NusanTaRa.Com
Buah Coklat dari Pulau Sebatik,
Buah amal dinikmati masyarakat dan di akhirat kelak.
Sebagai mana diketahui bahwa Resulf kabinet Gotong Royong Jilid II bulan Juli 2016 dengan menempatkan Sri Mulyani kembali sebagai Menteri Keuangan RI, adalah membenahi sektor fiskal disemua sektor terutama dari sisi pendapatan seperti pajak, Adanya kegagalan pemerintah mendapatkan pajak yang cukup besar yang berakbat menurunnya kemampuan pemerintah membiaya pembangunan berakibat bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk menguatkan pemasukan tersebut sehingga mereka harus lebih gencar memburu para
penunggak pajak. Sehingga menerbitkan slogan di kalangan pajak " Penindakan hukum Pajak tanpa Ampun ".
Pada prinsipnya siapa
pun yang menunggak pajak hingga di atas Rp100 juta terbukti tidak memiliki
niat baik untuk membayar tanggung jawab tersebut, jawabannya si wajib pajak tadi akan dititipkan ke
rumah tahanan atau disandera dengan paksa (gijzeling). Lantas bagaimana dengan temuan Tim Koordinasi dan Supervisi Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Riau ?, yang hingga kini tidak berdampak sebagaimana seharsnya di atas pada hal banyak kejanggalan dalam temuan tersebut ??.
Tim tersebut yang menjalankan fungsi konsultasinya di Provinsi Riau pada Rabu
(24/8/2016), mengungkapkan penemuan mereka bahwa hanya sepertiga
perusahaan perkebunan kelapa sawit di provinsi itu yang membayar pajak. Salah
satu staf tim tersebut, Prof. Hariadi Kartodiharjo, mengatakan penemuan
itu didasarkan dari tidak adanya nomor pokok wajib pajak (NPWP) yang
menjadi persyaratan utama pemungutan pajak yang dimiliki oleh dua per
tiga perusahaan perkebunan sawit lainnya itu yang seharusnya sudah mereka miliki sebagai kewajiban berusaha di tanah air.
Jika menilik data Direktorat Jenderal Perkebunan Provinsi Riau, saat
ini jumlah perusahaan perkebunan sawit di Riau adalah sebanyak 381
perusahaan dengan total lahan mencapai 1,6 juta hektare. Artinya, kurang
lebih ada sekitar 254 perusahaan sawit yang tidak membayar pajak. Akibatnya,
potensi penerimaan pajak di Riau dari perkebunan sawit yang sebesar Rp9
triliun, hanya bisa terhimpun Rp900 miliar hingga Rp1 triliun saja.
Kekurangan
pendapatan pajak ini bisa berimplikasi kepada pendapatan daerah. Kebijakan Tag Amnesti yang dikembangkan Jokowi saat ini untuk menarik balik duit Pengusaha Indonesia yang disimpan diluar negeri terutama Singapura untuk disimpan di Dalam negeri agar dapat digunakan membiayai pembangunan merupakan akibat dari kegagalan pemerintah menarik pendapatan dari sektor Pajak. Akibat lain bahwa Pajak dari sawit tentunya digunakan untuk pencegahan kebakaran lahan sebagai akibat pembukaan lahan oleh daerah sehingga jika kurang maka lkemaampuan daerah turut menurun.
Apa penyebab 254 perusahaan sawit itu tidak bayar pajak?
Penelusuran
tim KPK menemukan bahwa Kanwil Pajak tidak bisa menarik pajak karena
tidak memiliki data perusahaan yang lengkap, tepatnya 17 jenis data.
Data-data itu di antaranya seperti luas, produksi, rendemen, dan
lainnya. Kanwil Pajak mengaku kesulitan mengumpulkan data
tersebut dari instansi maupun satuan kerja perangkat daerah provinsi
maupun kabupaten/kota "Kanwil tak punya data, kenapa? Habis Badan
Pertahanan Nasional tidak mau ngasih, kenapa? Pasti ada sesuatunya,"
kata Hariadi,
Tim
KPK ini pun akhirnya merekomendasikan untuk melakukan audit perizinan
kelengkapan administrasi kepada perusahaan-perusahaan perkebunan sawit
ini. Hal ini juga sudah diungkapkan juga oleh Panitia Khusus
Monitoring Lahan DPRD Riau. Pansus bahkan sudah menyatakan bahwa lahan
perusahaan sawit di Riau terindikasi ilegal karena berada di luar Hak
Guna Usaha, berada di kawasan hutan, tidak punya NPWP, dan konflik
dengan masyarakat.
Untuk
diingat, produk minyak sawit dunia didominasi oleh Indonesia. Secara
total Indonesia menghasilkan 80 persen dari total produksi minyak sawit
dunia. Dari data yang dilansir Indonesia Investments, tahun
2015 Indonesia memproduksi 32,5 juta ton sawit. Jumlah produksi itu
nyaris separuh dari produksi Malaysia yang sebesar 19,8 juta ton, dan
diikuti Thailand dengan 2 juta ton, Kolombia 1,1 juta ton, dan Nigeria
sebanyak 930 ribu ton. Negara tujuan ekspor utama Indonesia
antara lain Tiongkok, India, Malaysia, Singapura, dan Belanda. Total
nilai ekspornya (2015) mencapai USD18,6 juta, meski angka itu merosot
dari nilai 2014 yang sebesar USD21,1 juta.
Hampir 70 persen
perkebunan kelapa sawit berada di Sumatera, tempat industri ini dimulai
sejak masa kolonial Belanda. Sebagian besar dari sisanya - sekitar 30
persen - berada di pulau Kalimantan. Menurut data dari Kementerian
Pertanian Indonesia, jumlah total luas area perkebunan sawit di
Indonesia pada saat ini mencapai sekitar 8 juta hektare; dua kali lipat
dari luas area di tahun 2000 ketika sekitar 4 juta hektare lahan di
Indonesia dipergunakan untuk perkebunan kelapa sawit. Jumlah ini diduga
akan bertambah menjadi 13 juta hektare pada tahun 2020.
Deputi
Agro Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Wilistra Danny,
mengakui persoalan legalitas kepemilikan seluruh lahan sawit di Indonesia belum tuntas
hingga kini, Sehingga tak heran jika masih banyak lahan yang statusnyaa tidak jelas seperti yang berada di dalam hutan produksi atau konservasi. " Untuk tahun ini tidak mudah,
apalagi masih banyak konflik lahan perkebunan antara perusahaan dan
pemerintah. Tapi, dalam waktu dekat akan ditemukan solusinya ", kata
Wilistra.
Harry Hartanto, Sekretaris
Gapki Sumatera Selatan mengatakan, saat ini masih
ditemukan lahan perkebunan milik warga yang berada di dalam kawasan hutan.
" Masyarakat juga tidak bisa disalahkan karena mereka diberi saat
mengikuti program transmigrasi, lahan tersebut sudah dimiliki dan
ditanami selama puluhan tahun ", tuturnya. Namun, lantaran berada di kawasan hutan membuat kesulitan bagi warga dalam pengelolaannya terutama untuk mereka mendapatkan sertifikat usaha dan lahan.
byBakuiNunukanBuah Coklat dari Pulau Sebatik,
Buah amal dinikmati masyarakat dan di akhirat kelak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar