NusanTaRa.Com
byKariTaLa LA, 18/8/2017
Burung Cenderawasih bersenandung di Rimba,
Sege senjata Tombak kayu untuk Putra Bumi Papua.
Bhineka Tunggak Ika satu semboyan Negara
Indonesia, membuat kita kaya akan Budaya, Suku, Agama, Bahasa dan sebagainya
yang tergambar dalam alam dan kehidupan keseharian bangsa Indonesia dan membuat
kita jadi Kuat. Keragaman tersebut
dapat tergambar dalam setiap budaya daerah masing-masing yang biasanya dapat
kita saksikan dalam berbagai Festival yang diselenggarakan daerah-daerah
menjadi suatu tontonan yang menarik, menghibur dan mudah dipahami setiap
pengunjung, seperti yang terdapat di Festival Budaya Lembah Baliem (FBLB) di Baliem,
Distrik Welesi, Kab. Wamena Prov. Papua.
Festival Budaya Lembah Baaliem untuk tahun 2017 telah diselenggarakan pada
Selasa (8/8/2017), penyelenggaraan perayaan anual baru-baru ini telah
memecahkan satu rekor Indonesia maupun rekor dunia yaitu untuk pelemparan lebih dari “ 1.359 Sege “ dan selama penyelenggaraan Lembah Baliem
sebanyak 28 kali acara pelemparan Sege baru kali ini
digelar. Sege merupakan salah
satu senjata perang atau sejenis tombak yang bermaterial kayu hutan berjenis
apa saja dengan panjang sekitar 2,5 meter dan harus lurus, yang banyak
digunakan sku papua di Lembah Baliem seperti suku Yuli, Dani, Lani dll.
Lembah Baliem berada di lembah pegunungan Jayawijaya pada
ketinggian 1.600 m dpl. Suhu bisa mencapai
10-15 derajat celcius, dikelilingi
pegunungan dengan pemandangannya yang indah dan masih alami. Dikenal
sebagai Grand Baliem Valley merupakan
tempat tinggal suku Dani di Desa Wosilimo 27 km dari Wamena Papua,
selain Suku Dani terdapat beberapa suku lainnya hidup bertetangga di
lembah ini yakni Suku Yali dan suku Lani.
Lembah Baliem berukuran Panjang
sekitar 80 km dan sebesar atau lebar 20 km dengan populasi sekitar 120.000 jiwa
dengan Populasi pertanian yang cukup besar.
Lembah Baliem pertama kali ditemukan oleh sebuah Ekspedisi ketiga
Zoologi Richard Archbold untuk New Guines pada tanggal 21 Juni 1938 pada penerbangan udara disebelah selatan
Reconnaissance dari Hollandia (Jayapura) yang kemudian oleh kalangan ekspedisi
disebut “ Grand Valley “. Secara
bertahap kemudian lembah teersebut didatangi manusia dan secara terbatas
sebagai objek wisata serta pembukaan Festival Bidaya Lembah Baliem secara resmi
dibka sejak tahun 1989.
Festival Budaya Lembah Baliem menjadi
seru mana kala acara perang-perangan berlangsung yang melibatkan peserta
laki-laki dari warga setempat dan wisatawan dalam maupun luar negeri yang
datang berkuunjung, keadaan itu menggambarkan perang antara suku yang ada di
Lembah Baliem. Suasana di sekitar tempat
penyelenggaraan FBLB seperti bukit-bukit di sekitar Walesi, Wamena Kabupaten Jayawijay langsung menjadi riuh oleh sorakan ribuan orang yang
turut serta, ditambah sekitar 50 ribu
wisatawan yang ikut menyaksikan saat “ SEGE ” dilempar bersamaan.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten
Jayawijaya, Alpius Wetipo, berharap dengan adanya pencatatan rekor baru tersebut sege semakin dikenal masyarakat Indonesia dan wisatawan asing. Sege biasanya diberi cat warna
hitam, di beberapa suku ada yang menghias sege dengan warna putih atau
merah, kadang juga diberi racun untuk membunuh buruan. Di FBLB semua tombak dicat hitam dengan ujung
yang tak begitu runcing dan tanpa racun, hal lain yang menarik dari aksi
memecahkan rekor melempar Sege bahwa semua pelempar harus Lki-laki sementara
perempau menunggu dluar lapangan, ” Biasanya
memang sege ini digunakan untuk laki-laki. Perempuan mengurusi dapur ” Ujar SiDin Alpius.
Festival Budaya Lembah Baliem Annual di
Distrik Welesi, Wamena tahun ini akan
berlangsung selama empat hari, terhitung sejak tanggal 8 hingga 11 Agustus
2017. Berlangsungnya festival ini diharapkan sebagai upaya melestarikan,
sekaligus memperkenalkan budaya Papua kepada masyarakat Indonesia dan dunia. Keistimewaan festival bermula dengan skenario perang-perangan antara suku yang mendiami
lembah yang telah berlangsung sejak dahulu kala sebagai simbol kesuburan dan
kesejahteraan lembah Baliem, Atraksi ini
tidak menjadikan balas dendam atau permusuhan tetapi justru bermakna positif
yaitu “
Yogotak Hubuluk Motog Hanoro
“ yang berarti Harapan Akan Hari
Esok yang Harus Lebih Baik dari Hari Ini.
Sege senjata Tombak kayu untuk Putra Bumi Papua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar