Asal Usul Hari Raya Yuan Xiao Jie
Di Indonesia, Hari Raya Yuan Xiao lebih dikenal dengan sebutan Hari Raya “Cap Go Meh” yang artinya malam ke-15 dari Bulan Pertama (Zhen Yue [正月]) pada tahun penanggalan Imlek disebut juga dengan istilah “Yuan Yue [元月]”. Dalam bahasa Mandarin, Malam disebut juga dengan istilah “Xiao [宵]”. Jadi
Yuan Xiao artinya adalah Malam dengan Bulan Purnama pertama dalam Tahun
yang baru. Festival “Yuan Xiao” disebut juga dengan Festival “Shang
Yuan [上元节]”.
Perayaan
Festival Yuan Xiao atau perayaan Cap Go Meh sudah ada sejak 2000 tahun
yang lalu saat Dinasti Han. Kebiasaan para bhikkhu pada setiap Bulan Pertama Tanggal 15 Imlek akan menyalakan pelita untuk menghormati Buddha. Karna saat itu sebagian Rakyat, Bangsawan dan Kaiser beragama buddha dan ketika Kaisar “Han Ming Di [汉明帝]” yang
berkuasa mengetahui kebiasaan tersebut, iapun memerintahkan untuk menyalakan Pelita di Istana, Vihara dan seluruh rumah rakyatnya untuk menyalakan Lantera atau pelita pada setiap penanggal tersebut untuk menghormati Buddha.
Dalam
Agama Buddha, Bulan Pertama tanggal 15 Imlek juga diperingati sebagai
hari suci “Magha Puja” yaitu hari berkumpulnya 1250 arahat pada waktu
yang bersamaan tanpa adanya kesepakatan terlebih dahulu untuk
mendengarkan pembabaran Dhama dari Sang Buddha Sakyamuni, semua Arahat
adalah Ehi Bhikku yang artinya adalah ditabhiskan oleh Buddha Sakyamuni sendiri.
Dalam Agama Tao [道教], terdapat perayaan San Yuan Shuo [三元说] yang terdiri dari Festival “Shang Yuan Jie [上元节]” yakni jatuh pada tanggal 15 bulan pertama Imlek, Festival “Zhong Yuan Jie [中元节]” yang jatuh pada tanggal 15 bulan 7 Imlek dan “Xia Yuan Jie [下元节]” yang
jatuh pada tanggal 15 bulan 10 Imlek. Mereka masing-masing bertanggung
jawab atas Langit, Bumi dan Manusia. Tanggal 15 bulan Pertama adalah
Shang Yuan Jie yang juga bertanggung jawab atas Langit, memiliki makna
sukacita yang mengharus menyalakan Pelita terang.
Perkembangan menyalakan pelita dengan terang di Dinasti Han hanya di haruskan satu hari,
sampai pada Dinasti Tang menjadi 3 hari, Dinasti Song menjadi 5 hari,
Bahkan saat Dinasti Ming perayaan penyalaan Pelita dengan terang ini dimulai hari ke-8 sampai hari ke-17 bulan pertama Imlek (tepat 10 hari).
Pada Dinasti Qing, Perayaan Festival Yuan Xiao dipersingkat menjadi 4~5
hari tetapi bentuk perayaan diperbanyak seperti adanya kegiatan
barongsai atau tarian Naga.
Meski demikian dalam masyarakat Tionhwa terdapat berbagai cerita dan dongeng mengenai asal usul Festival Yuan Xiao (Cap Go Meh),
diantaranya adalah Cerita tentang penyalaan Pelita dengan terang dan Pemberantasan
pemberontrakan keluarga Lv di Dinasti Han.
Cerita tentang Penyalaan Lampu
Pada
Zaman dulu, banyak terdapat Raksasa dan Binatang buas yang sering
menganggu umat Manusia. Oleh Karena itu, masyarakat saat itu membentuk
pasukan untuk mengusir raksasa dan binatang buas tersebut. Suatu hari,
seekor burung dewa tersesat dan jatuh ke bumi sehingga tidak sengaja
dibunuh oleh para pemburu binatang buas tersebut. Kaisar Langit
mengetahuinya dan sangat marah sekali yang kemudian memerintahkan para
tentara langit untuk menghukum ummat manusia dengan cara membakar bumi
pada tanggal 15 bulan pertama penanggalan Imlek.
Seorang
Putri dari Kaisar Langit yang sangat berbaik hati sangat sedih dan
tidak tega untuk melihat manusia yang tidak bersalah mengalami
penderitaan tersebut. Putri tersebut secara diam-diam turun ke bumi
untuk memberitahukan perintah kaisar langit tersebut kepada manusia. Orang-orang yang mendengarkannya sangat panik dan takut sekali,
beberapa saat kemudian seorang Lansia (lanjut usia) mengeluarkan suatu
ide agar setiap rumah menyalakan lampu, petasan dan kembang api pada
hari ke 14, 15 dan 16 bulan pertama penanggalan Imlek untuk mengelabui
Kaisar langit. Dengan demikian, Kaisar Langit akan mengira bahwa bumi
lagi mengalami kebakaran dan ledakan.
Semua
orang menyetujui ide tersebut dan melaksanakannya pada
malam ke 15 bulan pertama, saat Kaisar langit melihat ke bumi, Kaisar
Langit melihat bumi terang benderang seperti benar-benar terjadi
kebakaran dan juga terdengar suara ledakan selama 3 hari berturut-turut.
Dengan demikian, masyarakat saat itu dapat selamat dari musibah
kebakaran tersebut dan dapat melindungi harta benda mereka dari bencana.
Untuk memperingati keberhasilan tersebut, pada tanggal 15 bulan pertama
Imlek, setiap keluarga menyalakan lampu dan memasang lentera dirumahnya
serta membunyikan petasan dan kembang api.
Keberhasilan pemberantasan pemberontakan Keluarga Lv [吕] oleh Han Hui Di
Pada Dinasti Han, setelah wafatnya Kaisar Han Gao Zu [汉高祖] (kaisar pertama Dinasti Han, Liu Bang). Putra dari Permaisuri Lv [吕后] yang bernama Liu Ying [刘盈] naik tahta menjadi kaisar dengan gelar Kaisar Han Hui Di [汉惠帝].
Tetapi Kaisar Han Hui Di sangat lemah dengan sifatnya yang pengecut dan peragu menyebabkan kekuasaannya jatuh ke tangan Permaisuri Lv [吕后].
Setelah Kaisar Han Hui Di wafat kekuasaan sepenuhnya ada ditangan
Permaisuri Lv, sehingga banyak jabatan tinggi diduduki oleh keluarga Lv. keadaan ini membuat para
menteri dan pejabat tinggi Dinasti Han sangat marah, sedih dan kuatir
akan Dinasti Han yang semestinya menjadi milik keluarga Liu, tetapi
mereka tidak dapat berbuat apa-apa terhadap Permaisuri Lv. Setelah Permaisuri Lv wafat banyak pejabat keluarga Lv yang mendapat dukungan penuh dari Permaisuri Lv merasa kuatir dan terancam. Lalu mereka dipimpin oleh Jenderal Lv Lu [吕禄] merencanakan untuk merebut kekuasaan kerajaan Dinasti Han.
Perencanaan
Rahasia tersebut akhirnya terdengar oleh Liu Nang yang saat itu
menjabat sebagai Raja Qi. Untuk melindungi Dinasti Han dari
pemberontakan tersebut, Liu Nang memutuskan untuk melakukan penyerangan
terhadap keluarga Lv dan kelompoknya.
Setelah berhasil memberantas pemberontakan tersebut, anak kedua dari Kaisar Han Gao Zu yang bernama Liú héng [刘恒] naik tahta menjadi Kaisar Dinasti Han dengan gelar Han Wen Di [汉文帝].
Untuk memperingati keberhasilan ini, Kaisar Han Wen Di memerintahkan
untuk melakukan perayaan pada tanggal 15 bulan pertama Imlek dengan cara setiap
keluarga di Ibukota diharuskan untuk menggantungkan Lentera penerang dan membuat pesta yang meriah di seluruh sudut Ibukota.
Cerita Lantera pengusir mahluk halus jahat.
Di
negeri China dahulu makhluk halus jahat atau pengganggu sangat banyak
berkeliaran dari rumah-kerumah, sebab roh jahat tersebut suka dengan
keadaan gelap gulita yang hanya diterangi sebatang lilin.
Nah, untuk mengusir makhluk jahat penduduk sepakat
membuat sebuah lentera yang sangat terang bernama lampion dengan cahaya
yang lebih terang. Hingga kini orang Tionghoa juga menggunakan
Lampion untuk
penolak makhluk halus jahat, tolak bala dan sebagai penghias baik rumah
maupun Vihara. Cap Go Meh memiliki
dua versi, Versi pertama adalah Yuan Shiau Ciek yaitu satu di antara
festival yang dirayakan sejak Dinasti Xie Han (206 SM‐24 M) untuk
menandakan berakhirnya perayaan tahun baru Imlek. Versi kedua "Secara
religius umat penganut Taoisme, Cap Go Meh dikenal sebagai San Yuan
yaitu hari
lahir Shang Yuan Thian Kuan atau Dewa Langit yang memberikan karunia
pada manusia," ujarnya. Sementara pada Dinasti Tung Han (25‐220), oleh
Kaisar Liu Chang, perayaan Yuan Shiau Ciek untuk menghormati Sang
Kata Cap Go
Meh berasal dari dialek Tiociu atau Hokkien yaitu Cap Go itu lima belas
dan Meh itu malam. Artinya malam kelima belas. Sedangkan dalam dialek
Hakka disebut Cang Nyiat Pan yaitu cang nyiat adalah bulan satu dan pan
itu pertengahan sehingga berarti pertengahan bulan satu. Sementara di
negeri daratan Tiongkok, perayaan Cap Go Meh dalam bahasa mandarin
disebut Yuan Shiau Ciek artinya festival malam bulan satu dan di negeri
barat lebih dikenal sebagai Lantern Festival. Pada malam itu, rakyat
Tiongkok mempunyai kebiasaan memasang lampion berwarna‐warni, maka
festival ini juga disebut sebagai "Hari Raya Lampion" atau "Lantern
Festival", Jadi jangan heran kalau setiap "Cap Go Meh" pasti identik
dengan keberadaan lampion sebab lampion itu sendiri memiliki fungsi
dahsyat sebagai penolak makhluk halus yang jahat ataupun tolak bala.
Kenapa demikian, karena pada jaman dulunya di negeri China itu belum ada
penerang listrik yang ada hanya sebatang lilin sebagai penerangan.
Namun sekarang perayaan tersebut dilaksanakan dengan berbagai pariasi acara sesuai dengan daerah dan aliran pelaksaannya tentunya dengan kisah ritual sendiri. Apa
yang istimewa dari perayaan Cap Go Meh adalah atraksi Tatung, kegiatan tolak bala,
arak‐arakan toa pekong, Bakar mercun, Penyalaan Kembang Api, Naga buka mata, Angpao, saling mengunjungi antara family dan kerabat, naga dan barongsai dan jangan lupa tradisi kulinernya lontong Cap Go Meh serta pawai budaya, namun pawai budaya hanya menjadi tradisi tanah air saja.
Buddha
Sakyamuni yang telah menampakkan diri pada tanggal 30 bulan 12 Imlek di
Daratan Barat, yang ditafsirkan sama dengan tanggal 15 bulan 1 Imlek di
Daratan Timur. Oleh karena itu, Kaisar juga memerintahkan rakyatnya
sembahyang syukuran, arak‐arakan, memasang lampion, dan atraksi kesenian
rakyat pada malam hari tepatnya Cap Go Meh.
Di
Indonesia kegiatan ini dirayakan juga dengan ritual gotong Toa Pe Kong yaitu arak‐arakan
benda pusaka klenteng dan patung dewa‐dewi yang ditaruh di tandu berdihias dengan dominasi warna merah. Diarak dalam radius
tertentu untuk memberi berkah keselamatan pada rakyat, bangsa, dan
negara. Saat ritual gotong toa pe kong, yang diarak paling depan adalah
Sam Kay Kong Sang Dewa Penguasa Tiga Alam yaitu penguasa langit, bumi, dan air. Baru kemudian, arak‐arakan yang
lain seperti barongsai, liong, dan joli yang lain. Iring‐iringan juga biasanya ada tatung (seseorang yang menjadi media bagi para dewa
untuk berkomunikasi dengan manusia), saat tatung mengalami trans
(kemasukan roh) ia dapat melakukan atraksi
potong lidah atau tusuk badan.
Cap Go Meh juga dimeriahkan dengan "Ritual Naga Buka Mata" seperti yang dilaksanakan Klenteng Kwan Ya Keng jalan Diponegoro kota Pontianak, Kalimantan Barat. Kegitan ini menggunakan 6 naga dilakukan seorang suhu yang kerasukan arwah Sun Go Kong (Dewa
Kera). Ritual naga buka mata ini dilakukan
sebelum naga diarak keliling kota pada puncak perayaan Cap Go Meh (hari
ke15 Imlek). Ritual itu, dimaksudkan agar agar naga turun dari kayangan memberikan
keajaiban bagi masyarakat berupa berkah,
membantu masyarakat, keselamatan dan kebaikan di dunia. Tradisi itu bagi masyarakat tionghwa berawal dari cerita dahulu kala ada naga yang pernah berkelahi dengan seorang manusia dan matanya terkena
panah. Beruntung ada biksu yang mengobati dengan berbagai
mantra sehingga mata naga dapat sembuh kembali.
GONG XI FAT CHAI sendiri merupakan ucapan yang bermakna selamat dan sejahtera bagi yang memasuki tahun baru Imlek tersebut, yang diucapkan setiap bertemu dengan sesama dalam perayaan tersebut biasa di ikuti dengan bersalaman atau berpelukan, serta biasanya terutama pada keluarga mampu ucapan tersebut diikuti dengan pemberian
ANGPAOO yaitu suatu amplop berwarna merah yang berisi uang. Pemberian ini berlaku dari yang tua ke yang muda dan dari yang kaya pada yang kurang mampu.
Wishing You Abundance of Good Health, Wealth and Happiness in This New Year!
Gong Xi Fa Cai 2566 !
Xin Nian Kuai Le.Zhù Ni Shenti Jiànkäng, Quanjiä Xingfu, Wànshì Ruyì
Kiong hi fat coi ang pau na lai :)
byIanApokayan (FB),19/Feb/2015.
Gong Xi Fat Chai, Ampau merah terbagi,
Pesta semarak menumbuhkan semangat dan kepercayaan diri.