NusanTaRa.Com.
Kementerian dalam kabinet Kerja Jokowi yang terbilang aktip dan bersemangat dalam mengisi kegiatan dalam masa tak sampai empat bulan adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan srikandinya ibu Susy Pudjiastuti yang terbilang ekspresip dalam program kegiatan yang mendukung pembangunan kelautan dan perikanan terutama dalam memecahkan beberapa isu sentral seperti beberapa kegiatan illegal dengan menenggelankan kapal asing yang menangkap ikan di perairan Indonesia secara legal, Pengaturan cara penangkapan ikan dan pembatasan pemberian isin kapal penangkapan.
Ternyata menteri wanita jagoan kita ini juga mempunyai kepedulian terhadap pertumbuhan produksi sumberdaya alam yang lestari terutana terhadap potensi sumberdaya yang komersil yang terancam pertumbuhan populasinya sebagai akibat tingginya tingkat penangkapan dibandingkan tingkat pertumbuhan seperti Kepiting (Scylla spp), Lobster (Panulirus spp), Rajungan (Portunus spp) dan Kepiting Soka yang banyak diekspor ke luar negeri namun disisi lain bahwa konsumsi tersebut sangat digemari masyarakat, merupakan hasil utama para nelayan dan juga menjadi primadona ekspor perikanan Indonesia yang cukup tinggi memberikan masukan devisa.
Penurunan produksi hasil perikanan di Indonesia mulai terasa sejak tahun 2012 yang terus menurun pertahunnya, Produksi Kepiting dan Rajungan Nasional tahun 2013 34.170 ton dengan nilai US$ 414.3 juta turun menjadi 28.040 ton dengan nilai US$ 359.3 juta pada tahun 2014, sedangkan produksi Lobster dengan nilai US$ 42,8 juta tahun 2013 turun pada tahun 2014 dengan nilai US$ 69.9 juta.
Untuk itu pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) khususnya terkait dengan ukuran berat yang boleh ditangkap dan diperjual belikan. Peraturan ini tentunya sangat mendukung pertumbuhan hasil perikanan tersebut secara suistanable yang berkelanjuta karena semakin meningkatnya penangkapan hasil tersebut dialam yang dilakukan secara bebas yang tentunya dapat mengancam produk lestari serta semakin rendahnya daya dukung alam terhadap pertumbuhan hasil laut tersebut dengan semakin berkurangnya lahan Mangrove dan daerah karang.
Keterbatasan kemampuan alam untuk menghasilkan produk tersebut tentunya merupakan satu ancaman bagi keberadaan Kepiting, Lobster dan Rajungan karena semuanya itu masih sebagian besar dihasilkan dari penangkapan alam baik oleh kalangan Nelayan maupun pengusaha perikanan sementara pertumbuhan Budidaya akan hasil tersebut belum berkembang dengan baik terlebih dalam memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan ekspor.
Adalah satu keputusan yang bijak oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI khususnya menteri kita yang rada Koboy tersebut mengeluarkan kebijakan Permen Nomor ; 1/PERMEN-KP/2015 tentang pengaturan penangkapan hasil perikana tersebut yang dengan sendirinya akan memberikan ruang buat hasil perikanan tersebut berkembang seperti tidak terjadi penangkapan yang tidak dibutuhkan alias akan dibuang saja sementara kedepan ia akan menjadi stock yang sangat besar, memberikan kesempatan bagi hasil perikanan tersebut untuk tetap berkembangan dengan adanya aturan dalam kebijakan tersebut berupa pelarangan penangkapan komoditas tersebut yang dalam keadaan bertelur dan peraturan yang bertahap tersebut dengan penetapan tahun berikutnya lebih meningkatkan ukuran yang dapat dieksploitasi tentunya akan lebih meningkatkan peluang pertumbuhan dan memberikan kesiapan bagi pengusaha untuk menyesuaikan usahanya dengan penankapan yang lestari tersebut.
Ternyata menteri wanita jagoan kita ini juga mempunyai kepedulian terhadap pertumbuhan produksi sumberdaya alam yang lestari terutana terhadap potensi sumberdaya yang komersil yang terancam pertumbuhan populasinya sebagai akibat tingginya tingkat penangkapan dibandingkan tingkat pertumbuhan seperti Kepiting (Scylla spp), Lobster (Panulirus spp), Rajungan (Portunus spp) dan Kepiting Soka yang banyak diekspor ke luar negeri namun disisi lain bahwa konsumsi tersebut sangat digemari masyarakat, merupakan hasil utama para nelayan dan juga menjadi primadona ekspor perikanan Indonesia yang cukup tinggi memberikan masukan devisa.
Penurunan produksi hasil perikanan di Indonesia mulai terasa sejak tahun 2012 yang terus menurun pertahunnya, Produksi Kepiting dan Rajungan Nasional tahun 2013 34.170 ton dengan nilai US$ 414.3 juta turun menjadi 28.040 ton dengan nilai US$ 359.3 juta pada tahun 2014, sedangkan produksi Lobster dengan nilai US$ 42,8 juta tahun 2013 turun pada tahun 2014 dengan nilai US$ 69.9 juta.
Untuk itu pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) khususnya terkait dengan ukuran berat yang boleh ditangkap dan diperjual belikan. Peraturan ini tentunya sangat mendukung pertumbuhan hasil perikanan tersebut secara suistanable yang berkelanjuta karena semakin meningkatnya penangkapan hasil tersebut dialam yang dilakukan secara bebas yang tentunya dapat mengancam produk lestari serta semakin rendahnya daya dukung alam terhadap pertumbuhan hasil laut tersebut dengan semakin berkurangnya lahan Mangrove dan daerah karang.
Keterbatasan kemampuan alam untuk menghasilkan produk tersebut tentunya merupakan satu ancaman bagi keberadaan Kepiting, Lobster dan Rajungan karena semuanya itu masih sebagian besar dihasilkan dari penangkapan alam baik oleh kalangan Nelayan maupun pengusaha perikanan sementara pertumbuhan Budidaya akan hasil tersebut belum berkembang dengan baik terlebih dalam memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan ekspor.
Adalah satu keputusan yang bijak oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI khususnya menteri kita yang rada Koboy tersebut mengeluarkan kebijakan Permen Nomor ; 1/PERMEN-KP/2015 tentang pengaturan penangkapan hasil perikana tersebut yang dengan sendirinya akan memberikan ruang buat hasil perikanan tersebut berkembang seperti tidak terjadi penangkapan yang tidak dibutuhkan alias akan dibuang saja sementara kedepan ia akan menjadi stock yang sangat besar, memberikan kesempatan bagi hasil perikanan tersebut untuk tetap berkembangan dengan adanya aturan dalam kebijakan tersebut berupa pelarangan penangkapan komoditas tersebut yang dalam keadaan bertelur dan peraturan yang bertahap tersebut dengan penetapan tahun berikutnya lebih meningkatkan ukuran yang dapat dieksploitasi tentunya akan lebih meningkatkan peluang pertumbuhan dan memberikan kesiapan bagi pengusaha untuk menyesuaikan usahanya dengan penankapan yang lestari tersebut.
Pada situs resmi Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) Rabu (21/1/2015), Surat edaran tersebut menjelaskan soal pembatasan
penangkapan lobster, rajungan, dan kepiting yang boleh ditangkap. Ketentuan
pembatasan ini dilakukan secara bertahap, antara lain:
Ukuran Berat yang Boleh Ditangkap:
Periode Januari 2015-Desember 2015:
Ukuran Berat yang Boleh Ditangkap:
Periode Januari 2015-Desember 2015:
- Lobster >200 gram
- kepiting > 200 gram
- Rajungan >55 gram
- kepiting soka >150 gram
Periode Januari 2016 dan seterusnya:
- Lobster panjang kerapas >8 cm dan >300 gram
- kepiting lebar kerapas >15 cm dan > 350 gram
- Rajungan lebar kerapas >10 cm dan > 55 gram
Dalam surat edaran ini juga
memperjelas bahwa, larangan dan pembatasan penangkapan lobster, kepiting, dan
rajungan dikecualikan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan dan
pendidikan. Seperti diketahui selain pembatasan penangkapan tiga jenis hewan laut tersebut
berdasarkan ukuran, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga
melarang penangkapan lobster, kepiting, dan rajungan yang bertelur.
Meski kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan RI ini merupakan satu kebijakan yang pro Enveronment dalam hal ini keberlanjutan pertumbuhan alami akan Kepiting, Lobster dan Rajungan di tanah air, tapi bila tidak ditindaki lebih baik lagi kedepan tentunya kebijakan ini masih memberikan keraguan akan keberlanjutan produksi alami Indonesia akan Lobster, Rajungan dan Kopiting .
Ketiga produk tersebut saat ini masih sebagian besar hasil yang diperoleh dari tangkapan alam seperti di daerah Mangrove, Pantai dan Karang, yaitu wilayah yang saat ini mengalami banyak mengalami perubahan pungsi atau kerusakan dengan tingkat kecepatan pengrusakan hutan Mangrove 530.000 ha/tahun sementara kemampuan rehabilitasi hutan mangrove yang rusak hanya 1.973 ha/tahun sedang untuk terumbu Karang di Indonesia yang luasnya mencapai 2,7 juta ha 28 % diantaranya dalan keadaan rusak atau tidak baik. Keadaan ini tentunya akan mempengaruhi pertumbuhan potensi tersebut seoring dengan semakin berkurangnya daerah Nursering ground bagi pertumbuhan Kopiting, Rajungan dan Lobster.
Pengembangan Tehnologi Budidaya akan potensi kelautan tersebut mungkin menjadi solusi yang perlu dipikirkan kedepan khususnya bagi tehnologi budidaya yang dapat diterapkan pada nelayan kecil yang merupakan pelaku perikanan yang besar dan memberikan hasil yang tinggi, sementara usaha Budidaya yang berkembang sekarang masih sedikit dan itupun hanya dilakukan para pengusaha pemodal. Secara alami pengembangan produk tersebut tentunya masih bertumpu pada ketersedian mangrove, Pantai dan Karang dimana sebagian besar nelayan kecil kita masih menggantungkan penghasilannya sehingga perlu adanya usaha Conservasi pada daerah tersebut agar dapat menjamin keberlanjutan usaha para nelayan kecil kita.
byBakriSupian
Kepiting batu menjepit Ikan,
Regulasi yang bijak mendukung pertumbuhan perikanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar