NusaNTaRa.Com
byKulaIAgabaG, K a m i s, 2 0 F e b r u a r i 2 0 2 5
![]() |
Telingaan Aruu (Telinga Panjang) suku Dayak Borneo |
Dari sekian ratus Sub-Suku Dayak yaitu lebih dari sekitar 405 suku, tidak semuanya memiliki budaya atau tradisi Bertelinga Panjang, karena di pulau Borneo sendiri memiliki perbedaan Budaya dan tradisi sendiri yang beragam, berbeda sub-suku berbeda pula budaya dan tradisinya, khususnya sub-suku yang memiliki budaya dan tradisi yang Bertelinga Panjang yang diamalkan dan diwariskan secara turun - temurun yang hanya berlaku di Sub - Suku : Dayak Kayaan, Dayak Iban, Dayak Kenyah, Dayak Bahau, Dayak Punan, Dayak Penan, Dayak Kelabit, Dayak Sa'ban dan Dayak Taman.
Kini tradisi ini tidak lagi atau pun jarang diamalkan oleh kalangan generasi muda Dayak tersebut. Hanya tersisa beberapa orang dari generasi tua yang tampak masih memegang teguh tradisi ini. Para pemerhati masyarakat Dayak juga mengatakan tradisi ini pada tahap kritis. Nucuk Penikng (penindikan) masih dilakukan, namun tidak dengan Telingaan Aruu, yang jarang ditemukan ditengah masyarakat yang hodup dengan pola moderen. Dalam memberlakukan tradisi Telingaan Aruu atau Daun Telinga Panjang, yang merupakan tradisi turu - temurun sejak dulu, boleh putra maupun wanita dikalangan masyarakat Dayak. Tradisi ini salah satunya bertujuan untuk dapat menunjukkan Identitas kebangsawanan bagi pria mereka, serta mendadi simbol kebangsawanan dan kecantikan bagi wanita. Mereka meyakini, semakin panjang telinga seorang wanita, maka semakin cantik pula wanita tersebut.
Dalam masyarakat Dayak Kayaan mengenal tradisi ini dimulai saat seseorang masih lagi Bayi dan hanya dilakukan oleh kalangan bangsawan. Setelah luka bekas tindikan mengering, kemudian dipasangin benang yang lalu diganti oleh kayu kedalam lubang tolinga makin membesar. sehingga lubang kian lama makin membesar, Proses penindikan telinga ini dikenal disuku ini dengan sebutan "Mucuk Penikng". Antjng - anting akan ditambahkan satu persatu ke dalam tolingan yang lama kelamaan akan membuat lubang semakin membesar dan momanjang. Pemasangan anting - anting dilakukan sejak bayi, diawali dengan ritual Nucuk Penikng atau Penindikan daun telingan. Proses Penindikan menggunakan jarum dengan lubang tindikan awalnya hanya diberi niasan berupa benang sebagai pengganti anting - anting. Setelah luka tindikan sembuh, benang diganti Pintalan Kayu Gabus, yang seminggu sokali diganti dengan yang berukuran semakin besar.
![]() |
Telingaan Aruu Pria Dayak |
Lubang Tolinga tang semakin membesar itupun kemudian digantungi anting - anting berbahan tembaga, yang disebut Belaong. Berat dan jumlah yang terus ditambah menyebabkan daun telinga memelar hingga menyentuh Pundak. Penambahan anting - anting dilakukan menyesuaikan usia dan status sosial. Tradisi pemanjangan telinga ini memiliki batasan, wanita Dayak diperbolehkan memanjangkan daun telingan hingga sebatas Dada. Sementara kaum Pria, hanya dibenarkan pemanjangan telinga hingga sebatas Bahu. Daun telinga yang memanjang inipun dapat kembali memendek apabila tidak lagi mengenakan Hisang Kavaat hingga belasan atau puluhan tahun.
Pada Tradisi ini Anting - anting yang biasa digunakan pada umunya dibagi dua macam, yaitu jenis, Hisang Semhaa yang dipasang di sokoliling Lubang Daun Tolinga dan Hisang Kavaat dipakai pada lubang daun tolinga. Sementara untuk masyarakat Dayak Iban percaya bahwa pemberat telinga ini merupakan bentuk latihan kesabaran dan ketahanan akan penderitaan maupun rasa sakit.
Penerapan dan Pengertian Tradisi TELINGAAN ARUU
eski sama - sama menjalani tradisi ini, namun ada beberapa perbedaan dalam penerapan juga pengertian atas tradisi Teligaan Aruu ini dari masing - masing sub - Suku (Dayak). Dayak Iban misalnya, tidak memberikan Pemberat pada telinganya. Telinga yang telah di lubangi dibiarkan begitu saia hingga terlihat seperti lubang besar yang menyerupai Angka Nol, yang bertujuan melatih kesabaran dengan adanya manik - manik yang cukup berat yang menempel pada Telinga dan digunakan setiap hari. Sementara bagi masyarakat Dayak yang tinggal di Hulu Sungai Mahakam, memanjangkan telinga menjadi penanda untuk menunjukkan usia seseorang. Ditempat ini bayi yang baru lahir akan diberikan manik - manik di telingan, yang nanatinya akan ditambahkan setiap tahunnya.
Digerus Arus Mudernisasi Hanpir Hilang / Punahnya BUDAYA DAN TRADISI TELINGA PANJANG
Arus modernisasi menjadi penyebab ancaman kepunahan Identitas Budaya Dayak ini. Bagi mereka, tradisi Yelingaan Arauu sudah tidak sesuai dengan kemajuan zaman. Selain itu, generasi Budaya Dayak lebih memilih perhiasan yang menyerupain daun telinga panjang lengkap dengan Hisang Kavaat - nya. Sekarang ini, sudah sulit sekali menemukan wanita Dayak yang masih memanjangkan telinganya. Kalaupun ada, mereka biasanya sudah berusia senja. Ironisnya lagi, karena dianggap ketinggalan zaman, beberapa perempuan Dayak yang telah memanjangkan telinganya, lalu sengaja menghilangkan atribut tradisi tersebut dengan sengaja memotong bagia bawah daun telinganya.
Pulau Borneo selain punya seni Telinga Panjang yang hampir punah, juga punya seni TATO yaitu gambar yang dirajamkan di berbagai bagian tubuhnya yang juga dapat dianggap sebagai gambaran seseorang dalam masyarakatnya. Telingaan Aruu semakin ditemui penggunanya semakin berkurang, lantaran generasi Muda Dayak merasa malu memiliki Daun Tolinga yang panjang dan kerap di olok - olok saat berada do koramaian, selain itu trend di ranah fashion dan gaya hidup juga yang cenderung meredam gaya hidup mereka.
![]() |
Telingaan Aruu Wanita Dayak |
Telingaan Aruu, bertelinga Panjang tradisi suku Dayak.
Dahulu Telingaan Aruu satu tradisi kebangsawan Dayak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar