NusanTaRa.Com
Hubungan diplomatik yang diambil Filippina ini setelah sebelumnya dikecewakan pemerintah Amerika Serikat yang menolak penjualan peralatan militernya baru-baru ini, penolakan tersebut tentunya sangat memukul program pengembangan kekuatan angkatan bersenjata mereka dan Duterte menganggap Amerika Serikat telah memanipulasi mata uang Filippina. Kesepakatan bersama antara Filippina dan China yang akan memecahkan kasus Laut China Selatan secara damai melalui perundingan menjadi satu hal yang penting keputusaan tersebut dikeluarkan.
Washington mendengar keputusan tiba-tiba Filippina sangat terkejut dan tidak mengerti, membuat John Kirby Juru bicara Departemen Luar Negeri AS meminta penjelasan kepada Daniel Russel, diplomat tertinggi AS untuk urusan Asia Timur dan Pasifik serta mengatakan bahwa Filippina belum pernah mengajukan akan memperbaharui hubungan bilateral kedua negara. Bagi AS, selama ini Filipina sebagai sekutu kunci AS untuk meningkatkan peran dalam menciptakan keseimbangan di kawasan LCS serta rekan militer dalam melaksanakan operasi militernya di kawasan tersebut.
Rodrigo Duterte yang mantan Gubernur di Davao Filippina Selatan memiliki kesan buruk terhadap AS selama itu, yang menjadi satu presedent buruk dalam kebijakan politiknya terhadap AS. Rodrigo Duterte sosok penuh kontroversial menjadi presiden Filippina ke-16 pada 30 Juni 2016, pernah sesumbar saat pilpres akan memutuskan hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat (AS) dan Australia jika dia terpilih sebagai Presiden Filippina, ancaman ini karena Duta besar AS untuk Filippina Philip Goldberg mengkritik komentar kampanyenya tentang pemerkosaan dan Pembunuhan atas misionaris wanita Australia Jacqueline Hamill selama kerusahan di Penjara Davao tahun 1989. Kebencian lain dipicu Peledakan misterius Hotel Evergreen Davao16 Mei 2002, ledakan itu diduga akibat bahan peledak warga AS bernama Michael Terrence Meiring, namun pria AS ini berhasil melarikan diri dari penahan pihak Filipina yang diduga berkat bantuan FBI.
Duterte menjadi marah disebabkan AS telah menolak menjual persenjataan ke negaranya, Diapun menegaskan, pemerintahannya akan pergi ke Rusia dan Cina untuk memenuhinya kebutuhan tersebut. Sekmen Perdagangan Filipina, Ramon Lopez, mengatakan bahwa negaranya telah membuat sejumlah kerja sama dengan Cina dan telah menerima tawaran US$ 13,5 miliar. Duterte berjanji membatalkan latihan militer bersama AS-Filipina setelah tahun depan serta mengakhiri patroli bersama di Laut Cina Selatan dan Operasi Khusus dengan AS di Mindanao selatan.
Pengadilan
Arbritase Internasional Den Haag Belanda memenangkan tuntutan pemerintah
Filippina atas klaim sepihak China di Laut China Selatan (LCS) tanggal 12 Juli 2016 dengan menetapkan
bahwa “
Klaim China atas sejarah
penguasaan mereka di LCS berdasarkan
Nine-Dash Line adalah tidak berdasar “.
Menanggapi putusan pengadilan Arbritase tersebut China dengan tegas
menolak putusan tersebut dengan mengatakan bahwa “ Kedaulatan territorial dan hak mereka di
Laut China Selatan tidak bisa
dipengaruhi oleh keputusan apapun “ Ujar Xi Jinpeng Presiden China, keputusan tersebut menurut beberapa pakar akan menyulitkan bagi
Filippina untuk menegakkan kedaulatannya di wilayah tersebut terlebih keputusan
presiden Duterte yang memutuskan hubungan dengan Amerika Serikat baru-baru ini.
Berita yang terbilang cukup mengejutkan dikawasan Asia tenggara tatkala Presiden Filiippina Rodrigo Duterte menyatakan negaranya mencabut dukungan dan kerjsama dengan Amerika Serikat (AS) dengan mengatakan “ Dalam tempat ini, di tempat ini, saya mengumumkan perpisahan saya dari Amerika serikat “. Keputusan ini dinyatakan Duterte saat menghadiri Forum Bisnis China Kamis 20-oktober-2016 dihadiri 200 pengusaha serta disaksikan Wakil Perdana Menteri China Zhang Gaoli, beliau juga akan memberikan dukungan secara langsung pada China diberbagai kepentingan.
Keputusan Duterte lebih mengejutkan kalangan pengamat sengketa LCS manakala pemutusan hubungan dengan Amerika Serikat mencakup dukungan kerja sama dalam segala hal, mulai dari bidang militer, sosial, dan kerja sama ekonomi, bahkan Duterte memastikan bakal mendukung China untuk menyelesaikan sengketa perbatasan di Laut Cina Selatan. Keputusan tentulah akan sangat mengubah sejarah Manila karena selama ini Filipina dianggap sekutu penting Amerika Serikat sebagai negara 'penyeimbang' di kawasan Asia untuk kasus sengketa LCS.
Berita yang terbilang cukup mengejutkan dikawasan Asia tenggara tatkala Presiden Filiippina Rodrigo Duterte menyatakan negaranya mencabut dukungan dan kerjsama dengan Amerika Serikat (AS) dengan mengatakan “ Dalam tempat ini, di tempat ini, saya mengumumkan perpisahan saya dari Amerika serikat “. Keputusan ini dinyatakan Duterte saat menghadiri Forum Bisnis China Kamis 20-oktober-2016 dihadiri 200 pengusaha serta disaksikan Wakil Perdana Menteri China Zhang Gaoli, beliau juga akan memberikan dukungan secara langsung pada China diberbagai kepentingan.
Keputusan Duterte lebih mengejutkan kalangan pengamat sengketa LCS manakala pemutusan hubungan dengan Amerika Serikat mencakup dukungan kerja sama dalam segala hal, mulai dari bidang militer, sosial, dan kerja sama ekonomi, bahkan Duterte memastikan bakal mendukung China untuk menyelesaikan sengketa perbatasan di Laut Cina Selatan. Keputusan tentulah akan sangat mengubah sejarah Manila karena selama ini Filipina dianggap sekutu penting Amerika Serikat sebagai negara 'penyeimbang' di kawasan Asia untuk kasus sengketa LCS.
Hubungan diplomatik yang diambil Filippina ini setelah sebelumnya dikecewakan pemerintah Amerika Serikat yang menolak penjualan peralatan militernya baru-baru ini, penolakan tersebut tentunya sangat memukul program pengembangan kekuatan angkatan bersenjata mereka dan Duterte menganggap Amerika Serikat telah memanipulasi mata uang Filippina. Kesepakatan bersama antara Filippina dan China yang akan memecahkan kasus Laut China Selatan secara damai melalui perundingan menjadi satu hal yang penting keputusaan tersebut dikeluarkan.
Washington mendengar keputusan tiba-tiba Filippina sangat terkejut dan tidak mengerti, membuat John Kirby Juru bicara Departemen Luar Negeri AS meminta penjelasan kepada Daniel Russel, diplomat tertinggi AS untuk urusan Asia Timur dan Pasifik serta mengatakan bahwa Filippina belum pernah mengajukan akan memperbaharui hubungan bilateral kedua negara. Bagi AS, selama ini Filipina sebagai sekutu kunci AS untuk meningkatkan peran dalam menciptakan keseimbangan di kawasan LCS serta rekan militer dalam melaksanakan operasi militernya di kawasan tersebut.
Rodrigo Duterte yang mantan Gubernur di Davao Filippina Selatan memiliki kesan buruk terhadap AS selama itu, yang menjadi satu presedent buruk dalam kebijakan politiknya terhadap AS. Rodrigo Duterte sosok penuh kontroversial menjadi presiden Filippina ke-16 pada 30 Juni 2016, pernah sesumbar saat pilpres akan memutuskan hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat (AS) dan Australia jika dia terpilih sebagai Presiden Filippina, ancaman ini karena Duta besar AS untuk Filippina Philip Goldberg mengkritik komentar kampanyenya tentang pemerkosaan dan Pembunuhan atas misionaris wanita Australia Jacqueline Hamill selama kerusahan di Penjara Davao tahun 1989. Kebencian lain dipicu Peledakan misterius Hotel Evergreen Davao16 Mei 2002, ledakan itu diduga akibat bahan peledak warga AS bernama Michael Terrence Meiring, namun pria AS ini berhasil melarikan diri dari penahan pihak Filipina yang diduga berkat bantuan FBI.
Duterte menjadi marah disebabkan AS telah menolak menjual persenjataan ke negaranya, Diapun menegaskan, pemerintahannya akan pergi ke Rusia dan Cina untuk memenuhinya kebutuhan tersebut. Sekmen Perdagangan Filipina, Ramon Lopez, mengatakan bahwa negaranya telah membuat sejumlah kerja sama dengan Cina dan telah menerima tawaran US$ 13,5 miliar. Duterte berjanji membatalkan latihan militer bersama AS-Filipina setelah tahun depan serta mengakhiri patroli bersama di Laut Cina Selatan dan Operasi Khusus dengan AS di Mindanao selatan.
byBakuiNunukan
Pemimpin hendaklah pemberani,
Duterte Presiden Filippina penuh Kontropersi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar