NusaNTaRa.Com byRyaNSyaHPutrA, Jum'at, 25 D e s e m b e r 2020
Sri Mulyani Indrawati, SE, Menteri Keuangan RI
Akibat wabah COVID-19 yang merebak dari Wuhan China sejak akhir 2019, Indonesia menorah satu catatan dalam buku utang Negara, karena kondisi yang serba lumpuh pemerintah menarik utang cukup besar guna meredam anjloknya perekonomian. Pada masa pandemi, pemerintah harus menggelontorkan belanja negara yang lebih besar dari pendapatannya, berakibat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit di atas 3 persen, sesuai Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020.
Kementerian Keuangan memperkirakan defisit APBN 2020 akan melebar dari target yang telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 sebesar Rp1.039, 2 triliun atau 6,34 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Kondisi itu membuat romorentah harus mencari alternatif pembiayaan APBN melalui utang, namun Sri Mulyani Indrawati mengatakan, utang yang dibuat di tengah masa krisis untuk selamatkan rakyat. " Makanya ada saja orang yang nyinyir ke saya itu utang-utang. Ya enggak apa-apa, wong itu utang untuk selamatkan jiwa seluruh Republik Indonesia ", Ujar SiGaluh Sri Mulyani, Senin, 2/11/2020.
Lantas bagaimana alur penambahan utang Indonesia di masa pandemi ini, berikut rangkuman dalam Kaleidoskop 2020 :
1. Pemerintah butuh pembiayaan Rp1.039,2 triliun untuk APBN 2020.
Defisit atau kebutuhan pembiayaan APBN dalam Perpres 72 Tahun 2020 ditargetkan sebesar Rp1.039,2 triliun atau 6,34 persen dari PDB Indonesia pada dasarnya melonjak drastis dari UU Nomor 20 Tahun 2019 tentang APBN Tahun Anggaran 2020 yang mencecar di nilai APBN tahun 2020 sebesar Rp307,2 triliun atau sebesar 1,76 persen akibat Covid-19 atau naik sekitar 70 persen. Pembiayaan dalam Perpres 72 Tahun 2020 berasal dari pembiayaan utang, pembiayaan investasi, dan pemberian pinjaman. Kemudian, kewajiban penjaminan dan pembiayaan lainnya, termasuk berbagi beban dengan atau burden sharing Bank Indonesia.2. Utang Meroket.
Bank Indonesia mengumumkan, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Oktober 2020 naik menjadi US$413,4 miliar atau sekitar Rp5.828,94 triliun kurs Rp14.100 per dolar AS, lebih tinggi dari posisi akhir September 2020 US$408,5 miliar. Rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) akhir Oktober 2020 sebesar 38,8 persen, meningkat dibandingkan rasio bulan sebelumnya 38,1 persen. Sementara itu, Kementerian Keuangan mengumumkan, posisi utang pemerintah per akhir November 2020 sebesar Rp5.910,64 triliun.
Utang romorentah dari Surat Berharga Negara (SBN) Rp5.085,04 triliun, total utang dari pasar SBN domestik Rp3.891,91 triliun dan SBN valuta asing atau valas Rp1.193,12 triliun. Sisanya, berasal dari pinjaman Rp825,59 triliun, terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp11,55 triliun dan pinjaman luar negeri Rp814,05 triliun.
Dengan demikian rasio utang pemerintah terhadap PDB pada bulan itu sebesar 38,13 persen, lebih tinggi dari rasio utang pemerintah terhadap PDB pada Januari 2020 yang sebesar Rp4.817,55 hal ini bertentangan dengan UU Keuangan Negara nomor 17 tahun 2003 dan UU APBN yang ditetapkan setiap tahunnya. Namun dengan adanya Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 pada 31 Maret 2020, defisit pembiayaan APBN bisa dimungkinkan di atas 3 persen.
3. BI dan Kementerian Keuangan berbagi beban.
Kondisi defisit karena penanganan COVID-19, Bank Indonesia melibatkan diri untuk membiayai APBN, melalui skema berbagi beban atau yang kemudian menjadi biasa disebut kebijakan burden sharing, dimulai setelah ditandatanganinya Surat Keputusan Bersama (SKB) oleh Gubernur BI dan Menteri Keuangan, SKB terbagi dua, SKB I dan SKB II dengan ketentuan masing-masing.
SKB I pada 16 April 2020 memperbolehkan BI untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana. Sementara itu, melalui SKB II pada 7 Juli 2020 pemerintah dan BI akan membagi beban pembiayaan berdasarkan kelompok barang publik dan barang non publik. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, sampai dengan 15 Desember 2020, Bank Indonesia telah membeli SBN di pasar perdana melalui mekanisme pasar sesuai dengan SKB I, sebesar Rp75,86 triliun, termasuk skema lelang utama, Greenshoe Option (GSO) dan Private Placement.
Sementara itu, realisasi pendanaan dan pembagian beban untuk pendanaan Public Goods dalam APBN 2020 oleh Bank Indonesia melalui mekanisme pembelian SBN secara langsung sesuai dengan SKB II berjumlah Rp397,56 triliun. " Dengan demikian secara keseluruhan Bank Indonesia telah melakukan pembelian SBN untuk pendanaan dan pembagian beban dalam APBN 2020 guna program pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp473,42 triliun ", Ujar SiDin Perry Warjio, 17/12/ 2020.
Menurut Perry Warjio Laji, Bank Indonesia juga telah merealisasikan pembagian beban dengan Romorentah (Pemerintah) atas penerbitan SBN. Untuk pendanaan, Non Public Goods-UMKM sebesar Rp114,81 triliun dan Non Public Goods-Korporasi sebesar Rp62,22 triliun sesuai SKB II.
4. Indonesia masuk daftar 10 Negara dengan utang terbesar di dunia.
Bank Dunia merilis International Debt Statistics (IDS) 2021 pada Oktober 2020 yang merinci utang banyak negara-negara di dunia hingga akhir 2019. Mulai dari besaran total, sumber utang hingga rasio utang. Dari data tersebut, 10 besar negara dengan utang terbesar adalah China pada posisi pertama dengan total ULN mencapai US$2,1 triliun, di ikuti Brasil US$569,39 miliar, India US$560,03 miliar dan Rusia US$490,72 milar.
Setelahnya baru Meksiko US$ 469,72 miliar, Turki US$ 440,78 miliar, dan Indonesia dengan nilai utang US$402,08 miliar. Kemudian Argentina US$279,30 miliar, Afrika Selatan US$188,10 miliar dan Thailand US$180,23 miliar. dr.Viva.co.id, 24/12/2020.
Pelayanan kesehatan butuhkan dana,
Utang Indonesia masuk 10 besar dunia