NusanTaRa.Com
byPrabowOSubiantO,04/10/2018
byPrabowOSubiantO,04/10/2018
Saya mungkin termasuk pribadi yang sentimentil. Mudah tersentuh
karena sebuah kabar. Cepat tergerak karena riak. Dan kadang-kadang
gampang bergegas karena tidak bisa
sekedar bersimpati. Dengan sikap seperti itulah saya berbagi empati
dengan saudara-saudara yang lain. Setiap kemalangan menimpa salah
seorang saudara kita, menimbulkan kegelisahan yang sangat pada diri
saya. Tidak ada obat gelisah yang lebih mujarab selain bertemu langsung
dan coba memecahkan persoalan yang ada.
Hal itu pula lah yang saya rasakan saat mendengar simpang siur kabar
mengenai kondisi Ibu Ratna Sarumpaet (RS). Foto-foto beredar dengan
cepat disertai kronologis peristiwa yang meyakinkan. Tidak hanya saya,
sahabat-sahabat yang lain juga langsung tergerak hatinya begitu
mendengar kabar duka yang menimpa beliau. Ibu RS adalah seorang sahabat,
tokoh inspiratif yang konsisten berdiri memunggungi kekuasaan. Teladan
yang sudah dibangunnya jauh sebelum era reformasi. Seorang seniman yang
menunjukkan bahwa seni mengabdi pada kemanusiaan bukan pada kekuasaan.
Saya terluka begitu mendengar kabar tentang beliau. Asumsi-asumsi cepat
berkembang mengenai peristiwa yang menimpa Ibu RS. Saya cepat mengambil
sikap, apapun latar peristiwanya maka hukum harus ditegakkan.
Lewat berbagai cara, akhirnya saya bisa dipertemukan dengan beliau.
Sayangnya, pertemuan itu tidak jua membuka kotak pandora peristiwa.
Pengakuan yang disampaikan Ibu RS langsung kepada saya malahan
memperkuat sinyalemen-sinyalemen yang berkembang. Baru
belakangan, Ibu RS membuka pengakuan mengejutkan yang sudah kita ketahui
semua, bahwa fakta sesungguhnya jauh menyimpang dari cerita sebelumnya.
Saya sadar, sebagai manusia saya tidak luput dari kesalahan. Sikap
sentimentil yang bersumber dari empati dan peduli sejenak membuat kita
lupa untuk mawas diri. Tetapi apa daya, mulut sudah melontarkan kata dan
ingatan merangkumnya jadi peristiwa. Riak sehari menjadi gelombang yang
menimbulkan kegelisahan di tengah duka yang menimpa bangsa.
Sebagaimana manusia biasa, saya menghaturkan maaf atas kekhilafan yang
terjadi. Tidak sedikit pun terbersit niat untuk menimbulkan kegaduhan
dari peristiwa ini, hanya naluri kemanusiaan. Sebagai seorang pemimpin,
tentu kata maaf saja tidak cukup. Sebab bukan kata tetapi tindakan yang
akan membuat perbedaan. Karena itu saya memutuskan untuk memberhentikan
Ibu RS dari jabatan beliau di Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto
– Sandi Uno. Sebagai teman, saya akan terus menunjukkan kepedulian
tetapi sebagai pemimpin saya tidak bisa mentolelir kebohongan.
Saya berharap kita bisa belajar banyak dari peristwa ini. Bahwa itikad
baik saja tidak cukup tetapi harus dilandasi kejujuran hati. Semoga
hari-hari ke depan, kejujuran menjadi sikap hidup kita agar tidak ada
lagi itikad baik yang dibunuh oleh kebohongan.
drFBPrabowoSubianto.
Prabowo lagi Nyapres,
Eee Ratna Sarumpaet malah bikin Hoax ces.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar