NusaNTaRa.Com
byShamIAli,
K a m i s, 0 1 J u l i 2 0 2 1
Dari
sekian banyak kekhawatiran-kekhawatiran Komunitas Muslim di Amerika, krisis
generasi menjadi kekhawatiran terbesar. Generasi terancam kehilangan jati diri.
Salah satunya hilangnya identitas “ budaya asal ” yang positif seperti sopan
santun, hormat orang tua, gotong royong dan kebersamaan dan lain-lain. Tapi yang terpenting dari semua itu adalah
hilangnya jati diri yang paling mendasar sebagai manusia. Yaitu iman dan Islam
yang menjadi modal atau fondasi kehidupannya. Saya tidak lagi mengulangi ragam
contoh dalam masyarakat tentang anak-anak yang telah jauh, bahkan meninggalkan
keyakinannya sebagai orang-orang Muslim.
Inilah
yang menjadi alasan penting untuk menghadirkan wahana atau fasilitas bagi
generasi sebagai jalan “survival” (keselamatan) mereka dalam iman.
Masjid-masjid, Islamic Center, sekolah-sekolah Islam, dan lain-lain harusnya
memang memainkan peranan itu. Sayangnya kerap kali masjid-masjid atau
institusi-insitusi keagamaan itu memerankan irama yang sama. Irama lama.
Menjadi tempat-tempat kegiatan ritual, dzikir-dzikir kering yang tidak memiliki
dampak sosial dalam hidup.
Apalagi
seringkali institusi-institusi itu dengan irama lama juga berwawasan lama
(tua). Orientasi kegiatan/aktifitasnya berkisar pada irama lama itu. Akibatnya
generasi muda khususnya yang lahir dan besar di Amrika merasa terabaikan.
Imam/guru yang dihadirkan juga tidak memiliki kapasitas yang cukup. Baik pada
kapasitas wawasan baru itu, apalagi kemampuan komunikasi dan bahasa yang
dipahami generasi muda.
Walhasil
pada tingkat kesadaran beragama terjadi jurang yang menganga antara generasi “ ortu
” (orang tua) dan generasi “ millennial ” (pemuda/remaja), krisis
relasi orang tua dan anak juga semakin kompleks
yaitu Orang tua ingin dihormati
di satu sisi dan Anak-anak merasa punya independensi yang
mutlak di sisi lain. Realita ini berakibat kepada krisis sosial
lainnya. Relasi antar kekuarga (silaturrahim) semakin menipis. Bahkan pada tataran selanjutnya dan pada
konteks yang lebih luas generasi muda Muslim memasuki kehidupan publik tanpa
ada kesadaran tanggung jawab (religious responsibility) keislaman itu. Sehingga
generasi berhasil pada dunianya tapi menjadi generasi yang tidak peduli (don’t
care) dengan akhiratnya.
Situasi
itu sesungguhnya menjadi karakter utama dunia kapitalisme, bahwa hidup ini segalanya adalah fisikal atau
material. Pandangan atau wawasan hidup yang
demikian dikenal sebagai paham “ materialism ” dimana Paham ini sejujurnya telah diadopsi
tanda disadari sebagai agama bagi dunia Barat saat ini. Kekhawatiran, bahkan realitanya ancaman masa
depan generasi inilah yang mengharuskan komunitas Muslim di Amerika mencari
alternatif-alternatif, atau meminjam istilah para missionary, salvation
(penyelamatan). Jika tidak, maka masa
depan keislaman generasi Muslim di Amerika menjadi semakin terancam.
Komunitas Muslim Indonesia
Masyarakat
Muslim Indonesia di Amerika tentu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
Komunitas Muslim Amerika secara umum. Manis pahitnya hidup Komunitas Muslim di
US menjadi bagian dari manis pahitnya kehidupan warga Muslim Indonesia di
negara ini. Istilah Muslim Amerika atau Muslim Indonesia Amerika (Indosian
American Muslim) juga mencakup mereka yang telah ganti paspor dan mereka yang
tetap memegang paspor hijau. Semuanya menghadapi ancaman yang sama.
Namun
saya ingin “brutally honest” (sejujur jujurnya) pada poin ini. Bahwa jika
dibandingkan dengan masyarakat Muslim lainnya, khususnya mereka yang dari Asia
Selatan atau yang biasa dikenal dengan IPB atau India Pakistan Bangladesh,
Komunitas Muslim Indonesia mengalami “ fragility
” (fragilitas) yang lebih tinggi.
Artinya kemungkinan bagi anak-anak atau generasi Muslim Indonesia kehilangan
identitasnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Komunitas Muslim lainnya.
Tentu
terlalu banyak faktor yang dapat disebutkan. Selain memang secara umum karena
lingkungan sekitar, terutama karena kurangnya kepedulian orang tua
terhadap agama, termasuk terhadap pendidikan agama anak-anak. Tentu hal itu juga disebabkan karena pada
galibnya kehadiran warga Indonesia di US, termasuk warga Muslim, berwawasan
keduniaan. Artinya mereka berpindah ke Amerika baik secara permanen atau
temporary karena tujuan dunia
berakibat agama menjadi sesuatu yang overlooked (terlewatkan
atau tidak diperhatikan).
Syukur
Alhamdulillah sejak beberapa tahun terakhir ini tumbuh organisasi-organisasi
yang mulai peduli generasi. IMSA atau Indonesian Muslim Society (tadinya
Student) in America misalnya, di mana saya sendiri adalah anggota Dewan
penasehat, mulai menyentuh kebutuhan remaja dan pemuda, meski kegiatannya masih sangat terbatas, baik
pada bentuk program maupun jangkauannya. Di sìnilah peranan signifikan Nusantara
Foundation, khususnya dengan proyek besar Pesantren Nur Inka Nusantara Madani,
untuk merespon secara serius terhadap bahaya laten Komunitas Muslim di Amerika,
khususnya mereka yang berasal dari Indonesia.
Salah
satu inisitatif Nusantara melalui Pesantrennya saat ini adalah kegiatan Program
Pesantren Musim Panas selama bulan Juli dan Agustus ini, program ini tidak saja akan memberikan
berbagai ilmu keagamaan yang bersifat informatif dan teoritikal tetapi juga sekaligus membangun kesadaran keagamaan
dalam lingkungan yang Islami. Apalagi
pada program kali ini juga akan dihadirkan 5 ustadz/ustadzah yang akan
mengikuti Program Kepemimpinan Global (Global Leadership Program for Ustadz).
Mereka sekaligus akan ditugaskan menjadi tenaga pengajar bagi anak-anak peserta
program Pesantren Musim Panas ini.
Para
Ustadz/ustadzah atau tokoh-tokoh Muslim muda ini, selain akan mengambil manfaat
dari berbagai kegiatan dan kunjungan selama di Amerika, mereka juga akan memberikan manfaat keilmuan dan
pengalaman kepada peserta program Pesantren Musim Panas ini. Harapannya dengan selesai mengikuti program
Pesantren musim panas ini para peserta akan membawa pulang tidak saja bekal
keilmuan, tapi juga perubahan wawasan dan karakter yang bercirikan
iman dan Islam. Semoga !. Dr.BeningNews, New York, 30 Juni 2021.
Peradaban
berubah seiring waktu,
Pendidikan
Pelatihan pengarah peradaban agar
bermutu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar