NusanTaRa.Com
Tenun Ulap Doyo mulai popular sejak awal masa Kerajaan Kutai sebagai kerajaan Hindu tertua di Indonesia, dimana penggunaannya menjadi satu pertanda atau identitas sosial seorang saat itu. Upacara adat suku Datak Banuaq sangat terkait dengan penggunaan tenun Ulap Doyo baik dari kaum pria maupun kaum wanita seperti Upacara memelas kampung, Erau padi, Kwangkai, Pemberian Penghormatan dan perkawinan.
byAsnISamandaK
Kalau
anda jalan-jalan keperkampungan adat
suku Dayak Benuaq di Issuy atau Barong Tongkok Kubar Kalimantan Timur, melintasi perumahan perkampungannya tak
jarang kita akan melihat seorang Gadis Cantik duduk di Beranda rumah atau di
kolong rumah asik dengan semacam alat dengan juntaian benang, tak lain dan tak
bukan itu aktipitas Gadis dayak yang sedang merajut atau menenun kain khas dayak yang disebut dengan
Ulap Doyo. Meski kain tenun demikian
hampir dikenal sebagian besar masyarakat tradisonil NusanTaRa seperti di Batak
Ulos, di NTT, di Ambon, kain Rimpu Bima dan tenun Sabbe di Sulawesi
solata, proses pembuatan Ulap Doyo mulai
dari bahan hingga selesai tentulah memiliki keunikan tersediri yang keren, beda banget dan Motip yang dihasil tangan-tangan trampil gadis dayak tentunya akan
mempunyi keunggulan tersendiri (silakan coba).
Seni berpakaian Budaya Dayak memiliki kekhasan tersendiri seperti pakaian yang di tempelkan manik-manik dan bebatuan membentuk motip khasnya dan Busana yang terbuat dari kulit batang kayu yang terlebih dahulu di samak serta pakaian yang terbuat dari tenunan Ulap Doyo dengan beragam warna dan motip. Kekhasan motip Ulap Doyo selain bahan tenunnya dari tumbuhan khas Kalimantan, tentunya juga motipnya yang banyak diambil dari Fauna, Flora dan Alamnya seperti Burung Enggang, Elang, Buaya, Naga, Pakis, Gunung, kotak-kotak dllnya. Motip-motip tentunya mempunya makna tersendiri terkadang menjadi sesuatu yang disakralkan dalam arti digunakan dan dipakai untuk hal yang sudah ditentukan sesuai adat.
Seni berpakaian Budaya Dayak memiliki kekhasan tersendiri seperti pakaian yang di tempelkan manik-manik dan bebatuan membentuk motip khasnya dan Busana yang terbuat dari kulit batang kayu yang terlebih dahulu di samak serta pakaian yang terbuat dari tenunan Ulap Doyo dengan beragam warna dan motip. Kekhasan motip Ulap Doyo selain bahan tenunnya dari tumbuhan khas Kalimantan, tentunya juga motipnya yang banyak diambil dari Fauna, Flora dan Alamnya seperti Burung Enggang, Elang, Buaya, Naga, Pakis, Gunung, kotak-kotak dllnya. Motip-motip tentunya mempunya makna tersendiri terkadang menjadi sesuatu yang disakralkan dalam arti digunakan dan dipakai untuk hal yang sudah ditentukan sesuai adat.
Tenun Ulap Doyo
yang banyak dihasilkan dari
tangan-tangan cantik wanita suku Dayak Benuaq
Kalimantan Timur terbuat dari bahan yang tidak umum digunakan
untuk membuat kain, yakni dari serat tumbuhan daun doyo (bahasa latinnya Curculigo latifolia lend) yang tumbuh secara liar di
pedalaman Kalimantan di antaranya di wilayah Tanjung Issuy, Jempang, Kutai Barat. Ulap
Doyo merupakan hasil rajutan dari
benang atau serat halus sehingga membentuk
selembar kain, benang kasar tersebut terbuat dari tumbuhan Doyo yang melalui
diproses daun dikeringkan, disayat mengikuti arah serat daun, direndam agar lebih lunak dan tak mudah patah
hingga kemudian dijalin dan dilinting membentuk benang kasar yang siap di tenun.
Proses selanjutnya adalah pewarnaan benang tersebut hingga dapat menghasilkan Ulap Doyo yang menarik kaya dengan hiasan atau motip. Pewarnaan benang Doyo tersebut meski saat ini sudah banyak pewarna buatan yang bisa digunakan dan mudah didapatkan dipasaran tetap sebagian peminat Ulap ini ada yang menginginkan pewarnaan tersebut secara alami yang diambil dari bahan-bahan alami baik tumbuhan maupun di alam, terutama yang terkait dengan keyakinan akan nilai sacral pada penggunaan Ulap tersebut. Biasanya warna yang dikenakan adalah merah, kuning, hitam, hijau, Biru dan coklat, secara alami warna merah dapat dibuat dari buah glinggam, kayu oter, dan buah londo dan sementara warna coklat dari kayu uwar.
Proses selanjutnya adalah pewarnaan benang tersebut hingga dapat menghasilkan Ulap Doyo yang menarik kaya dengan hiasan atau motip. Pewarnaan benang Doyo tersebut meski saat ini sudah banyak pewarna buatan yang bisa digunakan dan mudah didapatkan dipasaran tetap sebagian peminat Ulap ini ada yang menginginkan pewarnaan tersebut secara alami yang diambil dari bahan-bahan alami baik tumbuhan maupun di alam, terutama yang terkait dengan keyakinan akan nilai sacral pada penggunaan Ulap tersebut. Biasanya warna yang dikenakan adalah merah, kuning, hitam, hijau, Biru dan coklat, secara alami warna merah dapat dibuat dari buah glinggam, kayu oter, dan buah londo dan sementara warna coklat dari kayu uwar.
Tanaman Doyo |
Masyarakat
Dayak Banuaq dalam penggunaan Ulap Doyo
membedakannya dalam berbagai
kegiatan adat, yaitu untuk
pakaian upacara adat, pakaian tari-tarian, pakaian bangsawan, pakaian orang biasa dan pakaian sehari-hari. Keragaman akan upacara adat Dayak sangat
mempengaruhi jenis busana dan Corak yang
dipakai bagi yang mengikutinya sehingga upacara dapat berjalan sukses, misalnya motif Waniq ngelukung hanya
digunakan oleh masyarakat biasa sedangkan
motif jaunt nguku digunakan oleh kalangan bangsawan atau raja. Menurut
mereka, arwah nenek moyang yang sudah
meninggal akan selalu hadir untuk melindungi anak cucuknya yang masih hidup.
Penggunaan motif dan ragam hias memiliki nilai estetika dan fungsional yang bersifat rohaniah. Seperti motif naga melambangkan kecantikan seorang wanita, motif limar atau perahi melambangkan kerjasama, motif timang atau harimau melambangkan keperkasaan pria, motif tangga tukar toray atau tangga rebah bermakna melindungi usaha dan kerjasama masyarakat, dan masih banyak lagi. Penggunaan warna juga mengandung makna simbolik tertentu. Misalnya, warna hitam pada daster dan sarung atau kain panjang pemakainya memiliki kemampuan dalam menolak sihir hitam (sihir jahat) dan Jika warna hitam tersebut terdapat garis-garis putih, maka pemakainya dapat mengobati segala bentuk sihir dan juga dapat mengobati segala bentuk penyakit.
Penggunaan motif dan ragam hias memiliki nilai estetika dan fungsional yang bersifat rohaniah. Seperti motif naga melambangkan kecantikan seorang wanita, motif limar atau perahi melambangkan kerjasama, motif timang atau harimau melambangkan keperkasaan pria, motif tangga tukar toray atau tangga rebah bermakna melindungi usaha dan kerjasama masyarakat, dan masih banyak lagi. Penggunaan warna juga mengandung makna simbolik tertentu. Misalnya, warna hitam pada daster dan sarung atau kain panjang pemakainya memiliki kemampuan dalam menolak sihir hitam (sihir jahat) dan Jika warna hitam tersebut terdapat garis-garis putih, maka pemakainya dapat mengobati segala bentuk sihir dan juga dapat mengobati segala bentuk penyakit.
Tenun Ulap Doyo mulai popular sejak awal masa Kerajaan Kutai sebagai kerajaan Hindu tertua di Indonesia, dimana penggunaannya menjadi satu pertanda atau identitas sosial seorang saat itu. Upacara adat suku Datak Banuaq sangat terkait dengan penggunaan tenun Ulap Doyo baik dari kaum pria maupun kaum wanita seperti Upacara memelas kampung, Erau padi, Kwangkai, Pemberian Penghormatan dan perkawinan.
byAsnISamandaK
Tanaman Doyo di tanam Sikulal,
Tenun Ulap Doyo busana adat bernilai sakral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar