NusanTaRa.Com
Menyambut 1 Muharram 1438 H
Menyambut 1 Muharram 1438 H
Bagi
masyarakat Indonesia khususnya Bugis-Makassar kebesaran Syeikh Yusuf
Al-Makassari tak dapat dipungkiri,
beliaulah tokoh agama yang mengembangkan ajaran Islam di kerajaan Gowa dan sekaligus sebagai tokoh pejuang dalam
menegakkan dauliah Kerajaan Makassar. Ketokohan beliau tidak saja sebagai pengembang Islam
tetapi juga sebagai tokoh dalam
perjuangan melawan kolonialisme penjajah yang berlaku seenaknya saja, Ketokohannya juga berlaku dimanapun ia berada
seperti kala berada di Banten bahkan
ketika beliau berad di Sailan dan Durban Afrika Selatan.
Syeikh Yusuf lahir pada 3 Juli 1628 M, tepat pada 8 Syawal
1036 H yang bermakna beliau dilahirkan setelah dua dekade pengislaman kerajaan
kembar Gowa-Tallo oleh ulama
Minangkabau Syeikh Abdul Makmur yang disebut Datuk Ri Bandang. Kedekatan beliau dengan rakyat yang akrab, alim, bijak dan arif melahirkan
kekaguman dan penghargaan sebagai
waliyullah besar buatnya hingga
melahirkan beberapa kisah yang
kuat tentang dirinya.
Tuanta
Salamaka ri Gowa, berdasarkan
lontara bahwa ayah Syeikh Yusuf bernama Gallarang Moncongloe, yang merupakan saudara dari Raja Gowa Sultan
Alauddin Imang'rang' Daeng Marabbia, Raja Gowa yang beragama Islam. Sultan Alauddin menetapkan Islam sebagai agama
resmi kerajaan pada 1603 M Ibu kandung Syaikh Yusuf, tak lain adalah
Aminah binti Dampang Ko'mara, keturunan bangsawan kerajaan Tallo, kerajaan kembar yang berdampingan dengan
kerajaan Tallo.
Makam Syeikh Yusuf di Durban, Capetown Afrika Selatan |
Kisah
perjuangan Syeikh Yusuf dalam mempertahankan kedaulatan di bumi Nusantara
menjadikan dirinya diasingkan di Ceylon (Srilangka) dan Afrika Selatan. Syeikh Yusuf tidak hanya milik masyarakat
Bugis, namun juga warga muslim Nusantara dimana beliau terlibat dalam
pengembangan Islam dan perjuanagn
melawan Belanda di Banten, dan Ceylon dan Afrika ketika
beliau mengalami pengasingan disana ia
mengembangkan Islam yang hingga kini
keberadaan ummat Islam tersebut masih dapat terlacak. Presiden Afrika Selatan, pada 1994, menetapkan
Syaikh Yusuf sebagai pejuang kemanusiaan dan tahun 2009 dianugerahi penghargaan
OLIVER THAMBO sebagai Pahlawan Nasional Afrika Selatan, penghargaan ini
diserahkan langsung kepada tiga ahli
warisnya Andi Makmur dan
Syachib Sulton disaksikan Wapres
Yusup Kalla di Uniion Building Pretoriaa Afrika Selatan.
Lahir di
tanah Bugis, Syaikh Yusuf menjadikannya banyak mendapat tempaan pendidikan Islam dari keluarga dan
ulama di kampungnya seperti dari
Daeng ri Tamassang, Syed Ba’alawi
bin Abdulah asal Yaman di Pesantren Bontoala, Syekh Jalaluddin Aidit asal Aceh
yang mengembara ke Tanah Bugis di Pasantren Cikoang kemudian menuju Hijaz. Dalam perjalanan ke Hijaz 22 September 1644
singgah di Banten berkenalan dengan putra mahkota Banten Abdul Fattah putra
Sultan Abu al-Mafakhir Abdul Kadir (1598-1650), selama disini ia terlibat
perlawanan terhadap penjajah Belanda, Singgah di negeri Serambi Mekkah Aceh selama lima tahun berkomunikasi dengan
pimpinan Thariqah al-Qadiriyah Muhammad Jilani bin Hasan bin Muhammad
Hamid al-raniry, atas saran dari Ulama Aceh syeikh Yusuf singgah di Yaman berguru pada
Syaikh Abu Abdillah Muhammad Abdul Baqqi (w.1664) dari tarekat
an-Naqsyabandiyah, berguru pada Syed
Ali al-Zubaidy (w.1084) seorang
muhaddits dan Sufi, Menunaikan Haji di
Mekkah , menjiarahi Kuburan Nabi di Madinah dan berguru kepada Syaikh Ahmad
al-Qusysyi (w.1661), Mullah Ibrahim al-Kawrany (1690) dan Hassan al-Ajamy
(1701).
Belum puas
dengan pengetahuan
yang ada beliau melanjutkan
perjalanannya ke Syam (Damaskus) dan
Turki. Di Syam, Syaikh Yusuf
memperdalam pengetahuan dan mengasah
kepekaan bathin kepada Syaikh Abu al-Barakat Ayyub bin Ahmad
al-Khalwaty al-Quraishi. Ketika musim
haji tiba, Syaikh Yusuf mengajar santri-santri Nusantara terutama yang berasal dari kawasan Bugis diantaranya Syaikh Abu al-Fath Abdul Basir
al-Darir (Tuan Rappang), Abdul Hamid Karaeng Karunrung dan Abdul Kadir
Majeneng, merekalah yang kemudian meneruskan ajaran tarekat Khalwatiyyah Syaikh
Yusuf di tanah Bugis.
Sufisme
Syekh Yusuf, mewariskan kepada keturunan
dan pengikutnya, Bahwa Allah tidak ada yang menyerupainya dan tidak ada yang menandinginya.
“ Sesungguhnya,
Allah Ta'ala disifati dengan ayat al-Qur'an al-Shura ayat II, yang bermaksud:
Tiada Tuhan apapun yang menyerupai-Nya.
“
Konsep
tauhid Syeikh Yusuf tidak lepas dari konsep tauhid ahl as-sunnah wal-jama'ah
yang menetapkan zat dan sifat bagi Allah, sebagaimana dalam al-Qur'an dan menyebutnya sebagai um al-i'tiqad induk dari keimanan yang mesti pegangi dan
diyakini. Unsur ketauhidan yang mesti diyakini dalam menjalani
suluk (pendekatan) : (1) Tauhid al-Ahad, meyakini bahwa
sesungguhnya Allah adalah wujud Qadim (tidak berpemulaan), qadim bi-nafsih
(berdiri sendiri), muqawwim lighairih (mengadakan selain-Nya). (2) Tauhid al-Af'al, meyakini bahwa
sesungguhnya Allah, pencipta segala
sesuatu, Allah berkehendak, dan semua kehendak manusia berada dalam kehendak
Allah. (3) Tauhid al-Ma'iyyah, meyakini
bahwa sesungguhnya Allah bersama hamba-Nya, di manapun berada. (4) Tauhid al-Ihatah, meyakini bahwa
sesungguhnya Allah meliputi segala sesuatu.
Dimensi tassawuf
Syaikh Yusuf bergerak dalam konsep keyakinan terhadap Allah, mengelaborasi
konsep tauhid sebagai pintu masuk untuk mengenal dzat yang Maha Besar, Allah
Maha Agung. Inilah jalan pembuka, yang disadari Syaikh Yusuf sebagai pelajaran
awal bagi pengikutnya untuk mengenal Allah, mengenal Sang Pencipta.
Pengembang
Islam Syaikh Yusuf menghasilkan risalah
al-Futuhah al-Ilahiyyah sebuah karya
rincian rukun tasawuf ke dalam
sepuluh perkara, yang menurut beliau sangat penting bagi salik untuk berada dalam
garis perjalanan mendekat menuju-Nya.
1. Tahrid al-Tauhid memurnikan ketauhidan kepada Allah yang disarikan
dalam surat al-Ikklas, 2. Faham
al-Sima’I memahami tata cara menjalani
pendekatan diri kepada Allah
(Syekh Mursyid), 3. Husn al-Ishra
memperbaiki hubungan silaturahmi
dan pergaulan, 5. Tark al-Ikhtiyar Berserah diri kepada Allah tanpa I’timad kepada ikhtiar
sendiri, 6. Surat al-Wujd memahami
secara murni hati nurani seiring kehndak
al-Hag, 7. Al-Kahf an al-khawatir membedakan
yang benar dan yang salah, 8. Khatrat al-Safar melakukan perjalanan untuk
mengambil I’tibar dan melatih ketahanan Jiwa,
9. Tark al-Iktisab mengandalkan usaha sendiri dengan berlatar Twakkal
kepada Allah dan 10. Tahrim al-Iddihar tidak mengandalkan pada
amal yang telah dilakukan melainkan tuumpuan pada Allah.
Bagi Syaikh
Yusuf, manusia yang sempurna (al-insan al-kamil) merupakan manusia yang sampai
ke makam ma'rifat, bukan hanya manusia
biasa yang berislam secara dangkal,
dengan memberi penekanan tentang hakikat ma'rifat dalam kekhususan
tingkatan manusia sebagai al-insan al-kamil dan Manusia sempurna akan ingat Allah dalam segala
urusan, kapanpun dan di manapun berada.
Syaikh Yusuf lahir 3 Juli 1628 M,
di Gowa Sulawesi Selatan dan wafat 23 Mei
1699 di Capetown, Afrika Selatan.
byMuhammaDBakkaranG
“ Beliau sebagai pejuang, jembatan Ulama
Nusantara dan Timur Tengah dan sufi yang mengajarkan lautan ilmu kepada
murid-muridnya. “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar