NusaNTaRa.Com
bySofyaNHasdaM, J u m ' a t, 0 1 J u l i 2 0 2 1
Dr. H Sofyan Hasdam mantan Walikota Bontang |
Bulan lalu di Wuhan China berlangsung wisuda
massal, acara itu di hadiri oleh ribuan
orang. Hebatnya lagi bahwa pada acara
itu tak seorangpun menggunakan masker penangkal si Covid-19, padahal di kota inilah sumber awal munculnya wabah virus corona yang menyebar ke seluruh danien.
Apa yang terjadi di Wuhan saat ini adalah buah dari
kerja keras pemerintah China pada awal kemunculan covid 19 dan memporak
porandakan Wuhan. Wilayah ini di isolir total, warga tidak boleh keluar rumah
disertai dengan sangsi berat jika
melanggar, tenaga kesehatan dari wilayah lain di kerahkan ke wilayah ini untuk
menangani begitu banyaknya pasien bergelimpangan bahkan tidak mampu di tampung
oleh rumah sakit. Pokoknya semua sumber daya di kerahkan ke Wuhan untuk
menangani covid-19.
Waktu itu sangat mengerikan melihat kondisi di Wuhan. Belum terbayang bahwa negara kita akan menyusul menghadapi kondisi sulit seperti mereka, ada yang sakit tapi tak tertampung di rumah sakit bahkan di beberapa tempat rumah sakit kekurangan gas oksigen yang sangat di perlukan penderita covid. Bahkan karena tingginya angka kematian yang ada di beberapa tempat, petugas penggali kubur kewalahan tak jarang berakibat proses pemakaman mengalami kelambatan.
Ketika awal munculnya covid di Jakarta, para pakar
menyarankan agar di laksanakan lock down. Beberapa gubernur seperti DKI, Jawa Barat dan
Jawa Tengah nampak telah siap dengan langkah tersebut, namun pertimbangan pemerintah pusat juga
tidak bisa di salahkan. Pertimbangan ekonomi harus di utamakan, jika di lakukan lock down maka kebutuhan
masyarakat akibat mereka tidak bisa menggerakkan usahanya harus di subsidi.
Bisa di bayangkan bahwa untuk DKI Jakarta saja memerlukan dana subsidi sekitar
Rp 500 milyar sehari, “ Ini tentunya satu beban yang sangat berat “.
Akhirnya pemerintah mengambil langkah PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Sayangnya bahwa masyarakat kita yang tidak
disiplin menyebabkan PSBB berlalu tanpa berhasil menyelesaikan urusan covid 19. Hal
ini mendorong pemerintah menerbitkan kebijakan baru berupa PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat)
meski berskala micro di Jawa dan Bali yang berlaku mulao 03 sampai 20 Juli 2021.
Sempat kebijakan PSBB penanganan covid tersebut menggembirakan,
Grafik penderita covid mulai landai namun bersamaan dengan itu di
India terjadi ledakan kasus covid akibat virus corona varian Delta atau
B.1.617.2. Saat itu harusnya di lakukan larangan warga
India masuk Indonesia. Namun menteri
perhubungan menolak dengan alasan bahwa
pergerakan logistik di perlukan. Bahkan
ada warga India yang baru datang lolos ke rumahnya tanpa karantina karena
menyogok oknum petugas di bandara Soekarno Hatta. Baru kita sadar ketika 100 orang warga
India yang datang dengan pesawat
terbang, ternyata 12 orang di antaranya dengan test PCR positif.
SAATNYA KITA SADAR
PPKM darurat yang di terapkan oleh presiden Jokowi dari
tgl 3 hingga 30 Juli merupakan upaya yang harus di dukung oleh semua pihak, langkah
ini pasti menimbulkan pengorbanan terutama kontraksi bidang perekonomian
masyarakat. Namun pengorbanan selama 18
hari ini akan menjadi jauh lebih baik jika berjalan dengan tortib, semoga PPKM ini terakhir di banding jika muncul kebijakan PPKM berikut atau aturan yang lebih
ketat jika PPKM darurat ini gagal.
Berhasil atau gagalnya PPKM darurat, tergantung pada
kita semua. Jika masih ada yang tidak disiplin apalagi masih ada yg berpendapat
bhw virus corona ini tidak ada dan banyak alasan untuk mengakali agar bisa
melanggar aturan PPKM darurat, covid 19 tentu akan lebih betah tinggal di
negara kita, lebih banyak yang menderita, lebih banyak yang meninggal dan
pemerintah tidak salah jika membuat aturan yang lebih ketat lagi dan pada
ujungnya masyarakat juga yang menderita.
Kebijakan sukses dijalankan dengan tertib,
PKMM berhasil juga jika diterapkan dengan tertib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar