NusaNTaRa.Com
byFarhaMRamadhanI, S e n i n, 1 9 S e p t e m b e r 2 0 2 2
Ida Ayu Nyoman Rai dan Soekarno Presiden RI I
IDA AYU NYOMAN RAI,
adalah ibunda dari Presiden Indonesia pertama, Soekarno yang lahir
tahun 1881 anak kedua dari
pasangan Nyoman Pasek dan Ni Made Liran sementara kakaknya bernama Raden
Soekarmini (atau bu Wardoyo) lahir 29
maret 1898. Sewaktu kecil orang tuanya
memberi nama panggilan “Srimben”, yang mengandung arti limpahan rezeki yang
membawa kebahagiaan dari Bhatari Sri. Semasa
remaja di Banjar Bale Agung, Nyoman Rai Srimben bersahabat dengan Made Lastri
yang kemudian mengenalkannya dengan seorang guru Jawa pendatang bernama Raden
Soekemi Sosrodihardjo. kemudian menikah pada tahun 1897, sebelumnya mereka tidak mendapatkan restu dari kedua orang tua
Nyoman Rai Srimben.
Raden Soekemi Sosrodihardjo (15 Juni 1873 – 18 Mei
1945) ayah dari presiden pertama
Republik Indonesia Soekarno dan beliau seorang guru di Surabaya, nama
aslinya Sosrodihardjo dengan nama
alias Soekeni. Soekeni Alias Raden Sosrodihardjo kelahiran distrik Wirosari
Kabupaten Grobogan. Raden Soekemi
Sosrodihardjo masih tergolong priyayi kecil dari keturunan Rojo Kediri,
merupakan seorang guru lulusan Kweekschool
atau sekolah guru Probolinggo dan pernah mengajar di beberapa kota di
Jawa Timur.
Radeb Soekemi muda pernah jadi guru di Singaraja,
Bali kemudian menikahi Ida Ayu Nyoman Rai pada 1897. Pasangan Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu
Nyoman Rai beroleh anak pertama mereka pada 13 Maret 1898 di Singaraja, Bali
dan Pasangan beda suku dan agama ini
akhirnya tinggal di Surabaya tepatnya di
Pandean, yang kini masih jadi bagian Kampung Paneleh, di tepi Kali Mas. Soekemi punya pergaulan luas dengan para
anggota gerakan Teosofi di Indonesia, termasuk di Surabaya, adalah orang-orang
berpengaruh dan ini menjadi koneksi bagi
masa depan pendidikan Sukarno tidak hanya sampai kesekolah elite Belanda hingga
tapi hingga ke perjuangannya beliau mengantar Indonesia Merdeka.
Pada 06
Juni 1901, Nyoman Rai Srimben melahirkan putra keduanya “Soekarno” di sebuah rumah di sekitar pemakaman Belanda,
kampung Pandean III, Surabaya. Nyoman
Rai Srimben mendidik kedua anaknya dengan spiritual Hindu sebagaimana yang ia
ketahui, enam bulan kemudian Nyoman Rai
Srimben sekeluarga harus pindah ke kota
kecil di kecamatan Ploso (Jombang) di mana beliau sering sakit-sakitan. Karena
faktor kesehatan pula, Nyoman Rai Srimben sempat berpisah dengan Soekarno untuk
dirawat dan diasuh mertuanya di Tulung
Agung, mereka kembali dalam asuhannya ketika harus mengikuti suaminya pindah ke
Mojokerto. Di Mojokerto pula putri sulungnya menikah dan kemudian tinggal
bersama suaminya.
Persoalan muncul ketika Srimben dihadapkan pada
kepindahan suaminya ke Blitar sekaligus menghadapi kenyataan Soekarno untuk
sekolah di Surabaya. Akhirnya ia mengikuti kepindahan suaminya ke Blitar dan
Soekarno dititipkan di rumah HOS Cokroaminoto untuk meneruskan sekolah di
Surabaya. Di Blitar, Nyoman Rai Srimben tinggal di asrama sekolah yang sekarang
menjadi Sekolah Menengah Umum I Blitar dan dipercaya untuk mengelola asrama
sekaligus mengurus makan para pelajar yang tinggal di asrama tersebut.
Permasalahan lain yang menjadi suka duka adalah
berita tentang ditahannya Soekarno di Lapas Sukamiskin Bandung. Nyoman Rai
Srimben menuju Bandung dan mendatangi Penjara Sukamiskin dan karena ia buta
politik dirinya langsung bertanya kepada petugas rumah tahanan. Bukan jawaban
yang diperolehnya melainkan bentakan dan diusir untuk pergi dari rumah tahanan
tersebut. Sejak saat itu dendam Nyoman Rai Srimben tidak terbendung, di manapun
berada jika melihat orang Belanda ia memperlihatkan ketidaksukaannya. Di saat
yang sama rumahnya di Blitar diawasi karena putranya melawan penjajahan
Belanda. Nyoman Rai Srimben menceritakan kejadian yang dialaminya di rumah
tahanan sehingga akhirnya R. Soekemi memutuskan untuk pensiun dini sebagai guru
dari Kementerian Pendidikan Belanda di Batavia.
Memasuki masa pensiun Nyoman Rai Srimben terus
mendampingi suaminya di Blitar sambil tetap menunggu surat, berita Koran atau
berita burung yang dibawa saudara atau kenalannya tentang putranya Soekarno
baik di dalam maupun di luar tahanan. Kehidupan di Blitar kembali bergemuruh
ketika Nyoman Rai Srimben mendengar bahwa putranya bercerai dari Inggit dan
kemudian menikah dengan Fatmawati, semua beritanya diterima dengan tabah. Hasil
pernikahan Soekarno dengan Fatmawati memberikan seorang cucu yang sangat
diharapkan oleh Nyoman Rai Srimben dan R. Soekemi. Nyoman Rai Srimben dan R.
Soekemi menyaksikan kelahiran cucunya di Jakarta.
Kebahagiaan Nyoman Rai Srimben tidaklah lama karena pada saat berjalan-jalan di Jakarta R. Soekemi terjatuh dan sakit keras hingga akhirnya meninggal pada tanggal 18 Mei 1945. Kemudian Nyoman Rai Srimben kembali ke Blitar. Pada hari tuanya ketika Soekarno telah menjadi “orang pertama” di Republik Indonesia, Nyoman Rai Srimben tidak pernah mau menginjakkan kakinya di Istana Negara. Nyoman Rai Srimben menjadi pelopor perkawinan campur antar suku, sehingga mungkin memberikan inspirasi kepada Soekarno untuk menyatukan Nusantara menjadi Republik Indonesia.
Soekarno
Pembaca teks proklamasi, Presiden
pertama RI,
Ida
Ayu Nyoman Rai adalah ibunda Proklamator
Kemerdekaan RI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar