semakin tak berdaya pasca-perang penghabisan.
Di tengah konflik batin itulah, tari
Gandrung digambarkan sebagai media konsolidasi kekuatan rakyat Banyuwangi. Tak
hanya berkamuflase dengan memanfaatkan pertunjukkan seni, tetapi juga menjadi
sarana menghibur dan memperkuat batin rakyat yang terkungkung penjajah. Semua
fragmen cerita disajikan dengan koreografi yang memukau.
“Festival ini juga menjadi sarana
regenerasi pelaku seni-budaya berbasis tradisi rakyat. Peminatnya tiap tahun
ribuan anak muda. Insya Allah Banyuwangi tidak akan kekurangan generasi
pencinta seni-budaya, sekaligus ini ikhtiar memajukan kebudayaan daerah sebagai
pilar kebudayaan nasional,” tambah Anas.
Gerak Indah satu komunikasi,
Gandrung Sewu sejarah budaya Banyuwangi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar