NusanTaRa.Com
byMuhammaDBakkaranG, 12/06/2019
byMuhammaDBakkaranG, 12/06/2019
Nusantoro
gugusan pulau yang kaya dengan tradisi kehidupannya yang biasanya akan
berdampak dengan berbagai penganannya baik penaganan biasa maupun penganan yang
terkait ritual. Kota Semarang yang juga
sebagai kota lama di Nusantara memiliki panganan tradisi yang kesohor disebut “ Ketupat Jembut “, atau nama aslinya bernama “
Ketupat Taoge “ dan hanya muncul sekali setahun dalam perayaan tradisi
Syawalan.
Kegiatan
tradisi Ketupat Jembut ini dapat kita jumpai di beberapa titik kota Semarang salah satunya di Kampung Jaten Cilik, Pedurungan
Tengah. Tradisi ini dilaksanakan
kalangan Dewasa dan banyak diperuntukkan bagi kalangan anak-anak atau generasi
yang lebih muda kala menyambut syawalan yang bermula sejak tahun 1950-an. "
Itu simbol kesederhanaan. Jadi adanya cuma tauge, kelapa, dan lombok,
jadi isinya ya tauge sama sambal kelapa. Jadi menyampaikan Lebaran Cilik
(Syawalan) ini tidak harus dengan opor ",
Ujar SiDin Munawir.
Sekilas ketupat ini mirip dengan ketupat biasa, bersegi empat berbungkus rajutan daun janur kuning kelapa dan berisi Nasi dan taoge yang telah dimasak dan biasa jadi penganan bersama lauk serta sambal kolapa saat perayaan tersebut, " Ketupat ini berisi taoge sambal kelapa. Tapi ada juga yang diisi uang receh. Makanya untuk rebutan anak-anak ", Ujar SiDin Munawir seorang tokoh masyarakat setempat.
Sekilas ketupat ini mirip dengan ketupat biasa, bersegi empat berbungkus rajutan daun janur kuning kelapa dan berisi Nasi dan taoge yang telah dimasak dan biasa jadi penganan bersama lauk serta sambal kolapa saat perayaan tersebut, " Ketupat ini berisi taoge sambal kelapa. Tapi ada juga yang diisi uang receh. Makanya untuk rebutan anak-anak ", Ujar SiDin Munawir seorang tokoh masyarakat setempat.
Salah
satu tokoh masyarakat di sana, Munawir (45) mengatakan tradisi bagi bagi
ketupat itu sudah ada sejak tahu 1950-an setelah warga asli Jaten Cilik kembali
ke kampungnya pasca mengungsi akibat perang dunia kedua. " Sudah ada sejak tahun 1950-an, pulang
ngungsi perang dunia ", Ujar SiDin
Munawir di Kampung Jaten Cilik, Rabu (12/6/2019). Munawir menceritakan, kala itu warga hidup
dalam kesederhanaan tapi karena keinginan mengungkapkan rasa syukur setelah
melewati bulan Ramadhan, maka digelar syukuran sepekan setelah Idul Fitri atau
Syawalan dengan membagikan Kupat Tauge tanpa opor.
Kehidupaan saat itu yang sangat sederhana sehingga terwujutlah peraayaan dengan penganan yang sederhana tanpa Opor sebagai teman sesuai keadaan ketika itu. " Itu simbol kesederhanaan. Adanya cuma taoge, kelapa, dan lombok. Jadi isinya ya taoge sama sambal kelapa. Pesannya ya Lebaran Cilik (Syawalan) ini tidak harus dengan opor ", Ujar SiDin Munawir Laji.
Pelaksanaan kegiatan Syawalan berupa berebut Kupat Jembut, sebelum matahari terbit suara teriakan anak-anak di Kampung Jaten Cilik, Pedurungan Tengah, Kota Semarang sudah riuh terdengar, mereka berlarian berebut Kupat Jembut sebagai bentuk syukur bulan Syawal. Diawali kembang api dan petasan di depan Masjid Rudhotul Muttaqiin usai Salat Subuh, para tokoh masyarakat dan agama membawa baki berisi ketupat dan Anak-anak yang sudah menanti langsung datang berebut berusaha mendapatkan ketupat yang juga disisipi uang itu.
Begitu ketupat di baki telah habis, maka terdengar lagi suara tiang listrik diketuk dari kejauhan sebagai tanda ada pembagian ketupat Jembut lagi dan ini akan sangat menarik perhatian yang kemudian anak-anak berlarian menghampirinya dan kembali berebut ketupat yang dibagikan warga dengan gembira. Dalam sekali perayaan syawalan warga Kampung Jaten Cilik sebanyak 850 jiwa dari 210 KK bersama – sama menyajikan penganan Ketupat Jembut ini.
" Saya berharap tradisi ini terus berlanjut, silaturrakhim terus terjaga, merekatkan tali silaturrakhim antar warga sini dan sekitar. Kita ambil makna kebersamaan dan kesederhanaannya ", Ujar SiDin Muzazin. Rizki Dwi Putra bocah Jaten Cilik mengaku sangat senang setelah mengikuti perebutan Ketupat Jambut, ia sudah menanti-nantikan setiap momentum tersebut tiba, Rizki mengincar sejumlah uang yang dikemas dalam ketupat kosong dan biasa mendapat hingga Rp 60 ribu.
Kehidupaan saat itu yang sangat sederhana sehingga terwujutlah peraayaan dengan penganan yang sederhana tanpa Opor sebagai teman sesuai keadaan ketika itu. " Itu simbol kesederhanaan. Adanya cuma taoge, kelapa, dan lombok. Jadi isinya ya taoge sama sambal kelapa. Pesannya ya Lebaran Cilik (Syawalan) ini tidak harus dengan opor ", Ujar SiDin Munawir Laji.
Pelaksanaan kegiatan Syawalan berupa berebut Kupat Jembut, sebelum matahari terbit suara teriakan anak-anak di Kampung Jaten Cilik, Pedurungan Tengah, Kota Semarang sudah riuh terdengar, mereka berlarian berebut Kupat Jembut sebagai bentuk syukur bulan Syawal. Diawali kembang api dan petasan di depan Masjid Rudhotul Muttaqiin usai Salat Subuh, para tokoh masyarakat dan agama membawa baki berisi ketupat dan Anak-anak yang sudah menanti langsung datang berebut berusaha mendapatkan ketupat yang juga disisipi uang itu.
Begitu ketupat di baki telah habis, maka terdengar lagi suara tiang listrik diketuk dari kejauhan sebagai tanda ada pembagian ketupat Jembut lagi dan ini akan sangat menarik perhatian yang kemudian anak-anak berlarian menghampirinya dan kembali berebut ketupat yang dibagikan warga dengan gembira. Dalam sekali perayaan syawalan warga Kampung Jaten Cilik sebanyak 850 jiwa dari 210 KK bersama – sama menyajikan penganan Ketupat Jembut ini.
" Saya berharap tradisi ini terus berlanjut, silaturrakhim terus terjaga, merekatkan tali silaturrakhim antar warga sini dan sekitar. Kita ambil makna kebersamaan dan kesederhanaannya ", Ujar SiDin Muzazin. Rizki Dwi Putra bocah Jaten Cilik mengaku sangat senang setelah mengikuti perebutan Ketupat Jambut, ia sudah menanti-nantikan setiap momentum tersebut tiba, Rizki mengincar sejumlah uang yang dikemas dalam ketupat kosong dan biasa mendapat hingga Rp 60 ribu.
Syawal
tiba hari bahagia ummat Islam,
Ketupat Jembut diperebutkan kegembiraan anak Muslim.
Ketupat Jembut diperebutkan kegembiraan anak Muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar