Selasa, 10 Februari 2015

STOP !.. MARJINALISASI MAMA2 PEDAGANG ASLI PAPUA DI MERAUKE



     Sejumlah Mama- mama Papua mengadakan aksi demo (seles)

NusanTaRa.Com.

MERAUKE, Dari sederet masalah yang ada sedang menumpuk di Kabupaten Merauke diantaranya adalah masalah pemberdayaan ekonomi kerakyatan.

     Rosina JM Kebubun Aktivis pendamping mama- mama papua,saat wawancara (Seles/Sekon)
Persoalan masalah pemberdayaan ekonomi kerakyatan terutama ekonomi di Merauke untuk orang asli yakni Suku Marind selama ini telah mati atau sengaja dimatikan, bahkan tidak berjalan. Semua peluang dan aspek ekonomi dikuasai oleh orang luar Papua, mulai dari monopoli tempat jualan di pasar hingga mengejar proyek-proyek besar.

Semua peluang dimonopoli akibatnya orang papua hanya menjadi penonton di negeri sendiri. Usaha dilakoni orang papua di Merauke itu pun hanya mama-mama berjualan diluar pasar saja.
Mama-mama papua berjualan produksi pangan seperti ubi, keledi, pinang. Sementara usaha lain dikuasai oleh orang lain. Padahal potensi orang papua sangat tersedia, tanah, kekayaan alam, dan lainnya. Namun mereka terjepit, dicekik dengan pembunuhan karateristik.
           Stiker mama- mama saat aksi demo (seles/Sekon)

Hal ini disampaikan mama-mama Merauke Papua yang sehari-hari pedagang sayur mayur melakukan aksi demo mengeluhkan kepada pihak Pemerintah Daerah (Pemda) Merauke yang selama ini kurang serius menanggapi bahkan tidak pernah mau mendengarkan jeritan dan keluhannya.Sambil membagikan Striker bertuliskan “STOP MARJINALISASI” mama-mama pedagang asli Papua,suarakan hak mama untuk keadilan,Senin (9/2).

Begitu mendengar informasi aksi mama-mama turun ke jalan,Hasan Matdoan kepala distrik Merauke langsung menuju ke tempat aksi dan langsung bertemu dengan mama-mama papua yang melakukan aksi tersebut sekaligus Matdoan meminta untuk tidak melakukan kegiatan dijalan.

Dirinya,selaku Kepala Distrik akan memediasi persoalan ini dengan Instansi terkait juga siap memfasilitasi agar mama-mama ini dapat menyampaikan aspirasinya kepada kepala Dinas.

Dengan demikian mama-mama dapat mendengar langsung kebijakan yang diambil serta keluhan –keluhan yang disampaikan saat dikantor dinas Sosial,Janji Matdoan pada Mama-mama.

Rosina J.M.Kebubun aktivis perempuan Merauke dan selaku koordinator aksi,menyampaikan bahwa aksi damai ini merupakan bentuk kampanye tentang bagaimana memperjuangkan hak-hak mama-mama papua yang selama ini bekerja dipasar Wamanggu maupun pasar Mopah di mana selama ini kurang diperhatikan Pemerintah Pemda setempat.

Dan aksi damai ini tidak lain tujuannya mau menyampaikan kepada public bahwa pasar ini bukan hanya sekedar tempat berjualandan beli membeli barang tetapi di dalam pasarpun sebenarnya ada sejumlah persoalan yang selama ini belum pernah diperhatikan oleh Pemda Merauke.
Delapan isyu persoalannya yang kami dapatkan dari proses diskusi ,proses pendampingan yang kami lakukan pertama adalah persaingan harga diakibatkan oleh berbagai hal misalnya sekarang fungsi pasar ini di gantikan dengan adanya kios-kios yang juga mengantikan fungsi pasar lalu ada becak-becak yang makin bertambah jumlahnya .Ini perlu ada regulasi untuk membatasi persolan ini.Lalu menyangkut tempat jualan ini menjadi hal yang sangat penting,dimana tidak semua mendapatkan tempat di pasar Wamanggu. Karena persoalan pembagian tempat yang tidak merata ini di akibatkan oleh pendataan yang tidak akurat.

Contoh untuk restribusi bagi mama-mama Papua merasa bahwa retribusi ini cukup memberatkan.Kemudian juga menyangkut hal penyediaan modal, bahwa selama ini tidak ada modal yang diberikan kepada mereka,sehingga kami mengetuk berbagai macam pihak untuk melihat persoalan ini.

Lanjut serta menyangkut persoalan transportasi secara khusus mama-mama asli Merauke Papua mengeluhksn soal transportasi sekarang misalnya BBM turun tetapi harga taksi tidak turun ini berakibat juga bagi pendapatan yang mereka dapat ,pasar sepi,kemudian mereka harus pulang menggunakan transportasi hal ini tentu sangat memberatkan bagi meraka.

Robertina salah satu pedagang asli Papua menyampaikan bahwa kami tidak punya tempat untuk berjualan,selama ini pemerintah tidak perhatikan,sehingga kami duduk jualan harus di pinggir jalan makanya kami buat aksi begini.Akibat masalah ini setiap hari saya mengalami kerugian sebesar Rp 300.000,sementara saya biasa belanja dengan Rp.1000.000 tetapi uang yang saya peroleh hanya dapatnya Rp.500.000,”paparnya.

Hal senada disampaikan Fransiskus, mengeluhkan pada pihak pemerintah setempat namun tidak pernah ditanggapi,”berulang kali kami menyampaikan keluhan kepada pemerintah daerah kabupaten Merauke,namun keluhan kami tidak pernah di tanggapi serius oleh Pemerintah Daerah.Oleh sebab itu,pada kesempatan ini kami semua turun jalan melakukan aksi damai sehingga dengan harapan keluhan kami dapat terjawab. Ungkapnya.

Kami selaku warga masyarakat asli Papua mengharapkan adanya tempat yang layak bagi kami yaitu pemerintah bangun pasar lagi sehingga kami dapat berjualan.”Tambahnya.

Uli selaku pendamping Mama-mama juga menegaskan bahwa,”selama ini kami mewakili mama-mama sebanyak 770 orang yang berjualan di pinggiran lantai trotoar pinggir jalan, belum dapat tempat di pasar Wamanggu kami minta kepada bapak Bupati kabupaten Merauke untuk membangun pasar,”tegasnya.

Dan selama ini Bupati Romanus Mbaraka tidak pernah mengambil satu kebijakan yang memihak terhadap mama-mama yang berjualan dipasar,mereka dibiarkan terlantar dan diabaikan. 

Padahal kebijakan itu sangat diperlukan agar sistem ekonomi yang sedang monopolistik ini hidup. Kebijakan yang benar-benar harus memihak pada kaum yang lemah, tak berdaya seperti mama-mama di pasar, mengapa tidak pernah ada?.

Melihat kondisi ini, keberpihakan peran pemerintah Merauke dalam pemberdayaan ekonomi kerakyatan jauh dari yang diharapkan. 
Akses pasar lokal misalnya, tidak ada penyediaan fasilitas pasar yang layak dari pemerintah Merauke sehingga mama-mama papua diseantero Merauke berjualan diatas tanah, onggokan sampah, jalan raya, diatas jembatan dan lainnya.Tambahnya.

Nasib mama-mama papua di Merauke dalam akses pasar kondisinya sangat memprihatinkan. Salah satu bukti otentik tidak ada keberpihakan pemerintah Merauke dalam penyediaan fasilitas pasar.Sudah sekian lama dengan bermodalkan meja-meja usang buatan sendiri, mama-mama berjualan setiap sore. 
Bagaimana perhatian pemerintah?,padahal pasar ini sudah beroperasi cukup lama.  Menjadi pertanyaan buat Bupati Romanus Mbaraka, lantas kapan mama-mama pasar ini berjualan di pasar yang permanent?. Dimanakah slogan Otonomi Khusus (Otsus) akan menjadi tuan diatas Negerinya sendiri?, kapan akan terwujud?.(Seles/Sekon)
bySuaraPilarDemokrasi9/2/2015








Mat Jais Penjual Ikan di Pasar Butun,
Berjualan suatu proses penyedian dan imbalan .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PELAJAR PAPUA DI KOMPETISI INTERNASIONAL SAINS BALI MERAIH MEDALI EMAS

NusaNTaRa.Com          byDannYAsmorO,      M   i   n   g   g   u,    2   4     N  o  v  e  m  b  e  r     2   0   2   4       Tim Papua yang...