NusaNTaRa.Com byMuhammaDBakkaranG, Jum'at, 07 J a n u a r i 2021
Kesultanan Barus merupakan suatu kerajaan Islam yang terletak di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatra Utara, didirikan Sultan Ibrahimsyah bin Tuanku Sultan Muhammasyah dan berakhir pada saat pendudukan Hindia Belanda abad ke – 19 M. Dalam menjalankan roda pemerintahannya, Kesultanan Barus lebih bersifat demokratis seperti halnya nagari-nagari di Minangkabau, dengan “balai” sebagai tempat permusyawaratan dan mufakat. Setiap masyarakat berperan dalam pengambilan keputusan di kerajaan.
Barus yang sebelumnya lebih dikenal dengan Fansur, merupakan salah satu pelabuhan tua yang di ramaikan dengan berdagang emas serta kamper sejak ribuan tahun lalu. Kepergian Sultan Ibrahimsyah (Ibrahim) dari tanah Minangkabau ke Barus karena berseteru dengan keluarganya di Tarusan, pantai barat Sumatra hingga di Batang Toru, kemudian ke pedalaman Silindung. Di pedalaman, masyarakat mengangkatnya sebagai raja Toba-Silindung dan Ibrahim membentuk institusi empat penghulu seperti di Minangkabau sebagai wakilnya di Silindung. Menuju Bakara dan menikah dengan putri batak pimpinan setempat yang melahirkan putra bernama Sisingamangaraja.
Selanjutnya perjalanannya menuju Pasaribu, oleh masyarakat setempat menanyakan keberadaanya, Ibrahim pun memperkenalkan diri sebagai pendatang dari Bakara dan bermarga Pasaribu. Mengetahui marga Ibrahim sama dengan Marga Raja Pasaribu Rapun sangat senang dan meminta Ibrahim untuk tinggal di Pasaribu. Namun Ibrahim merasa bahwa tempat ini tidaklah cocok untuknya, maka bersama raja dari Empat Pusaran (empat suku) ia pergi hingga tiba di tepi laut yang dinamakannya Barus sebagai mana nama kampung kecilnya di Tarusan, Pesisir Selatan, di sini ia diangkat sebagai raja dengan gelar Tuanku Sultan Ibrahimsyah.
Pada abad ke-14 Masehi, Kesultanan Barus merupakan salah satu pelabuhan Kerajaan Pagaruyung, bersama Tiku dan Pariaman sebagai tempat keluar masuknya perdagangan di Pulau Sumatra. Tahun 1524, Barus jatuh di bawah kekuasaan Kesultanan Aceh, kemudian kesultanan ini menjadi vassal (pengikut) Aceh hingga tahun 1668, pada saat pendudukan Aceh inilah banyak penduduk Barus yang sebelumnya penyembah berhala menjadi muslim.
Kemudian Kesultanan Barus dipimpin dua orang raja, yakni Raja di Hulu memimpin masyarakat Toba-Silindung (pedalaman) dan Raja di Hilir membawahi orang-orang Minangkabau (pesisir) dari Barus hingga Batahan. Pembentukan dua raja bertujuan untuk memberikan keuntungan terhadap dominasi Aceh di Barus dan melegitimasi kedudukan raja-raja Batak. Sejak kehadiran VOC tahun 1668 kedua raja ini memiliki sikap yang berbeda, Raja di Hulu menolak kehadiran VOC dan setia kepada sultan Aceh sedangkan Raja di Hilir menerimanya dan menentang monopoli Aceh di Barus. Abad 19, Barus berada di bawah kekuasaan Hindia Belanda dan menjadi provinsi Sumatra’s Weskust berpusat di Padang.
Wilayah barus hingga kemerdekaan RI meliputi Kecamatan Barus, Manduamas, Sirandorung, Andam Dewi, Sosorgadong, Kecamatan Sorkam, Sorkam Barat, dan Kolang (Korlang) yang sekarang masuk ke dalam daerah Kabupaten Tapanuli Tengah. Kecamatan Pakkat, Parlilitan, Tara Bintang, dan Onan Ganjang sekarang masuk wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan sebagiannya lagi daerah Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam di Provinsi Aceh.
Daerah Barus dulunya dikenal dengan nama "Barus Raya". Nama Barus juga muncul dalam sejarah peradaban Melayu dengan penyair mistik terkenal Hamzah Fansyuri, kemudian situs Lobutua merupakan salah satu situs kota kuno di daerah Barus yang pernah dihuni antara abad ke-9 hingga abad ke-12 Masehi. Daerah Barus yang terbentang dari perbatasan Aceh Singkil dan Parlilitan juga Pakkat, kini keduanya sudah masuk menjadi wilayah jurisdiksi Kabupaten Humbang Hasundutan.
Wilayah Barus Raya terdiri atas :
1) BARUS KOTA, meliputi Dewan Nagari Barus, Kota Barus, Barus Mudik, Tukka Holbung, Dewan Negeri Pasaribu Dolok berikut desa-desanya antara lain Kinali, Ladang Tengah, Ladang Baru, Lobu Tua, Uratan, Rina Bolak, Sirami-ramian, Sogar, Pangaribuan, Parik Sinomba, Sihorbo, Purba Tua, Aek Dakka, Siharbangan, Pananggahan, Bukit Hasang, Patupangan, Sigambo-gambo, Kadei Gadang, dan lain-lain.
2) BARUS TIMUR terdiri dari Dewan Nagari Sorkam, Sorkam Kanan, Sorkam Kiri, Pasar Sorkam, Bottot, Teluk Roban, Pahieme, Bukkit, Pagaran-Tombak, Riana Bidang, Pasaribu Tobing, Gotting Mahe, Hurlang dengan ibu kotanya Kolang, Sipakpahi, dan lain-lain.
3) BARUS UTARA meliputi Dewan Nagari Tukka Dolok, Kecamatan Pakkat, Kecamatan Parlilitan dan Onan Ganjang (di Tapanuli Utara, Negeri Siranggason, Negeri Simanullang, Negeri Rambe, berikut desa-desanya antara lain Batu Gaja Siantar-sitanduk, Situbu-tubu, Tara Bintang, Aek Riman, Sibua Kare, Huta Ambasang, Sigalapang, Aek Sopang, Tolping, Siambaton Julu, Temba, Arbaan, Parbotihan, Sanggaran, Huta Julu, Sihikkit, Banuarea, Sijarango, Sitonong, Sampean, Kalasan, Pusuk, dan lain-lain.
4) BARUS BARAT terdiri dari Dewan Nagari Siambaton Napa, Manduamas, Gosong-Telaga, Laebutar, Singkil Baru (Suraya) berikut desa-desanya antara lain Pardomuan, Tumba, Binjohara, Pagaran-Pinang, Saragih, Purti, Balno, Rimau, Oboh, Runding, Tambisi, Sikoran, Napagalu, Bistang, Pangkalan Surambi, Lipek Kajang, Pakkiraman, Sirimo-Bunga-Tolu, Kampung Keras, Lae Gambir, Bonang, Siteraju, Namasondol, Suro, Uruk-datar, Tanjung Mas, Subulussalam, dan lain-lain.
5) BARUS SELATAN adalah samudera Indonesia yang di depannya ada Pulau Mursala, Pulau Sorkam, Pulau Panei, Pulau Karang, Ulak Bumi, Pulau Lipan, Pulau Mangki Gadang, Pulau Panjang, Pulau Sarok, dan Pulau Sikandang. Luas wilayah Barus Raya diperkirakan lebih dari 400.000 ha., memanjang sepanjang pantai Barat Sumatra, antara Muara Kolang di tenggara sampai muara sungai Simpang Kanan. Sungai-sungainya yang terbesar antara lain Aek Raisan melintas di negeri Kolang, Aek Sibondong, hulunya Kota Dolok Sanggul di Humbang Hasundutan dan bermuara di Pasar Sorkam.
Barus jejak Islam Nusantara pertama, Barus pusat pemerintahan - perdagangan di Barat Sumatera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar