NusanTaRa.Com
byIndaHPalloranG, 30/04/2019
Dengan
spon para pengrajin kain pantai memberi berbagai corak yang indah dan cerah pada kain santung sebagai dasar kain, sesuai
dengan corak para pemesannya. Setelah
selesai satu lembar kain pantai yang sudah siap jual dibandrol dengan harga 30
ribu rupiah. Demikianlah keseharian para
pengrajin kain Pantai di Desa Krajan yang mudah kita lihat bertebaran di
berbagai lokasi seputar teepian sungai Solo pada saat penjemuran sebagai salah
satu proses pematangan motip dan hasil produknya.
byIndaHPalloranG, 30/04/2019
Sentra industri
kain Pantai yang popular meski tak
sepopuler Batik Solo, terletak di Desa
Krajan, Kecamatan Mojobalan, Sukoharjo, Jawa Tengah, namun untuk menemukan sulit karena tak
memiliki simbol visual yang menyatakan bahwa Desa Krajan adalah sentra industri
kain pantai. Bisnis tak memiliki merek ini sudah tersohor di Indonesia, sehingga tak
ayal hampir ditemukan diseantero Nusantara seperti Bali, Sumatra, Kalimantan, dan hampir seluruh
daerah di Pulau Jawa dan Dunia.
Pak Sriyono or Ko Sri |
Kecintaannya
dalam membuat batik telah membuat ilmu dan pengalamannya bertambah, terutama
dalam hal teknik pewarnaan dan ornamen lukisan alam pekerjaannya membatik tahun
1975. Pada 1995 Sriyono memutuskan
untuk berhenti bekerja dan mulai mencoba peruntungan membangun usaha sendiri
dengan membuat kain pantai dan kemudian diikuti kedua anaknya terutama Sigit.
Pembuatan kain pantai kawasan Desa Krajan ini dimulai pada tahun 1996
oleh Sriyono, atau yang akrab disapa Ko Sri.
Usaha kain pantai ini kemudian diteruskan oleh anaknya, Sigit dan saudaranya.
Namun,
hanya usaha Sigit yang masih bertahan sampai sekarang, sementara milik saudaranya lebih dulu gulung tikar karena tak terlalu
telaten dalam melakoni dagangannya. Sigit
dalam bisnis kain pantainya, hanya
menggarap dua model jenis pewarnaan, yaitu sistem jumput dan celup dan dalam
pemasaran tidak ada kiat Promosi hanya dengan cara “ Getok Tular “ dari mulut
ke mulut masih dianggap cara yang paling praktis untuk berjualan. Musim hujan berkepanjangan tak ramah bagi
pebisnis ini karena pengusaha akan merasa kerepotan untuk mengejar produksi
yang terkait dengan pengeringan yang mengandalkan matahari agar jadi
sempurna.
Awal
mendirikan bisnisnya Sriyono terjatuh karena krisi moneter dimana bahan
baku kain putih yang mengandalkan import
yang tergantung Dollar Amerika sehingga melangit. Tahun 2000
Pak Sriyono kembali membangun usahanya dengan secara perlahan dan
Alhamdulillah kini ia telah memiliki sebidang tanah/rumah, modal usaha/bahan baku dan pekerja yang
mencapai 40 orang. Rupanya keberadaan Sriyono telah membawa keberkahan
tersendiri bagi warga di Desa Krajan, Kelurahan Laban, Kecamatan Mojolaban,
Sukoharjo
Sriyono
adalah orang yang pertama kali membawa bisnis kain pantai ke Desa Krajan. Ia
bahkan sudah banyak menularkan ilmu kepada warga sekitar untuk menekuni bisnis
kain pantai sehingga Desa Krajan kini
dikenal mendunia sebagai tempatnya para
pengrajin kain pantai. " Dulu waktu saya ke sini Desa Krajan masih sepi,
saya bawa kain pantai ke sini, banyak orang tertarik dan ingin belajar. Jadi
mereka yang sudah membangun usaha sendiri dulunya itu karyawan saya.
Alhamdulillah kini Desa Krajan dikenal sebagai pusatnya kain pantai di
Indonesia bahkan dunia ", Ujar SiDin
Sriyono.
" Dalam sehari kita bisa menghasilkan empat
ribu potong kain, itu pun kita belum bisa memenuhi semua permintaan pasar.
Karena, produksi kain pantai ini juga dikirim ke Brazil, Argentina, Jepang, Jerman, Malaysia,
Filipina, dan Cina. Untuk nasional kita juga kirim ke pasar Tanah Abang Jakarta
dan Bali. Yang pasti produksi kain pantai Krajan paling banyak di dunia.
Pekalongan, Yogyakarta sekarang sudah kalah, larinya pada ke sini ", Ujar SiDin Sriyono dengan mata
berkaca-kaca sesekali ngelepasin liur
dalam candanya.
Kain
Putih di coret Merah,
Kain
Pantai Krajan mendunia sudah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar