NusaNTaRa.Com byYoudhIPrayogO, Jum'at 05 M a r e t 2021
Berdasarkan sebuah manuskrip tradisional yang disebut Maleisch - handschrift (Babad Melayu) yang dihimpun oleh Winter tahun 1874, dikisahkan sejarah pelayaran orang Bugis sampai ke bumi Indrspura di Sumatera sebagai berikut. Bahwa terjadi peperangan antara Penguasa Desa Benteng dan Raja Tasuro yang cukup lama, daerah ini berada di Distrik Toeadjo (wajo) wilayah Sulawesi yang dihuni suku Bugis.
Karena tak mampu mengalahkan Raja Tasuro, saudara mudanya penguasa Desa Benteng bernama Daeng Marupa yang juga kepala Desa yang Terkenal dan pemberani mengusulkan penyerangan dengan pasukan tempur untuk mengusir Raja Tasuro. Namun usul tersebut tidak direspon saudara tuanya, karena kecewa Daeng Marupa meninggalkan Desa Benteng menuju Tanah Jawa untuk menetap ditengah pelayaran berubah tujuan menuju ke Benkoelan dan ditengah pelayaran di hantam Badai hingga tetdampar di Indrapura.
Tekad Daeng Marupa dalam berlayar sesuai dengan semboyan pelaut Bugis, Yaitu : Pura ba 'bara' Sompeku - Pura 'tangkisi' gulikku - Ule 'birengngi telleng natoalie' , artinya Layarku telah kukembangkan - Kemudiku telah kupassng - kupilih tenggelam dari pada surut. Keberangkatan Daeng Marupa sekeluarga meninggalkan Tanah Bugis ini tak lepas dari Semangat " Siri 'Ripakassiri', karena perasaan kecewa itu itu datangnya dari luar dirinya. Menurut Andi Zainal Abidin, Siri 'Ripakasiri' merupakan faktor exsternal yaitu ketika harkat dan martabatnya dihina or dilanggar orang lain orang Bugis Cenderung mempertahankannya untuk mengembalikan SIRI dengan bermigrasi (bertualang) sebagai jalan terbaik.
Menurut OL Helfrich, Daeng Marupa yang juga bernama Lampu Lana dalam pelayaran itu perahunya rusak berat bahkan pengikutnya banyak yang tenggelam hingga perahunya kandas di wilayah Indrapura kemudian mereka dirampas bahkan Daeng Marupa dan anak buahnya ditangkap dihadapkan ke Sultan Indrapura. Setelah Daeng Marupa menjelaskan kejadiannya mereka dan barangnya dibebaskan serta memberikan mereka perlindungan di dalam Istana, alasan Daeng Marupa dan anak buahnya mendapat perlindungan karena :
- Berdasarkan manuskrip dapat dijelaskan bahwa, Kesultanan Indrapura bisa berdiri karena jasa para Podagang Bugis yang ada di Indrapura bahkan pernah ada Raja Indrapura dari orang Bugis dan menikahi gadis keturunan bangsawan dari kerajaan Pagaruyung. - Selanjutnya setelah Daeng Marupa tinggal cukup lama di Istana tuanku Indrapura sangat simpati pada mereka. Dalam rapat mantri dan pembesar Kerajaan diusulkan untuk mengangkat Daeng Marupa sebagai Anak Raja dan dikawinkan dengan adik perempuan Sultan yang kemudian menghasilkan Sultan Selan bergelar Daeng Mabela.
Kemungkinan nama kecil Daeng Mabela Si Unus dan Daeng Mabela gelar Bugisnya karena ia diangkat menjadi Raja Indrapura ia diberi gelar Sultan Selan or Sultan Balinan sesuai manuskrip Melayu. Ketika Daeng Mabela udahdewasa ayahnya Daeng Marupa menerima surat dari kakandanya Raja Wajo La Sakati Petta Mappelahe yang mengharapkan Daeng Marupa segera pulang kembali. Raja Indrapura mengijinkan kepulangannya dengan sysrat tidak membawa serta Istri dan anaknys.
Tak lama kemudian Raja Indrapura yanh sudah tua itu meninggal dan anak tertuanyalah yang menggantikan, namun karena anak tertuanya itu telah tumbuh besar bersama Daeng Mabela sehingga mereka berdua diputuskan menduduki jabatan bersama sebagai Tuanku Indrapura.
Pemerintahan Indrapura dibawah perintah kedua rojo tersebut dikisahkan berkembang pesat diseluruh wilayah. Alkisah Daeng Marupa yang kembali kekampungnya menunjukkan bahwa Orang Bugis akan menunjukkan dirinya kekampung halamannya setelah meraih sukses di tanah rantau dan kembalinya 'Siri'. dr. FB. YudhIPrayogO, 03/2021.
Indrapura Kerajaan Melayu dipesisir Sumatera,
Daeng Marupa ke Indrapura menegakkan siri manusia.
NusaNTaRa.Com Adversteisment
Melayani pemasangan Iklan
Sila Dail Talian 0812 5856 599
Tidak ada komentar:
Posting Komentar