NusanTaRa.Com
byIndaHPalloranG, 5/2/2018
Jumat 02 februari 2018 ketua Badan Eksekutif
mahasiswa (BEM) UI “ Zaadit Taqwa “ tanpa
diduga melakukan suatu aksi yang cukup penting ketika ia mengacungkan “ Kaartu Kuning “ kearah Presiden Jokowi yang sedang menghadiri acara dies Natalis d Kampus UI Depok, layaknya seorang wasit memberikan peringatan
awal pada seorang pesepak bola yang melakukan kesalahan pertama. Kartu kuning itu diberikan sebagai
peringatan kepada Presiden Jokowi atas berbagai permasalahan yang terjadi di
dalam negeri, termasuk soal masalah gizi buruk di kabupaten Asmat, Papua.
Kejadian ini
tentunya suatu yang sangat mengejutkan terutama bagi Presiden yang tak
menyangka akan kejadian ini, beliau hadir dengan bayangan akan menyaksikan
acara wisudawan sarjana baru namun kenyataannya disela acara tersebut ia
mendapat satu penyampaian petisi dari BEM UI diluar acara yang ia harus hadiri.
Biasanya acara tersebut disampaikan
dalam bentuk pertemuan pertemuan formal atau penyampaian protes secara terbuka baik
langsung maupun penyampaian surat petisi sebagai kritik kerja selama Jokowi
menjadi presiden.
Dalam hal
tuntutan tersebut BEM UI mempertanyakan kenapa gizi buruk masih terus
terjadi pada hal Papua memiliki dana otonomi khusus yang besar.
Pada 2017, dana otsus untuk Papua mencapai
Rp 11,67 triliun, yaitu Rp 8,2 triliun untuk Provinsi Papua dan Rp 3,47 triliun
untuk Provinsi Papua Barat, menurut
anggapan mereka bahwa, " Kondisi gizi buruk tersebut tidak sebanding
dengan dana otonomi khusus yang pemerintah alokasikan untuk Papua ", Ujar SiDin Zaadit.
Hal penting
yang disampaikan pada kesempatan tersebut adalah BEM UI juga menyoroti langkah pemerintah
mengusulkan asisten Operasi Kapolri Irjen Mochamad Iriawan sebagai Plt Gubernur
Jabar dan Kadiv Propam Polri Irjen Martuani Sormin sebagai Plt Gubernur Sumut, Langkah ini dinilai memunculkan dwifungsi
Polri/TNI. Sebagai mana kita ketahui
bahwa salah satu pilar yang dituntut mahasiswa kala terjadi Reformasi
menggulingkan Orba dan UI sebagai satu pelaku penting pada kejadian tersebut adalah agar Dwi Fungsi
ABRI ditiadakan artinya militer back to kemiliter dan sipil back to sipil agar dapat
menjalankan fungsi masing-masing dengan benar.
Isu
terakhir, BEM UI juga menyoroti terkaitnya adanya draft peraturan baru
organisasi mahasiswa (ormawa), dimana aturan
baru itu dinilai mengancam kebebasan berorganisasi dan gerakan kritis mahasiswa
jika benar-benar nantinya diterapkan.
Sehingga tentunya draf tersebut perlu pembaharuan yang memberikan
Mahasiswa ruang untuk lebih dapat menjadi sarjana yang proaktip positip
mendukung pembangunan yang berasaskan kemasyarakatan maju.
Menanggapi
kejadian ini Presiden Joko Widodo ingin agar pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa
Universitas Indonesia (BEM UI) ikut melihat dan menyaksikan kondisi yang ada di
Kabupaten Asmat, Papua. " Mungkin nanti ya, mungkin nanti saya akan
kirim semua ketua dan anggota di BEM untuk ke Asmat, dari UI ya ",
Ujar SiDin Presiden Joko Widodo setelah menghadiri Haul Majemuk
Masyayikh di Pondok Pesantren Salafiyah Safi`iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa
Timur, Sabtu (3/2/2018).
Kejadian
tersebut bagi bagi Presiden tidak
terlalu mempermasalahkannya, " Ya yang namanya aktivis muda ya namanya
mahasiswa dinamika seperti itu biasalah, saya kira ada yang mengingatkan itu
bagus sekali ", Ujarnya lagi. Meski demikian, pada aksi Jumat
tersebut, Jokowi sama sekali tidak
menggubris aksi mengangkat kartu kuning dan meniup peluit yang dilakukan oleh
Zaadit dan berakhir dengan mahasiswa Fakultas MIPA itu akhirnya diamankan ke
luar ruangan oleh pasukan pengamanan presiden.
Kartu kuning tanda peringatan pertama,
Yellow Cart BEM UI Jokowi untuk Asmad, Dwi Fungsi ABRI dan Organ Mahasiswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar